Chapter 07

1.3K 159 5
                                    


07. Tupai

Happy Reading..

Keesokan harinya Archie bangun pagi-pagi sekali. Ia bersiap kemudian pergi ke penjara bersama Hans.

"Kau tunggulah disini." Archie berujar begitu ia masuk ke sebuah lorong gelap dengan obor yang menjadi sumber pencahayaan.

"Tapi tuan muda-" Hans melangkah ragu.

"Ini perintah! Lagipula aku hanya pergi ke penjara, bukan pergi berperang." Ujar Archie memotong perkataan pelayannya itu.

Hans tak bisa membantah, ia menghela napas berat. "Kalau begitu hati-hati tuan muda." Ujar nya dengan pasrah.

Archie tak membalas, ia berjalan masuk melewati pintu-pintu besi hingga sampai pada sebuah sel yang di huni oleh seorang wanita yang tengah meringkuk dengan kaki yang dirantai.

Ia menatap rendah pada wanita yang tak lain adalah Madam Rina.

Dengan sihirnya, Archie menggerakkan sebuah ember berisi air kotor untuk menyiram wanita itu.

Byurr!

"Aahk! Apa-apaan ini?! Darimana asal air bau ini!" Madam Rina terlonjak kemudian berteriak jijik.

"Jangan berteriak di pagi buta seperti ini." Archie berujar membuat pergerakan Madam Rina terhenti. Ia menoleh dan menatap Archie tak suka.

"Kau! Keluarkan aku dari sini! Aku akan melaporkanmu pada tuan Duke karena telah memasukkan ku kedalam penjara!" Wanita itu berjalan cepat untuk menghampiri Archie yang berada di luar sel, tetapi rantai di kakinya membuatnya tak bisa berjalan dengan leluasa.

"Aku ini bangsawan! Hal menjijikan ini sangat tidak-"

"Berhenti berbicara omong kosong." Archie mengerutkan keningnya tak suka. Ia mengeluarkan sebuah kertas yang kemudian melayang ke depan wajah Madan Rina.

"Aku akan mengeluarkan mu dari penjara, asalkan kau bersedia melakukan sumpah darah denganku." Madam Rina mengambil kertas yang melayang di depan nya dan membacanya.

"Itu adalah isi sumpah antara kau dan aku. Kau memiliki hak untuk memilih." Lanjutnya.

"Apa ini? Aku harus melakukan semua perintahmu? Ini bukan sumpah darah, melainkan sihir perbudakan. Dasar penyihir!" Wanita itu kembali berteriak.

"Kau hanyalah bangsawan kecil dari perbatasan, tapi kau dengan lancang telah melukai adikku dan meremehkan Espen. Hukuman cambuk hingga mati pantas untukmu. Ini adalah belas kasihku untukmu. Kau bisa tetap hidup tapi dibawah kendaliku, atau kau tetap disini dan menjalani hukuman mati." Archie berjalan lebih dekat, ia menatap tajam wanita itu.

"Apa yang terjadi jika aku tak menuruti permintaanmu?" Madam Rina menatap isi kertas itu dengan lamat.

"Darahmu akan bergejolak, mendidih hingga membuat tubuhmu meleleh. Jiwamu hancur dan takkan bisa bereinkarnasi. Kira-kira seperti itu." Archie melipat tangannya di dada, mulai bosan karena berlama-lama disana.

"Kau tidak diizinkan berbicara mengenai sumpah darah ini kepada orang lain, berbohong padaku apalagi mengkhianati ku. Selama kau tidak bertindak untuk merugikan ku, kau akan tetap hidup." Lanjutnya menjelaskan.

Madam Rina mengangguk, "baiklah, itu bukan hal besar." Ujarnya setuju.

"Teteskan darahmu pada kertas itu, aku sudah meneteskan darahku disana." Madam Rina yang mendengarnya mengangguk, ia menusuk jarinya dengan paku kemudian meneteskan darahnya tepat diatas jejak darah Archie pada kertas itu.

"Sud- astaga.." Wanita itu berseru kaget karena tiba-tiba saja kertas yang di pegang nya melebur menjadi serpihan cahaya yang kemudian menghilang.

"Bagus." Archie menyunggingkan senyum liciknya.

Trak

Bunyi kunci terbuka terdengar begitu remaja laki-laki itu berbalik. "Ikuti kucing hitam itu. Aku sudah menyiapkan tempat persembunyian untukmu karena kau saat ini masih berstatus tahanan." Ujarnya kemudian berlalu meninggalkan Madam Rina yang terheran-heran melihat seekor kucing hitam yang tiba-tiba keluar dari sudut gelap yang tak tercahayai oleh api.

###

Archie menyuapi Liam sarapan di balkon kamarnya sambil melihat pemandangan.

Liam duduk di pangkuan Archie dengan posisi menyamping. "Kunyah!" Archie berseru kesal karena Liam tak mengunyah makanannya.

Liam yang mendengar seruan Archie mendongak kemudian menggeleng sembari menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Kunyah, Liam." Archie berujar kesal seraya menarik tangan Liam agar tak membekap mulutnya sendiri.

"Mmm~" Liam menepis tangan Archie kemudian mulai mengunyah makanan yang berada di dalam mulutnya.

"Gigimu akan menjadi hitam seperti nenek sihir jahat jika kau tak mengunyah makananmu." Ujar Archie menakut-nakuti.

Liam tak merespon, ia sibuk menatap burung-burung yang berkicau di dahan pohon.

"Siang nanti aku akan pergi sebentar, bermainlah bersama Hans." Archie kembali berujar seraya menyuapkan makanan pada Liam.

"Itut! Iam mu itut!" (Ikut! Liam mau ikut!). Liam berseru semangat dengan mulut penuh, sedangkan Archie mengerutkan keningnya.

"Kau mau kentut? Tidak boleh kentut saat makan dan tidak boleh berbicara saat mulut penuh, itu etiket dasar keluarga kita." Liam memiringkan kepalanya kemudian menggeleng cepat.

"Ituut, Iam ituut~" liam mulai merengek, ia menarik-narik kemeja Archie dengan tangannya.

Archie menghela napas, "Karena disini hanya ada kau dan aku, kau bisa kentut sepuasmu." Putus Archie sembari menahan tangan Liam yang menarik kemejanya.

Tetapi bukannya kentut, Liam malah kesal kemudian menangis.

"Akak odoh!"

###

Ashe mengambil sekantung koin emas di dalam laci kemudian duduk di sofa sambil membaca secarik kertas.

Tok tok tok..

"Lady, tuan muda sudah datang." Ashe segera bangkit ketika mendengar seruan dari luar.

Ia berjalan menghampiri pintu dan membukanya. Dilihatnya Danny— pelayan pribadinya— dan  Archie yang berdiri dengan seekor tupai berbulu kuning keemasan di pundaknya.

Ashe berjalan menghampiri Archie dan tersenyum padanya.

"Aku baru tahu kalau kakak memiliki hewan peliharaan." Ujarnya dengan mata yang terfokus pada tupai itu.

"Aku baru saja memilikinya."

To be continued

Selesai ditulis pada; 10 Agustus 2024

I Became Antagonis Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang