Chapter 06

1.2K 178 3
                                    

Maaf baru up, saya cukup sibuk akhir-akhir ini.

06. Anak pembawa sial.

Happy Reading..

"Tuan muda, Grand Duke memanggil anda ke ruangannya." Archie menghentikan kegiatannya yang tengah menulis bahan-bahan untuk ramuannya.

"Aku akan kesana setelah menyelesaikan ini." jawabnya tanpa menoleh pada Hans yang berdiri di belakangnya.

Archie kembali melanjutkan pekerjaan yang ia lakukan tanpa peduli lagi dengan Hans yang pergi dari kamarnya.

"Lusa aku harus kembali ke menara." Ia membatin dengan mata yang melirik pada Liam yang tertidur di atas kasur.

"Yah, membawanya juga tidak buruk." Gumamnya.

Archie berdiri bersamaan dengan pena bulu dan tinta yang yang baru saja ia gunakan bergerak sendiri masuk kedalam laci meja.

Ia berjalan keluar dengan membawa kertas yang kemudian menghilang begitu saja.

"Kakak!" Langkah Archie terhenti ketika mendengar seruan itu, ia berbalik dan melihat Ashe yang berjalan cepat kearahnya.

"Apakah besok kakak senggang?" Tanyanya.

Archie tak langsung menjawab, ia melanjutkan langkahnya bersama Ashe yang berjalan di sampingnya.

"Sebenarnya aku memiliki hal yang harus aku selesaikan. tapi sepertinya setelahnya aku senggang." Archie menjawab, ia menatap adik perempuannya yang berjalan di sampingnya dengan alis yang sedikit naik.

"Setelah urusan kakak selesai, apakah kakak bersedia menemaniku ke pasar? Aku harus membeli sesuatu yang sangat penting. Kakak tenang saja, aku sudah meminta izin pada ayah dan dia mengizinkan asalkan ada yang menemani." Ashe berujar panjang lebar. Ia mendongak dan tersenyum tipis pada kakaknya.

"Baiklah, aku akan menemanimu. Tengah hari aku akan menjemputmu." Archie membalas senyuman Ashe. Tangannya terangkat mengusap surai hitam gadis kecil itu.

"Kalau begitu sampai nanti." Ashe tersenyum lebar, ia kemudian berbelok ke lorong lain.

Tak berselang lama, Archie berhenti di depan sebuah pintu. Tanpa berlama-lama ia pun mengetuk pintu itu.

Tok tok tok..

"Masuk!"

Archie membuka pintu kemudian menutupnya kembali.

"Ada apa ayah memanggilku kemari?" Richard menghentikan kegiatannya yang tengah menulis. Ia meletakkan pena bulunya kemudian membenarkan posisi duduknya.

"Kudengar kau membawa anak itu?" Archie tak langsung menjawab, ia berdiri di depan jendela dan memperhatikan sebuah tanaman yang tumbuh subur di dalam pot.

"Anak itu siapa?" Bukannya menjawab, ia malah balik bertanya.

"Anak pembawa sial itu, yang telah membunuh ibumu." Richard menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi seraya melipat tangan di dada.

"Aku membawanya sebagai adikku. Bukan anak pembawa sial, pembunuh ibunda ataupun anakmu." Archie berbalik, ia menatap ayahnya dengan wajah flat nya.

"Kau tak berhak memasukkan anak itu ke kediamanku." Richard berdiri dengan membawa secangkir teh yang telah dingin. Ia berjalan menghampiri Archie dan menyudutkannya.

"Aku membawanya ke peraduanku, bukan kediaman ayah." Archie maju dan menatap nyalang ayahnya.

Tubuh besar Richard sedikit menunduk, tangan kanannya terangkat untuk mencengkram dagu Archie sedangkan tangan kirinya bergerak membuang teh dingin di cangkirnya ke pot.

"Seharusnya kau tetap patuh, nak." Katanya seraya menghempaskan dagu Archie begitu saja.

"Tidakkah ayah menyesal karena telah melimpahkan ketidak berdayaan ayah pada adikku? Jujur saja aku merasa bersalah karena pernah membencinya." Archie menghempaskan Richard dengan sihirnya hingga membuat pria itu mundur beberapa langkah. Ia menatap ayahnya dengan alis yang berkerut dalam.

"Ketidak berdayaan?" Alis Richard mengerut tajam dan menatap tajam putra sulung itu.

"Benar. Seharusnya ayah lah yang dijuluki pembunuh! Kenapa aku baru menyadarinya?" Archie berdiri tepat didepan tubuh besar Richard.

"Ayah tidak berniat membunuhnya!" Richard berseru dengan suara baritonnya. Matanya melotot dan memerah karena marah.

"Begitu pula dengan Liam! Adikku tidak pernah berniat membunuh ibundanya." Archie mengambil tangan kanan ayahnya dan memegangnya dengan kuat.

"Tangan inilah yang telah mengoyak tubuh ibunda." Ucap Archie sebelum pergi keluar dari ruangan Richard.

Prang!

Bunyi gaduh terdengar nyaring dari dalam ruangan Richard, tapi Archie memilih abai dan pergi begitu saja.

###

"Diam, Liam." Archie berseru kesal karena Liam yang tidak mau diam.

Ia saat ini tengah memilih buku di perpustakaan bersama Liam yang ia gendong.

"Lun! Tu- lun!" Liam mendorong dada Archie hingga membuat nya kewalahan.

Mau tak mau Archie akhirnya menurunkan anak itu.

Liam dengan senang berdiri dan berjalan kesana kemari dengan bertumpu pada rak buku.

Archie yang melihatnya berdecak, ia beralih pada buku-bukunya dan melanjutkan kegiatannya.

Liam berjalan kemana saja mengikuti rak buku yang berjajar. Kepalanya mendongak melihat ke kanan dan kirinya hingga menemukan seseorang yang tengah berdiri menatap keluar jendela.

"Mu! Ei, mu!" Liam berseru-seru memanggil seraya berjalan menghampirinya.

Ashe yang tengah melamun, sedikit tersentak kemudian berbalik dan melihat seorang bayi yang tengah berjalan menghampirinya.

Ia sedikit tersenyum karena gemas, sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya kemudian pergi begitu saja meninggalkan Liam yang menghentikan langkahnya dan menatap bingung Ashe.

"Eii!" Liam berteriak memanggil. Ia melepaskan tumpuannya pada rak dan mulai berjalan cepat menghampiri Ashe.

Bruk!

"Huaa..!"

Ashe berbalik dan melihat Liam yang terjatuh tengkurap. Anak itu menangis sambil memegangi hidungnya yang terbentur lantai. Karena tak tega, Ashe berniat menghampiri Liam dan membantunya sebelum ia melihat Archie yang datang sambil menggerutu.

"Dasar anak cengeng! Pantas saja kau selalu dipukuli pengasuhmu kalau begitu." Ia menggerutu seraya mengangkat tubuh Liam dan membiarkan buku-buku yang awalnya ia bawa melayang di sekitarnya.

Ashe yang melihat itu tertegun setelahnya tersenyum samar kemudian pergi tanpa berniat menyapa Archie.

Archie berjalan menghampiri sebuah kursi dan duduk disana. Ia mendudukkan Liam di pangkuannya seraya menepuk-nepuk bokong anak itu dengan teratur.

"Jangan menangis, nanti monster datang dan memakanmu. Wraaw!" Archie berujar berusaha menakut nakuti Liam agar ia berhenti menangis, tapi bukannya berhenti anak itu malah memeluknya erat dan mengelapkan ingusnya di baju kakaknya.

"Dasar bodoh!" Umpat Archie kesal. Ia kemudian membawa langkahnya keluar dari perpustakaan dan membiarkan Liam yang mulai memelankan tangis nya.

Archie masuk ke kamarnya. Ia mendudukkan Liam di sofa kemudian meraih sapu tangannya.

Ia membersihkan sisa-sisa lelehan air mata anak itu dan mengelap ingusnya.

"Aku tidak suka anak cengeng," Archie berujar seraya merapikan rambut liam.

"Tapi sepertinya aku sedikit menyukaimu."

To be continued

Selesai ditulis pada; 7 Agustus 2024

I Became Antagonis Brother Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang