1679. It's Just About Trust (3)

18 2 0
                                    

Udara yang kencang terasa seolah-olah dapat merobek kulit kapan saja.

Paegun dan Pedang Kesatria Gunung Hua.

Dua orang yang sangat berbeda dalam segala hal, saling memamerkan taring mereka tanpa menyerah sedikit pun. Bentrokan niat membunuh mereka begitu dahsyat sehingga bahkan anggota Honggyeon, yang menanggung ketakutan dunia, tidak berani mengembuskan napas.

Setiap saat, pedang Chung Myung bisa terhunus, dan energi Jang Ilso bisa menembus jantung Chung Myung.

Jelaslah. Tidak peduli seberapa santai mereka minum, keduanya tidak akan pernah bisa hidup berdampingan. Yang satu harus mati agar yang lain mengakhirinya.

Di tengah-tengah benturan niat membunuh yang hebat itu yang seakan-akan hendak meledakkan hati, mulut Jang Ilso terbuka lebih dulu.

"Apakah menurutmu itu keyakinan yang tidak berdasar?"

"...."

"Benar-benar dapat mengubah apa pun?"

"...."

"Jawab aku, Pedang Ksatria Gunung Hua."

Chung Myung, yang selama ini menatap wajah Jang Ilso yang menyeringai, mengalihkan pandangannya. Dengan tenang, bahkan di hadapan Jang Ilso, yang ditakuti oleh semua orang.

Dan tatapannya tertuju pada Wudang.

Gunung Wudang yang terbakar.

❀ ❀ ❀

"Aaaaagh!"

"Sahyuuuuung!"

Jeritan selalu tragis.

Namun jika jeritan itu ditujukan kepada orang yang dicintai, tragedi belaka tidak cukup untuk menggambarkannya.

Retakan!

Mu Jin menggertakkan giginya keras sekali hingga rasanya giginya mau patah.

Tubuh Jin So yang tertusuk pedang musuh, mengejang. Itu masih bisa ditanggung. Lagipula, semua orang di sini sudah pasrah pada kematian.

Akan tetapi pembantaian yang terjadi kemudian terlalu mengerikan untuk ditanggung hanya dengan kepasrahan belaka.

Desir!

Gedebuk!

Pedang yang berayun itu berulang kali menebas tubuh Jin So. Tubuh Jin So yang tidak mampu menyalurkan tenaga dalam, tidak mampu menahan serangan brutal itu. Anggota tubuhnya terputus-putus seolah terpotong-potong, berserakan di mana-mana.

"Aaaaaagh!"

Bukan hanya Mu Jin. Semua murid Wudang yang menyaksikan kejadian itu mengeluarkan raungan buas, mengayunkan pedang mereka dengan marah.

Bagaimanapun juga, mereka manusia. Meskipun mereka musuh, mereka tetap manusia yang menyamar. Bagaimana mungkin seseorang bisa begitu kejam terhadap manusia lain?

Menyerang tubuh orang yang meninggal, mengejek dan membunuh yang terluka—itulah dunia kekejaman yang belum pernah dialami para pendekar pedang Wudang sepanjang hidup mereka berlatih.

"Dasar bajingan! Aaaaagh!"

"Senior! Jangan kehilangan ketenanganmu... Sahyung!"

Tubuh orang yang kehilangan kesabaran dan mengayunkan pedangnya tertusuk oleh tombak.

"Aduh..."

Buk! Buk! Buk!

Beberapa senjata menusuk perut orang yang tertusuk. Bahkan setelah tubuhnya berubah menjadi kain perca, bilah-bilah senjata yang tak hentihentinya terus mencabik-cabik tubuh yang jatuh itu.

Return Of The Mount Hua Sect [2] ❀ ❀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang