Kemala tersenyum, "Apa aku mengenalmu? Dari mana kamu tahu namaku Kemala?"
Pria itu tersenyum dan mengembalikan gelas kosongnya, "Bagaimana mungkin aku tidak tahu siapa nama calon istriku sendiri." Mendekati sepedanya dan pergi lebih dulu.
Sedangkan Kemala meremas gelas yang dipegang, "Apa dia pria gila yang harus kunikahi?"
Jum merangkul Kemala, "Iya, Nduk ayu. Dia aden Prabu. Ayo kita pulang, langit semakin gelap, jangan sampai kita kemalaman di jalan."
***
Tiga hari berlalu, Kemala waswas menunggu balasan surat dari Damar, dia pun menemui Tejo lagi, "Lek, tolong pergilah ke sana. Perasaanku tidak enak." Baru mau masuk setelah Tejo pergi, seseorang yang dikenalnya masuk halaman dengan sepeda yang sama pula, Kemala langsung bersedekap sambil menunggu pria itu mendekat, "Kenapa kamu ke sini?!"
Prabu mengerutkan kening, "Aku mencari mak Sudira, bukan kamu, lagi pula mana kutahu kalau aku tidak boleh ke sini, di depan sana tidak ada tulisannya." Bukannya berhenti, Prabu malah terus berjalan, dan masuk rumah, "Kula nuwun."
"Mangga!" Sudira menyambut kedatangan Prabu, "Ayo masuk! Bapakmu sudah menceritakannya?"
"Sampun, Mak." Prabu menurut saat dituntun ke ruang tamu.
Sedangkan Kemala terus masuk tanpa ingin duduk di ruang tamu. Kamarnya lebih nyaman dari pada di sini. Apa lagi ditambah Prabu, Kemala bisa gila nanti, lebih baik dia pergi.
"Nduk, buatkan minum dulu untuk Prabu." ucap Sudira sebelum Kemala benar-benar menghilang dari ruang tamu.
"Bukannya ada mbok Jum, Mak?"
"Mbok Jum sibuk, kamu saja, cepat."
Kemala membuang napas kasar, ke dapur juga, dan membuatkan kopi untuk Prabu.
"Matur nuwun, Cah ayu." Semakin Kemala marah, semakin cantik menurut Prabu, dan karena itu pula dia akan terus mengganggu Kemala.
Tanpa menjawab, Kemala duduk di samping Sudira, ingin tahu apa pembicaraan hari ini sampai Prabu datang ke rumahnya.
"Diminum dulu." Sudira juga menyeruput kopinya sendiri.
Melihat wajah terkejut Prabu, Kemala tersenyum sambil membuang muka, biar tahu rasa pria gila itu.
"Kopinya pas sekali. Tidak kusangka Dik Kemala pintar bikin kopi." Prabu melempar senyumnya juga.
Kemala membuang napas kasar sambil menatap Prabu tajam.
Sudira terkekeh, "Aku sudah menyiapkannya, ini kemarin kubawa dari Wonosari, katakan kalau ini barang langka, tidak ada di tempat lain."
Prabu membuka bungkus itu dan mengambil segenggam cengkeh, lalu mencium baunya, "Iya, kualitas A. Kudengar Mak Sudira punya kopi besar Jawa yang disambung dengan Arabica, apa benar, Mak?"
Kemala merasa pembicaraan ini tidak akan seru. Dia pun langsung berdiri dan pergi.
"Dik Kemala," Setelah Kemala berhenti melangkah, "matur nuwun kopinya." Prabu tersenyum saat Kemala melangkah lagi untuk meninggalkannya bersama Sudira saja.
Menghela napas, "Sabar, Prabu. Kemala masih kecil meski badannya sudah sebesar itu." Sudira tersenyum setelahnya.
"Aku tahu harus bersikap bagaimana, Mak." Prabu pun melanjutkan pembicaraan yang tadi, sampai hampir sore dan kopi buatan Kemala juga habis, barulah Prabu pamit. Baru saja ke luar dari halaman rumah Sudira, Prabu yang dihadang oleh Kemala, menghentikan lagi sepedanya, "Aku sudah menghabiskan kopi buatanmu." ucapnya sambil mendekati Kemala.
![](https://img.wattpad.com/cover/374691569-288-k146754.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Katakan Mantan
RomanceAku bertemu lagi dengannya, dengan dia yang pernah kucinta, tetapi ada seseorang yang harus kujaga hatinya tengah berdiri di sampingku. "Bukankah kamu berjanji untuk tetap menemaniku? Menyembuhkan lukaku dan menghilangkan rasa trauma yang kualami?" ...