Chapter 8. Malam Persembahan

92 56 58
                                    

"Ahh, sudahlah itu tidak penting sekarang, aku harus bisa menyelamatkan yang lainnya dan juga diriku sendiri, tapi bagaimana caranya?" Pijar tampak berpikir.

Sebelum Pijar melakukan sesuatu yang dapat membuatnya lebih dalam bahaya lagi, dia terlebih dahulu menyelidik keadaan di luar seperti apa, barulah dia bisa tahu apa yang harus dilakukan.

"Apa yang sedang dia lakukan?" tanyanya dalam hati, ketika melihat kakek tua itu sedang memejamkan matanya, sembari membaca sebuah mantra, yang tidak diketahui oleh Pijar mantra apa itu, di depan sesaji yang sudah dipersiapkan.

Dengan hitungan detik, kakek tua tersebut pun mulai berjalan ke arah kurungan itu yang di dalamnya terdapat Pijar dan juga yang lainnya. Pijar yang melihat itu pun mulai panik, dia kembali ke posisi semula, dan berpura-pura seolah dirinya belum tersadar, dan tidak melakukan pergerakan sedikit pun seperti semula, agar tidak ketahuan oleh kakek tua tersebut. Walaupun sebenarnya, napasnya sudah memburu, saking paniknya. Namun, dalam kondisi seperti ini dia harus tetap tenang.

Suara langkah kaki pun semakin mendekat, dan seketika kakek tua tersebut telah berada di dalam kurungan tersebut untuk mengambil salah satu dari beberapa remaja yang ada di sana. Dengan suasana di luar yang gelap, hanya di terangi dengan cahaya bulan dan juga lampu obor yang di pasang di pohon, Pijar masih bisa melihat dengan jelas kalau kakek tua tersebut telah membawa salah satu dari mereka, ke tempat persembahan.

Tanpa diketahui oleh Pijar, saat ini ditangan kakek tua yang bernama Jagad itu, sudah ada pisau dan golok untuk menyayat nadi remaja tersebut, agar darah dari remaja tersebut dapat mengalir ke tempat yang sudah disediakan. Yaitu sebuah wadah yang didalamnya juga terdapat darah dari ayam cemani dan juga darah kambing.

"Apa yang akan kakek itu lakukan padanya?" batin Pijar.

Pijar hanya memerhatikan dari celah kurungan tersebut, dia melihat betapa sadisnya kakek tersebut menyayat tubuh remaja tersebut dengan menggunakan pisau dan golok yang ternyata sudah di pegangnya sedari tadi, namun hal tersebut baru disadari oleh Pijar.

"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan untuk menolong mereka semua, dari hal keji semacam itu?" pikirnya bertanya-tanya.

"Sebenarnya ilmu apa yang dia pelajari, sampai menumbalkan orang seperti ini?" batin Pijar lagi.

Tiba-tiba saja, Pijar mendengar seseorang berbicara padanya, namun dirinya tidak melihat siapapun di sana, "Pijar, tetaplah tenang dan diam di sana. Jangan sampai kakek itu menyadari bahwa dirimu sudah sadar!" perintah suara tersebut.

Pijar pun terkejut setelah mendengar suara tanpa wujud tersebut, "Siapa di sana?" ucapnya dengan sangat pelan, agar suaranya tidak terdengar oleh kakek tua itu.

Namun Pijar menyadari sesuatu, bahwa suara tersebut sedang memperingatkan dirinya untuk tetap berhati-hati. Karena jika tidak, bisa saja dia yang selanjutnya menjadi incaran kakek tua tersebut, jika kakek tersebut mengetahui Pijar sudah sadarkan diri. Meskipun sejak awal memang mereka semua yang berada dalam kurungan tersebut sudah menjadi incaran kakek Jagad.

Sementara di sisi lain, Lucas yang masih dalam kondisi terikat di sebelah tubuh Pijar, mencoba memanggil nama Pijar, bermaksud agar Pijar bisa tersadar dan kembali ke tubuhnya, sebelum terlambat.

"Pijar ... Pijar ... Pijar ...,"

"Bangunlah Pijar ...,"

"Ku mohon bangun ...,"

Lucas telah mencoba berkali-kali memanggil nama Pijar, namun entah kenapa Pijar tak kunjung sadarkan diri. Lucas mulai panik, dia mulai berpikir, "apa terjadi sesuatu pada Pijar di alam gaib?" gumamnya.

"Aku harus bagaimana, kalau begini?" ucap Lucas yang dilanda kepanikan sehingga tidak dapat berpikir secara jernih.

Namun, tiba-tiba saja Reyna masuk ke kamar Pijar, dan melihat Lucas yang sedang terikat di sebelah tubuh Pijar.

Astral Projection [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang