Makan malam saat itu terasa begitu hangat. Karena ketiga putri Hamdi dan Rosita tengah berkumpul. Ada saja topik pembicaraan yang mencipta tawa bahkan memancing perdebatan di antara mereka. Terlebih lagi si bungsu, Mahira, perempuan itu memang terkenal periang dan suka bercanda. Akan tetapi, kalau berdebat, ia tak pernah mau mengalah.
Setelah menunaikan shalat Isya, Rahma bersegera menidurkan kedua balitanya. Sebab, sebelum berangkat ke masjid, Hamdi sudah memberi tahu kalau setelah ia pulang nanti, mereka harus berkumpul untuk merundingkan sesuatu.
Kayla yang seperti telah paham apa yang akan dibahas, merasa sedikit gundah. Namun, ia hanya berusaha pasrah.
***
Satu pesan dari Asya masuk ke ponsel Kayla, bertepatan saat gadis itu baru saja selesai melipat mukena. Segera ia raih benda pipih tersebut.
[Maaf, Kay! Kemarin malam, Bang Shabri datang langsung menemui orang tuamu. Itu adalah keinginan saya, Kay. Alhamdulillaah, dari cerita Bang Shabri, orang tuamu tidak marah dan bilang akan memikirkannya. Itu artinya, kita masih punya kesempatan. Semoga Allah mudahkan jalannya, ya, Kay?]
[Saya tahu, kamu pasti marah atas kenekatan kami. Namun, percayalah, Kay! Insyaa Allah, Bang Shabri pasti akan membahagiakan kamu. Dia tidak akan menyia-nyiakan kamu. Saya yang menjamin]
Kayla menghela napas saat merasa tidak ada oksigen di kamarnya. Ia sebenarnya berada dalam kebimbangan. Saat telah mencoba menjauhkan dari mereka, justru mereka seperti semakin mengejarnya. Bahkan Kayla sudah berusaha keras merelakan Erik. Namun, entah mengapa, Allah seperti punya rencana lain untuknya. Sehingga ia seperti tidak berkutik. Padahal, Kayla tidak pernah bilang kalau ia mau menikah dengan Erik.
Apa mungkin, ini akibat rasa penasaran Kayla terhadap Asya waktu itu? Ya, waktu memutuskan mau bertaaruf dengan lelaki itu, sebenarnya ia hanya sangat penasaran dengan sosok Asya yang begitu rela mencarikan suaminya istri kedua. Pada akhirnya, Kayla seperti terjebak dengan rasa penasarannya sendiri. Pertemuannya dengan Erik, telah mengubah segalanya.
Gadis itu terduduk lemas di bibir ranjang. Ia masih seperti tak percaya dengan apa yang sedang dialaminya.
"Kay! Buruan! Udah ditungguin Ayah sama Ibu!"
Panggilan Rahma diiringi ketukan pintu, membuat Kayla terlempar dari lamunan.
"Iya, Kak," sahutnya. Kemudian, ia bergegas keluar dari kamar setelah sedikit merapikan rambutnya.
***
"Kenapa ada nama Kayla di panggilan keluar ponsel Abang?" Asya menatap tajam suaminya. "Abang ... diam-diam menelepon dia?"
Erik gelagapan. Bodohnya ia yang lupa mengganti nama Kayla dan menghapus panggilan keluar. Sehingga saat Asya meminjam ponsel untuk menelepon temannya, karena baterai ponsel Asya habis, ia melihat nama Kayla di sana.
"Iya, itu ... itu kemarin hanya ... hanya ingin memberi tahu dia kalau ... kalau malamnya aku akan datang ke rumah dia. Itu saja." Erik tidak berani membalas tatapan sang istri.
Asya kehilangan kata-kata, tetapi tetap tidak mengalihkan pandangan dari wajah sang suami yang kala itu sedang menonton televisi bersamanya. Kedua balita mereka pun telah tidur, sehingga seperti biasa, mereka selalu memanfaatkan waktu untuk berdua saja sebelum tidur.
Asya menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya dengan perlahan. Ia tidak mau terpancing emosi, karena walau bagaimanapun, Asya tidak mau bertengkar dengan lelaki yang sangat ia cintai itu.
"Bang, sebelumnya aku minta maaf," ujarnya, seraya menaruh kembali ponsel Erik di meja. Ia urung untuk menggunakan ponsel tersebut.
"Aku ... aku tidak akan bertanya bagaimana Abang bisa memiliki nomor ponsel Kayla. Yang ingin aku bicarakan ... tepatnya aku hanya ingin mengingatkan saja. Karena kewajiban seorang istri adalah mengingatkan saat suaminya salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dikhitbah Masa Lalu (Dalam Proses Terbit)
RomanceDilamar untuk jadi istri kedua mantan pacar? Bagaimana ceritanya? Yuklah, baca aja! Jangan lupa vote dan komen juga, ya 🤗🙏🏻