Prabu kembali menoleh ke halaman, "Sudah malam, lebih baik kamu tidur, di luar juga dingin."
Kemala acuh tak mau dengar. "Seingatku, ini adalah rumahku, kenapa aku harus menuruti perintahmu? Lucu sekali."
"Kau tidak perlu menuruti ucapanku, aku hanya mengatakan apa yang harusnya dilakukan wanita terhormat sepertimu. Meski kita akan menikah, duduk berdua di sini tidaklah pantas, jadi aku menyuruhmu masuk. Kalau kamu lebih suka menemaniku di sini juga tidak apa-apa. Aku lebih senang kalau kau begitu."
Kemala langsung berdiri, menatap tajam Prabu, dan membuang napas kasar sebelum masuk meninggalkan pria itu sendiri.
Prabu mengusap hidung untuk menutupi senyum tipisnya dan bertepatan juga bersama dokar yang masuk halaman. Dia berdiri, menyambut Sudira dengan senyum, "Sugeng dalu, Mak."
Sudira menerima uluran tangan itu dan turun dari dokar, "Kapan kamu ke sini?"
"Kemarin. Mak sehat? Pekerjaan membuatku baru bisa ke sini sekarang setelah mengantar Kemala waktu itu." Prabu mengekor saat Sudira mengajaknya masuk ke ruangan yang berisi beberapa rak dan juga laci hingga memenuhi dinding.
"Duduklah, Prabu." Sudira ke kursinya, menarik laci dan mengambil buku pusaka dari sana, "Ini yang ingin kutunjukkan padamu."
Prabu menerima dan membacanya, "Mak, aku ingin mengetahui sesuatu, kuharap Mak mau menjawabnya dengan jujur."
Sudira malah tertawa mendengarnya.
"Apa Kemala dekat dengan Damar? Putra dari ki Danuri?"
Sudira menaruh ke dua tangan di meja dan mencondongkan tubuh mendekati Prabu, "Damar, Danuri, atau siapa pun itu, aku akan tetap menikahkan Kemala denganmu. Cukup katakan apa yang kamu minta dan aku akan memberikannya. Bukankah itu bukan permintaan yang sulit?"
Prabu menghela napas, "Apa Mak menginginkan cucu?"
Sudira menyandarkan punggung kembali, "Semua orang menginginkan cucu, Prabu, tetapi bukan itu keinginanku yang sebenarnya dan kalau kamu bertanya, aku akan menjawab kau ... sudah mengetahui semua lebih baik dari siapa pun. Koreksi kalau aku salah, Prabu."
Bukannya menjawab, Prabu kembali membaca buku di tangan, sepertinya Sudira tak ingin memberitahu apa pun padanya mengenai Kemala.
***
Kemala baru saja bangun, dia bersiap mandi, tetapi melihat Sudira di dapur, Kemala duduk dan menyandar sebentar, "Kapan pulang, Mak?"
"Semalam. Kamu nanti ikut ke ladang?" Sudira sedang mengawasi pekerja menyiapkan bekal ke ladang.
Kemala menggeleng, "Prabu belum bangun?"
"Tumben kamu nyari Prabu? Dia sudah pulang."
Kemala langsung mengerutkan kening. Padahal di luar masih gelap dan Prabu sudah pergi?
Sudira terkekeh, "Dia kan harus ke pabrik hari ini, jadi tadi pagi-pagi sekali sudah pulang, kenapa cari Prabu? Kangen?"
"Enggak!" Kemala berdiri dan ke kamar mandi. Setelahnya, dia bersiap sampai mengabaikan ajakan sarapan Sudira, setelah memastikan neneknya berangkat, barulah dia ke luar kamar. Sarapan dan pergi menemui Damar. Meski masih pagi, dia tetap menunggu dan saat Damar mendatanginya, Kemala melambaikan tangan untuk menyambut, "Mas Damar."
Damar menggenggam tangan Kemala dan mengecup, "Maaf, aku tidak menghentikanmu kemarin, Dik."
Kemala menggeleng, "Mas Damar, kerja di mana?"
Mengajak Kemala duduk di gubuk dan memberi bingkisan, "Pokoknya ada. Setelah gajian, aku akan ke rumahmu, menemui nyai Sudira, dan meminta izin agar merestui pernikahan kita."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Katakan Mantan
RomanceAku bertemu lagi dengannya, dengan dia yang pernah kucinta, tetapi ada seseorang yang harus kujaga hatinya tengah berdiri di sampingku. "Bukankah kamu berjanji untuk tetap menemaniku? Menyembuhkan lukaku dan menghilangkan rasa trauma yang kualami?" ...