11

34.2K 960 6
                                    

Cassie berdiri di hadapan jendela besar yang menghadap ke arah taman. Senja telah berlalu, meninggalkan langit dengan semburat oranye lembut yang perlahan memudar menjadi ungu kehitaman. Setelah menikmati makan malam yang lezat, ia merasa kenyang dan puas. Suara gemericik air dari air mancur yang berada di tengah taman terdengar menenangkan, berpadu dengan suara serangga malam yang mulai ramai.

Dengan secangkir susu coklat hangat di tangan, Cassie membiarkan dirinya tenggelam dalam keindahan pemandangan di depannya. Angin malam yang sejuk membelai wajahnya, membawa aroma tanah basah dan dedaunan. Ia menarik napas dalam-dalam, merasakan kedamaian yang meresap ke dalam dirinya. Sesekali, ia melihat bintang pertama yang mulai bermunculan, berkilauan lembut di langit yang semakin gelap.

Tring. Tring. Tring

Suara deringan telefon memecah keheningan malam, terdengar sangat nyaring di tengah keheningan malam. Cassie meletakkan coklat panas di meja kecil dekat ranjang, ia melangkah ringan menuju ke ranjang besar itu. Ia menunggu beberapa saat sebelum memutuskan untuk mengangkat panggilan video itu.

Saat ia menekan tombol hijau wajah lelah Leo langsung tampak dalam layar ponselnya beserta sapaannya yang berat, "Halo." Cassie hanya diam memandangnya tanpa menjawab sapaan Leo yang membuatnya menggeram kesal.

"Jawablah jika aku berbicara." Tekannya.

"Ya, ya, ya." Jawab Cassie dengan malas.

Leo berusaha menekan emosinya, memang dibutuhkan kesabaran yang luar biasa untuk menghadapi Cassie. Kali ini, Leo tidak ingin terlibat dalam perdebatan panjang dengan gadisnya. Ia hanya ingin melepaskan rindu yang membuncah, meskipun mereka baru berpisah satu hari. Rasa rindunya sudah begitu mendesak, seakan-akan meledak di dalam dirinya.

"Bagaimana harimu?" Leo mengalihkan topiknya berusaha untuk menghindari perdebatan dengan Cassie.

"Menyenangkan, karena tak ada kau disini." Cassie memberikan senyum menyebalkan kepada Leo.

"Aku senang mendengar kau senang." Ia mengesampingkan perasaan kesalnya. "Apa yang kau lakukan hari ini?"

Cassie memandang wajah Leo di layar, merasakan sedikit rasa bersalah. "Aku hanya menghabiskan waktu di taman dan menikmati hariku bersama Ana. Makan malamku juga enak," jawabnya dengan nada yang lebih tenang.

Leo tersenyum tipis mendengar itu. "Baguslah. Aku ingin kau merasa nyaman disana."

Cassie mengangkat alis, hampir tertawa mendengar kalimat itu. "Nyaman? Di bawah pengawasanmu dan semua orang di sekitarmu?"

Leo mendesah, sadar bahwa ucapannya terdengar absurd. "Aku tahu itu tidak mudah, Cassie. Tapi, aku hanya ingin kau aman. Aku akan melakukan apa pun untuk itu."

Cassie mengalihkan pandangannya dari layar, menatap jendela besar di sebelahnya. "Kau tahu, Leo, aku hanya ingin kebebasan. Itu saja."

"Dan aku hanya ingin kau bersamaku," balas Leo dengan suara pelan tapi penuh perasaan. "Aku tahu kau tidak mengerti sekarang, tapi suatu saat kau akan melihat bahwa aku melakukannya karena aku peduli padamu."

Cassie kembali menatap layar ponselnya, perasaan di dalam dirinya begitu campur aduk. Di satu sisi, ia merindukan kebebasannya. Namun di sisi lain, Leo, dengan segala kekurangannya, tetaplah seseorang yang telah menjadi bagian dari hidupnya, meski dengan cara yang ia benci.

"Apa yang kau lakukan sekarang?" tanya Leo, mencoba mengalihkan topik kembali.

Cassie melihat secangkir coklat hangat di meja. "Aku baru saja minum coklat hangat dan menikmati malam. Sekarang aku akan tidur."

"Bagus," jawab Leo dengan nada lembut. "Aku ingin kau tidur nyenyak, Cassie."

Cassie menatapnya, merasa sedikit terhibur dengan nada suaranya yang lebih lembut. "Aku akan mencoba."

Leo menatapnya dengan penuh harap. "Apakah kau mau tetap di telepon sampai kau tertidur?"

Cassie terdiam sejenak, merasa bingung dengan perasaannya sendiri. "Baiklah," jawabnya pelan, tidak ingin mengaku bahwa ia merasa sedikit lebih tenang dengan Leo di sana, meski hanya lewat layar. Leo tersenyum tipis, senang akan jawaban Cassie.

Cassie membaringkan dirinya di ranjang, menyandarkan ponselnya di atas bantal agar ia bisa melihat Leo tanpa harus memegangnya. "Kau terlihat lelah, Leo."

Leo mengangguk sedikit. "Perjalanan ini cukup melelahkan, tapi aku tidak bisa tidur jika belum memastikan kau baik-baik saja."

Cassie merasakan sedikit kehangatan di hatinya mendengar itu. "Kau harus beristirahat. Jangan memaksakan diri."

Leo tersenyum. "Aku akan tidur setelah kau tertidur."

Cassie menghela napas panjang, mencoba memejamkan matanya. Suara napas Leo yang pelan di seberang telepon membuatnya merasa sedikit lebih tenang. Waktu berlalu dalam keheningan, hanya ada suara napas mereka yang terdengar.

Beberapa menit kemudian, suara Leo yang pelan memecah keheningan. "Cassie, kau sudah tidur?"

Cassie membuka matanya yang hampir terpejam. "Belum," jawabnya lirih.

Leo tertawa kecil. "Aku akan tetap di sini sampai kau tertidur, jangan khawatir."

Cassie menutup matanya lagi, berusaha meresapi kenyamanan yang aneh tapi nyata dari kehadiran Leo, meski hanya melalui layar kecil. Perlahan-lahan, rasa kantuk mulai menguasai dirinya. Suara napasnya semakin lambat dan tenang, membuat Leo tahu bahwa Cassie mulai tertidur.

Leo memandang layar dengan lembut, melihat wajah Cassie yang tenang dalam tidurnya. Tanpa disadari, ia juga mulai merasa kantuk.

Cassie tertidur dengan damai, wajahnya lembut seperti seorang anak kecil. Leo terus memperhatikan wajah Cassie hingga akhirnya ia sendiri terlelap dengan telepon masih menyala di tangannya.

Telepon itu tetap menyala, menjadi saksi keheningan malam yang damai di antara mereka berdua. Meskipun terpisah jarak dan banyak ketegangan di antara mereka, momen ini, meski singkat, memberikan kedamaian bagi keduanya. Dan di tengah malam yang sunyi, mereka berdua akhirnya tertidur, masih terhubung satu sama lain melalui cahaya kecil dari layar ponsel yang menyala.

Prigioniera (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang