Setelah berminggu-minggu Love mengaku tentang perasaannya, namun hingga saat ini tidak ada kepastian apapun dari Milk.
Mereka memang dekat, tapi Milk tidak pernah membahas perbincangan pada malam itu. Dia seperti lupa dengan pengakuan Love.
POV Milk
Aku menghindari segala pembicaraan mengenai pengakuan Love pada malam itu. Aku hanya tidak ingin membuatnya terlibat masalah karena perasaannya padaku.
Aku bukan pengecut, aku hanya tidak ingin dia mendapat hal-hal yang tidak pantas dia dapatkan jika bersamaku.
Seperti kata View, dia sudah digariskan dengan seseorang, dia sudah mendapat restu dari kedua orangtuanya dengan Dew. Dengan Dew, bukan denganku.
Aku bisa mengalahkan segala hal di bumi ini, aku bisa menariknya dan merebutnya dari manusia manapun, tapi aku tidak bisa merebutnya dari orangtuanya. Aku tidak ingin Love menimbulkan keributan dengan kedua orangtuanya hanya karena dia ingin bersamaku.
Aku menyadari betul bagaimana tidak pantasnya aku jika bersamanya. Tapi jika bisa meminta, bolehkah sebentar saja aku memilikinya?
Bersama Love, aku selalu nyaman dan menjadi diriku sendiri. Sama seperti saat aku bersama View, hanya saja kali ini bersama dengan Love aku menjadi lebih terbuka.
Dia membuat duniaku jungkir balik hanya karena aku tidak bisa melihat senyumnya. Dia membuatku panik hanya karena dia tidak suka melihatku terlalu dekat dengan Tontawan.
Dia membuatku belajar untuk memiliki perasaan paling tulus di dunia ini. Mungkin aku memang tidak bisa menggenggam tangannya seperti yang aku inginkan, tapi aku bisa pastikan bahwa aku jauh lebih hebat menjaganya dari siapapun.
Aku pasang badan untuk dirinya. Aku akan menjadi seseorang yang maju paling depan saat dia membutuhkan seseorang. Aku akan menjadi cahaya untuknya karena dia takut dengan kegelapan. Aku siap menjadi apapun.
Dan sekarang, aku terduduk di kursi berwarna coklat ini. Ayah Love mengundangku ke rumahnya untuk makan malam. Sesungguhnya aku tidak tahu hal apa yang akan terjadi, tapi aku tidak bisa menolak.
Ayahku bersamaku. Habis sudah aku jika menolak undangan ini. Jadi aku menurut dan akhirnya terjebak di meja makan yang luas ini.
Di depanku ada Love. Dia sungguh anggun dengan pakaiannya malam ini, dia seperti bangsawan. Aku tersenyum ke arahnya, dia juga tersenyum kepadaku.
"Bagaimana kabarmu Milk?" Ayah Love menginterupsi aktivitas kami.
Aku tersenyum pada pria gagah itu. Yang terlintas di pikiranku saat melihat Tuan Limpatiyakorn adalah karisma dan ketegasannya yang kuat.
"Aku baik Paman. Bagaimana kabar Paman?"
Ayah Love tersenyum menanggapi. Sebenarnya, pria itu tidak semenyeramkan yang diceritakan oleh kebanyakan orang.
Ayah Love selalu ramah, terutama pada keluargaku. Entah karena hutang budi atau kedekatannya dengan Ayahku. Keduanya ternyata memang berada di Sekolah Dasar yang sama.
"Aku baik-baik saja. Terima kasih telah menjaga putriku" ujarnya.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Love pun begitu, dia terlihat sangat nyaman saat Ayahnya memujiku.
"Tuan Limpatiyakorn, kamu tidak perlu sungkan. Love aman bersama Milk" Ayahku menimpali.
Ayah Love setuju dan tertawa bersama Ayahku.
"Aku selalu percaya padamu Tuan Vosbein. Kamu memang temanku" jawab Tuan Limpatiyakorn.
Sebelum makan malam di mulai, Ayah Love telah memberitahu kami bahwa dia menunggu tamu undangan lainnya. Aku sudah tahu, itu Dew.