Nathan mendapatkan telepon dari Augie sesaat setelah jam makan siang. Kalimat pertama yang Nathan dengar adalah "Nathan, please bantu gue cari suami secepatnya."
"Girl..."
"Serius Nath." Augie terdengar menarik nafas panjang di ujung sana. Wanita itu sangat jarang sekali menelepom saat jam-jam sibuk dan kali ini panggilan yang tidak biasa terlalu mengejutkan Nathan.
"Gue bisa carikan lo pacar atau pasangan one night stand kalau lo mau. Are you stressing about marriage? For real?" Nathan tidak percaya.
"Gue nggak mau pacar atau teman tidur, Nath. Gue butuh suami, dan ini ceritanya panjang. Bisa kita ketemu sore ini? Gue akan jemput lo di kantor."
Nathan mengiyakan permintaan Augie. Ia tidak mau bertanya apapun lebih lanjut dan membiarkan Augie menjelaskan sendiri semuanya ketika mereka bertemu.
Hanya butuh waktu beberapa jam sampai pukul lima sore dan Augie langsung menuju kantor Nathan dari kantornya. Membutuhkan waktu sekitar satu jam untuk sampai ketika secara bersamaan semua orang yang pulang dari kantor menggunakan jalan raya. Augie sampai di gedung agensi Camila Morton Models tempat Nathan bekerja ketika pria itu sudah menunggu di lobby.
"Girl..." Panggilan prihatin pria itu kedua kalinya hari ini.
Augie sama sekali tidak terlihat berantakan. Ia memakai kemeja berwarna putih dan rok berwarna navy yang sangat pas di tubuhnya. Rambutnya masih tersanggul rapi dan memang Augie selalu seperti itu, rapi dan tegas disaat bersamaan. Yang membuat Nathan prihatin adalah rasa lelah yang entah bagaimana bisa ia kenali dari tatapan mata Augie.
"Nath, please jangan kasihanin gue. Gue enggak lagi desperate mau dinikahi seseorang."
Akhirnya Augie menceritakan semuanya, semua tentang percakapannya dan ibunya siang ini yang mengganggu pikirannya selama menyelesaikan sisa pekerjaannya. Nathan telah mengenal Augie selama bertahun-tahun, dan pelan-pelan memahami kenapa Augie terpaksa harus melakukan sesuatu yang tidak ia rencanakan dan inginkan; menikah.
Nathan juga mengenal Augie dan cita-citanya. Ia tidak perlu bertanya-tanya bagaimana Augie bisa punya ambisi besar dalam dirinya sendiri. Kakeknya, orang tuanya, seluruh keluarganya tidak pernah main-main membangun kekuasaan dan mengejar uang. Augie dibesarkan seumur hidup dalam keluarga yang membentuk wanita itu bersifat seperti sekarang ini.
Kalau untuk sebagian besar orang menikah adalah keputusan besar untuk mencintai siapa yang diajak menghabiskan umur, Augie tidak bisa punya pikiran seperti itu. Keputusan besar Augie bukanlah untuk menikah, tapi untuk menggantikan kakeknya.
"I got the point. Tapi Augie, siapa yang mau menikah untuk membantu lo mendapat apa yang lo mau? Atau lo mau mencoba membuat pria ini jatuh cinta dulu?" Tanya Nathan.
"Does love even exist?" Celetuk Augie begitu saja.
"Ya." Nathan menyeruput kopinya, mereka sekarang berada di kafe yang tidak jauh dari kantor Nathan. Biasanya Augie akan mengajak Nathan pergi ke bar tapi ia tidak yakin bisa menahan diri untuk tidak minum alkohol dan mabuk. Augie tidak mau mengacaukan pikirannya saat ini. "Lo sendiri yang bilang kalau bahkan orang tua lo juga saling mencintai. Love exists, Augie. So does your trauma."
"Mama gue bilang pasti ada orang seperti gue yang mau menikah bukan karena cinta. I trust you for this Nath. Gue udah lama enggak mengenal pria dan preferensi gue terlalu sendikit."
"Apa bayaran gue setelah lo dapat suami nanti?"
Augie terdiam sejenak. "Aset apa yang lagi lo inginkan sekarang?"
Nathan tertawa keras ketika Augie menanggapinya dengan sangat serius. Nathan tidak menginginkan apa-apa dari sahabatnya itu, justru ia membuatnya berpikir pria seperti apa yang bisa ia carikan dan layak Augie nikahi. "I was joking cutie pie."
"Apa lo juga akan berencana punya anak dengan pria ini?" Tanya Nathan tiba-tiba.
"..."
"Augie, lo bilang dengan kata lain kalau orang tua lo akan membiarkan lo mendapat posisi Zachariah Swaine kalau lo mau menikah dan membangun keluarga. In other words, lo harus memastikan akan ada pewaris setelah lo. Siapapun nama belakang anak lo nanti, dia tetap anak keluarga Swaine."
"Lo akan berencana punya anak kan?"
Augie tidak pernah memikirkan hal ini. Menikah adalah hal yang sangat jauh dari tujuan hidup Augie apalagi memiliki anak.
"I don't know Nath. How about.... divorce?"
"Wait..." Nathan semakin tidak mengerti. "Lo akan menikahi pria ini hanya untuk menceraikannya?"
Augie mengangguk pelan.
"Maaf Augie, tapi apa ini sama saja dengan lo memanipulasi keluarga lo dengan pernikahan sementara untuk mendapatkan jabatan. Lalu setelah itu lo akan bercerai dan melajang lagi?"
"Nath, do I have another option? Gue juga sedang memanipulasi diri gue sendiri untuk melakukan hal yang tidak gue inginkan."
Nathan menatap Augie dengan tidak percaya. "Girl you're dangerous."
"Gue tidak punya gambaran di kepala gue tentang pernikahan. Kalau misal suatu saat pria ini ingin anak atau mulai merasa pernikahan kontrak dan semacamnya tidak ada artinya, gue akan dengan mudah menyarankan perceraian."
"Kalau dia tahan hidup dengan gue selamanya tanpa cinta dan tetap hidup masing-masing, good for us."
Mencintai wanita seperti Augie adalah hal yang mudah, Nathan tidak perlu bersusah payah untuk menunjukkan siapa Augie untuk bisa dicintai. Eligible bachelors on top list see her as their girl crush.
Hal yang sulit adalah memahami kalau wanita itu tidak mau menerima cinta.
"Well, actually, kabar baiknya adalah Camila Morton akan mengadakan gala. Gue bisa memastikan lo akan dapat undangan besok. Mungkin lo tidak akan langsung dapat suami dalam semalam, tapi setidaknya lo punya referensi setelahnya. It will be a good start."
Augie tersenyum lebar, ia lalu mencium pipi Nathan. Ia tahu sahabatnya itu adalah orang yang tepat untuk mencarikannya suami.
"Gue akan memastikan siapa saja yang akan datang ke galanya Camila. Lalu kita akan bahas ini lagi, dan memilih siapa yang harus lo incar. Augie I know you're so reckless sometimes, dan sulit dimengerti. Tapi gue tidak akan membiarkan lo menikah dengan sembarang pria."
___________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight in His Hands
RomanceAugie Swaine harus mencari seorang suami demi mendapatkan apa yang ia inginkan dari keluarganya sendiri. Alexander Morton adalah pria yang sedang marah dan patah hati mengetahui ternyata tunangannya, yang sangat ia cintai, mencintai dan telah hamil...