Gedebuk.
"..."
Kelopak mata yang berat itu sedikit bergetar. Dengan susah payah, kelopak mata itu terbuka, memperlihatkan pupil hitam yang dalam dan sulit dipahami.
Di mata itu terpantul benda berbentuk lonceng emas yang terletak di depan,
Lonceng Vajra. Lonceng Vajra terbelah memanjang, dengan emas menghiasi permukaannya.
"Om mani...."
Suaranya bergetar.
"Bamme...hum."
Suara yang terpotong-potong itu hampir tidak menyelesaikan mantra enam suku kata. Sebuah tangan muda dengan hati-hati menyentuh Lonceng Vajra yang terbelah.
"Raja Dharma."
Anak laki-laki itu, Dalai Lama, mengangkat kepalanya. Wajah Buddha emas yang menatapnya diwarnai dengan kesedihan yang tak terlukiskan.
Selama beberapa saat, Dalai Lama menatap patung itu, lalu menutup matanya lagi.
"Itu tidak bisa dihindari."
Sang Bansen Lama, dengan raut wajah mengeras, mengamati punggung Dalai Lama dengan tatapan tajam.
Kadang-kadang, Dalai Lama menggumamkan kata-kata yang tidak dapat dipahami seorang diri. Kata-kata yang penuh dengan spiritualitas, tidak dapat dipahami oleh makhluk-makhluk dunia sekuler yang tidak sempurna.
"Orang tidak dapat lari dari penderitaan, karena penderitaan tidak dapat dihindari."
Ini adalah pesan untuk Bansen Lama, namun tidak ditujukan kepadanya.
"Tapi hanya..."
Saat Dalai Lama membuka matanya lagi, setetes air mata mengalir di pipinya.
"Semoga penderitaannya tidak terlalu dalam."
❀ ❀ ❀
Sungguh mengerikan. Bisakah kata-kata menggambarkan kejadian ini?
Ho Gakmyung telah melintasi banyak medan perang, menyaksikan kematian yang tak terhitung jumlahnya, dan melihat kesengsaraan yang tak terelakkan di dalamnya.
Sebaliknya, sulit baginya untuk memahaminya.
Pemandangan seperti itu dapat menuntun gurunya, Jang Ilso, ke tempat yang jauh ini. Namun, di sisi lain, ia dapat mengerti.
Sungguh, pemandangan di hadapannya mengerikan dan menyeramkan.
Yang terlihat hanyalah genangan air yang cukup besar. Lebih tepatnya, sebidang tanah, berdiameter sekitar dua puluh kaki, berwarna merah tua dibandingkan dengan tanah di sekitarnya yang berwarna kekuningan.
Tidak ada jejak orang. Hanya potongan pakaian dan tulang-tulang yang berserakan yang menunjukkan bahwa banyak orang telah 'berada di sini'.
Ho Gakmyung tiba-tiba merasakan tenggorokannya kering.
'Bagaimana bisa...'
Menelan ludah kering pun tidak membuatnya lega. Rasanya seperti ada duri yang menusuk tenggorokannya, terus-menerus menajam dan menggaruk.
'Bagaimana ini bisa terjadi...'
Bahkan lidah di dalam mulutnya terasa seperti gumpalan pasir.
Sekalipun sisa-sisa yang tercabik-cabik itu kehilangan bentuk aslinya, pakaian itu masih memiliki motif khas Honggyeon.
Mereka ada di sini. Jelas, mereka ada di sini.
Sulit dipercaya, tetapi tidak diragukan lagi, Honggyeon yang mereka kirim benar-benar ada di sini. Pasukan khusus dengan cermat merencanakan dan melaksanakan untuk mengubah Hwaeum ini menjadi neraka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Return Of The Mount Hua Sect [2] ❀ ❀
AksiyonChapter 1600 - mentok Raw (ongoing) Manhwa: Return Of The Sword Master (webtoon) ❀ Translate Novel Korea ke Indonesia ❀ Translate tidak 100% akurat ❀ Typo ❀ Raw Novel update seminggu 3x (Senin, Rabu, dan Jumat) ❀ Update di usahakan setiap hari mini...