Part 9

1 1 0
                                    

"Udah deh nak, saya capek marah-marah. Saya gak mau denger alasan apa pun lagi, pokoknya saya tunggu sampai besok untuk kalian setoran hafalan ke saya. Kalau kalian tetap gak setor, jangan salahin saya kalau nilai Bahasa Inggris kalian di rapot kosong". Sambil mengacungkan telunjuknya kuat-kuat di udara menandakan bahwa ia tak main-main atas ucapannya.

"Hedehh cantik-cantik tapi pada kosong otaknya. Dandan pada bisa masa hafalan doang gak bisa". Nada suaranya seperti seseorang yang merasa jijik.

"Pokoknya saya tunggu kalian sampai besok. Tapi kalau kalian pulang sekolah mau setoran hari ini, juga boleh. Saya tunggu sampai jam tiga sore di sekolah". Memperingatkan.

"Sudah bu Ratna, terima kasih yah". Dirasa sudah cukup, tak lupa bu Ruth mengucapkan terimakasih pada bu Ratna karena telah mengganggu di pelajarannya.

"Iya mem". Belum sempat bu Ratna merespon, bu Ruth sudah pergi keluar kelas begitu saja sedangkan ke lima murid yang maju ke depan tadi duduk kembali di bangkunya.

Sungguh pemandangan yang menyedihkan bagi bu Ratna. Hatinya terluka melihat anak muridnya di marahi di depan umum seperti ini. Seharusnya sebagai seorang guru lebih bisa mengontrol emosinya. Bahkan tak terasa air mata mulai mengalir di pipinya. Padahal sejak tadi bu Ratna sudah berusaha menahannya, namun tetap saja air mata itu keluar dari pelupuk matanya.

Teman-teman Alya menjadi saksi bisu atas kejadian tadi. Bukan karena kelima murid itu yang di marahi bu Ruth tapi karena ketulusan bu Ratna yang menjadi momen langka bagi mereka.

Bu Ratna mengeluarkan tisu dari dalam tasnya, ia mulai memanggil kelima murid yang tadi sempat maju ke depan itu. Ada hal yang ingin bu Ratna sampaikan pada anak muridnya. Walaupun bu Ratna bukan wali kelas mereka, tapi mereka tetaplah murid bu Ratna dan bu Ratna adalah salah satu gurunya mereka juga. Apalagi jurusan Tata Busana ini, bu Ratna lah yang mengajar dan menjadi guru di bidang itu.

Kelima murid itu maju kembali atas permintaan bu Ratna. Mereka ikut merasakan ketulusan hati dari bu Ratna, ada rasa haru di dalam diri mereka diperlakukan seperti anak kandungnya sendiri. Walaupun sudah berusia enam atau tujuh belas tahun, tentu saja sebagai anak remaja masih membutuhkan perhatian dari orang tuanya.

Kelima murid itu berjalan mendekati bu Ratna, mereka menyamakan tingginya dengan bu Ratna. Jika bu Ratna duduk, maka mereka bertumpu pada lututnya untuk memudahkan berbicara. Tampak bu Ratna mulai berbicara pada mereka, namun teman-teman sekelas Alya yang lain tak dapat mendengar hal itu. Mungkin hanya Alya dan Nur saja yang bisa mendengar jelas pembicaraan mereka.

"Nak, emang kalian ada buat kesalahan apa sama mem Ruth kok bisa sampai mem semarah itu sama kalian?". Tanya bu Ratna dengan suara yang pelan agar tak terdengar oleh muridnya yang lain.

"Gara-gara gak hafalan Bu". Jawab Clara.

"Emang hafalan apa Banyak kah hafalannya?".

"Banyak ibu, disuruh hafalin lima puluh kata kerja dalam Bahasa Inggris. Belum verb 1, 2, 3 dan artinya juga harus di hafalin".

"Emang mem kasih batas waktu hafalannya sampai berapa hari?".

"Dua minggu bu".

"Loh, itu kan waktunya cukup banyak juga".

"Ibu, tapi kan tugas sekolah gak hanya Bahasa Inggris aja. Belum lagi tugas-tugas yang, apalagi tugasnya bu Sharfina juga banyak bu".

"Ohh, jadi kalian keteteran terus gak punya waktu untuk hafalin?".

"Sebenarnya saya udah hafal bu, tapi baru dikit".

"Nahh itu nak yang salah, harusnya pas hafal langsung aja kamu setor ke mem Ruth. Mem Ruth itu mau lihat progres hafalan kalian udah sampai mana. Kalau seandainya kalian susah hafalin, dicicil aja nak. Mem juga pasti bolehin kok, yang penting dia merasa tugas dia di hargai nak. Kan kalau kalian gak setoran sama sekali, mem tuh mikirnya kalau kalian emang gak niat sama pelajarannya".

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bintang AlyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang