Suasananya sunyi. Baik yang berdiri maupun yang duduk tidak ada yang membuka mulut.
Sekalipun mereka menyadari kehadiran masing-masing, mereka hanya tetap diam.
Cahaya bulan perlahan bergerak di wajah Baek Cheon seolah membelainya. Waktu berlalu saat cahaya bulan perlahan memudar, meninggalkan kegelapan pekat yang menyelimutinya.
Selama waktu itu, Chung Myung berdiri diam.
Di akhir dari apa yang terasa seperti keheningan abadi, bibir kaku Chung Myung akhirnya berkedut.
"Apakah kau merasa kesal?"
Mata Baek Cheon perlahan menoleh ke arah Chung Myung. Mata itu berderit seperti engsel berkarat. Gerakan tegang itu terhenti, dan matanya yang cekung menatap Chung Myung.
Menatap mata itu, Chung Myung merasa mata itu tampak agak asing.
Seperti apa tatapan mata Baek Cheon saat pertama kali bertemu dengannya? Ia tidak dapat mengingatnya dengan jelas. Itu sudah menjadi kenangan yang samar sekarang.
Tetapi setidaknya, mereka tidak akan terlihat seperti sekarang. Saat itu, mereka mungkin dipenuhi harapan dan keyakinan. Keyakinan yang bodoh, namun cemerlang yang hanya bisa dihasilkan oleh kebodohan semacam itu.
"Kebencian, katamu..."
Suara serak terdengar pelan. Suaranya hampa, mirip tatapannya.
Mata Baek Cheon menatap Chung Myung ke suatu tempat yang jauh di Seberang sana. Chung Myung melihat bayangan dirinya di masa lalu pada Baek Cheon saat itu.
Apa yang sedang dilihat Baek Cheon sekarang? Chung Myung mengepalkan dan mengendurkan tinjunya.
Baek Cheon berbicara perlahan.
"...Jika aku harus menyalahkan seseorang, dari mana aku harus mulai?"
"..."
"Haruskah Pemimpin Sekte Agung yang membuat keputusan ini? Atau Aliansi Tiran Jahat yang membuatku seperti ini? Atau mungkin, haruskah aku sendiri, yang hidup sembrono tanpa mengetahui harga yang harus kubayar? Siapa di antara mereka...?"
Saat bergumam sendiri, Baek Cheon tertawa getir. Tidak, itu bukan tawa sungguhan – lebih seperti sisa-sisa sesuatu yang mencoba menjadi tawa tetapi tidak pernah terbentuk sepenuhnya. Suara hampa itu menyebar di tengah malam yang semakin larut.
"Siapa yang harus aku sesali? Tidak... Siapa yang harus aku salahkan terlebih dahulu?"
Tatapan Baek Cheon beralih ke tangannya sendiri.
Apa yang seharusnya dia pegang?
Entahlah. Saat ini, tak ada lagi yang bisa ia pahami.
Barangkali, memang sudah menjadi fakta bahwa ia tidak dapat lagi memegang apa pun dengan tangan ini, tetapi ia satu-satunya yang tidak bersedia mengakuinya.
Namun...
"...Aku bisa menahannya."
Baek Cheon menatap Chung Myung lagi.
"Aku bisa menahannya. Ejekan, tatapan kasihan, rasa sakit yang terasa seperti isi perutku tercabik-cabik... Dan juga kesengsaraan."
Senyum sinis tipis muncul di bibir Baek Cheon.
"Sekalipun aku harus menanggung semuanya, sekalipun jalan itu berarti hidup di neraka, aku hanya ingin membuat pilihan. Bukan pilihan orang lain, tapi pilihanku sendiri. Dengan tanganku sendiri."
Tatapannya kembali kosong ke dalam kehampaan. Meskipun matanya masih tampak kosong, secercah cahaya kecil bergerak di dalamnya seolah mencari sesuatu.
Namun hanya sesaat sebelum pandangan Baek Cheon kembali kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Return Of The Mount Hua Sect [2] ❀ ❀
AçãoChapter 1600 - mentok Raw (ongoing) Manhwa: Return Of The Sword Master (webtoon) ❀ Translate Novel Korea ke Indonesia ❀ Translate tidak 100% akurat ❀ Typo ❀ Raw Novel update seminggu 3x (Senin, Rabu, dan Jumat) ❀ Update di usahakan setiap hari mini...