Empat tahun yang lalu...Jam dua malam, dan Augie harus dengan sabar menunggu dokter menangani luka robekan di dahi Anastasia.
Augie tidak tahu pasti apakah temannya itu bisa langsung pulang setelah ditangani, tapi yang jelas ia tidak mungkin meninggalkannya. Riley sudah lebih dulu mengantar Stacey pulang yang sama sekali sudah kehilangan kesadaran, sekalipun Riley sendiri juga setengah mabuk.
Augie dan Riley benar-benar sedang repot.
Lain kali, kalau ada pria lain lagi yang mematahkan hati Anastasia, mereka akan memastikan untuk menahan wanita itu di apartemennya dan mendengarnya menangis meraung-raung daripada harus celaka di klub malam.
"Hi, Miss."
Augie mendongak dan mendapati seorang pria di hadapannya yang ia tidak kenali sama sekali. "Who?"
"Aku asumsikan kamu temannya Anastasia Ronald? Perawat yang memberitahuku." Jawab pria itu.
"Ya. But that's not the answer to my question, kamu siapa?"
"Alexander Morton." Pria itu mengulurkan tangannya yang disambut oleh Augie. "Temanku memukul Anastasia tadi—The Heat, ingat?"
Saat itu juga rasa kantuk di kedua mata Augie menghilang dan berubah menjadi amarah yang menyala, lagi. Ternyata pria ini adalah salah satu orang yang memegang—temannya lebih tepatnya—si brengsek pemukul Anastasia tadi.
Augie baru saja membuka mulut dan hampir marah-marah saat pria itu lebih dulu berkata "I'm so sorry on his behalf."
"Dimana dia? Kenapa teman brengsekmu itu tidak minta maaf sendiri?" Tanya Augie dengan ketus.
"Dia juga sedang dirawat," Dengan ragu, pria ini—Alexander—melanjutkan, "You broke his nose."
"Did I?" Augie berubah terkejut sendiri. Ia tidak mengira pukulannya akan sekeras itu untuk mematahkan hidung seseorang.
Pria di hadapannya tersenyum tipis melihat seberapa cepat wajah Augie berubah. "Just probably.."
"God..."
Secepat itu Augie terekejut lalu kembali menghela nafas. Lucu, pikir Alexander, ketika wanita itu tidak percaya dengan kekuatan tangannya sendiri yang menghantam temannya.
Pria itu melihatnya sendiri, lalu ia tersenyum karena wanita yang ia temui satu jam yang lalu ternyata tidak semenakutkan yang terlihat.
Augie telah mengikat rambutnya asal-asalan membentuk ponytail, sedikit berantakan. Ia juga memakai kemeja linen berwarna putih yang sedikit kusut dan jeans biru. Augie lebih terlihat seperti orang yang baru saja pulang kuliah dibanding orang yang memang berencana pergi ke klub.
Alex memperhatikan seluruhnya tentang wanita itu, tapi satu-satunya yang membekas di ingatannya adalah tatapan mata wanita itu, binarnya menyala. Meskipun di sekeliling mata Augie terlihat gelap dan lelah seperti kurang tidur.
Tidak ada sisa riasan apapun selain lipstick, dan tetap mata Augie yang mungkin tidak akan pernah Alexander lupakan.
"Aku di sini untuk mengurus semuanya, semua kesalahan temanku karena kamu bilang mau bertemu di kantor polisi. Dia terluka, dan sedang dalam pengaruh obat-obatan, so that's why I'm here looking for you. Aku di sini sementara untuk memastikan dia tidak lari dari tanggung jawab." Jelas Alex.
"Oh, good. Ternyata dia punya teman yang baik."
Alex terseyum ketiga kalinya malam ini. "Dan kamu memukul hidungnya, Miss..."
"August."
"Jadi kita seri atau akan tetap membawa ini ke kantor polisi?"
"Let's see. Tapi aku harus memastikan Anastasia sadar dan tahu semua yang terjadi lebih dulu."
Alex memberikan kartu namanya kepada Augie, selembar kartu berwarna abu-abu gelap dengan tulisan silver. Augie hanya membaca dua hal yang mencuri perhatiannya dari kartu nama Alexander.
Alexander Benjamin Morton dan Morton & Co.
Pada saat Augie mendongak memastikan sesuatu tentang pria itu, darah mengalir begitu saja dari hidung wanita itu.
"Kamu baik-baik saja?" Tanya Alex dengan panik dan pada saat itu Augie menyadari yang mengalir dari hidungnya bukan cairan karena flu.
Augie beranjak berdiri dari tempat duduknya dan sedikit menjauh, jujur ia panik setiap kali hal ini terjadi. Tapi ia hanya mengisyaratkan kepada Alex dengan satu tangan bahwa ia tidak apa-apa, sementara tangannya yang lain berusaha menahan darah dari hidungnya.
"Oh no.." Augie mendesis kesal ketika darah juga menetes di kemejanya.
"Kamu benar-benar baik-baik saja?" Tanya Alex sekali lagi memastikan ketika Augie kembali ke tempat duduknya, lalu memberikan sapu tangan yang selalu pria itu bawa kemana-mana.
"Ya, tidak apa-apa. Aku hanya belum tidur dua hari. Ini biasa terjadi."
Alex mungkin tidak tahu apapun tentang setumpuk jurnal yang sedang diulas Augie, dan tidak bertanya tentang apapun yang membuat wanita itu tidak tidur dua hari meskipun ia penasaran.
"I'll stay." Kata-katanya berikutnya tanpa berpikir lama. "Aku sendiri yang akan memastikan temanmu Anastasia sadar dan kita bisa menyelesaikan ini semua lebih cepat."
Yang tidak Augie ketahui adalah Alex sedang berbohong malam itu. Ia tidak berniat menunggu Anastasia sadar.
"It's two in the morning." Kata Augie memperingatkan. "Aku akan menelepon kamu beberapa jam lagi untuk menyelesaikan semuanya."
"Ya, dan aku tidak suka menunggu dan harus pulang pergi ke apartemenku. Let me stay here, tidak butuh waktu lama untuk penanganan Anastasia kan?"
Augie tidak menjawab apapun, ia lalu membenarkan posisi duduknya di kursi ruang tunggu seperti semula ia hampir tertidur sebelum Alex datang. Ya, dia akan membiarkan pria itu duduk di sampingnya untuk beberapa jam ke depan.
Di tengah rasa kantuk yang kembali datang sementara hidung Augie sudah berhenti berdarah Alex berkata, "Kalau ada apapun yang kamu rasakan tolong segera beritahu aku dan aku akan memanggil dokter. Aku tidak mau kerepotan menghadapi dua orang sakit."
___________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Moonlight in His Hands
RomanceAugie Swaine harus mencari seorang suami demi mendapatkan apa yang ia inginkan dari keluarganya sendiri. Alexander Morton adalah pria yang sedang marah dan patah hati mengetahui ternyata tunangannya, yang sangat ia cintai, mencintai dan telah hamil...