Saat namanya disebut orang lain

18 2 0
                                    


Dua pria tertawa terbahak-bahak setelah berhasil melempar batu yang mengenai tepat pengendara sepeda sampai dibuat terjungkal.

"Kemala?!" Prabu membantu Kemala yang tertimpa sepeda, setelah memastikan aman, barulah berdiri, "Aku tidak punya uang seperti yang kalian pikirkan dan sepeda ini hanya satu, kalau kalian ambil, akan pakai apa aku bekerja besok?"

"Jangan banyak bicara! Hanya berikan saja sepeda ini padaku atau wanita itu untuk kunikmati. Hahahaha!" Dia tak pernah melihat wanita cantik seperti itu, kalau pun tak dapat jarahan bagus, bermalam dengan wanita saja sudah cukup.

Prabu tersenyum, "Kalau begitu sambil saja dia dan aku akan pergi." Berjalan mendekati sepedanya yang masih tumbang.

"Tidak! Apa kau gila?!" Kemala berusaha berdiri, tetapi kakinya yang sakit, membuat semua usaha jadi mustahil.

Dua bandit tertawa kembali, "Kami akan melakukannya dengan pelan, jangan kawatir, Cantik."

"Prabu! Apa kau gila?!" Kemala menangis, mengambil apa pun di sekitarnya, dan dilempar ke bandit. Batu, rumput, bahkan ranting, semua yang bisa diangkat, dilempar pula agar bandit itu melepaskannya.

"Kakimu sakit, kan? Kita akan mati kalau tidak menurut, lagi pula aku tidak akan menganggap ini serius, aku pergi!" Prabu naik sepeda dan mengayuh menjauh.

"Prabu! Berengsek! Pergi kalian!!" Tak mengira pria gila itu malah melemparnya seperti ini. "Jangan sampai aku mematahkan tanganmu!" Kemala tahu ancamannya tak berarti, tetapi diam saja bukanlah pilihan, dan dia tak akan pernah memaafkan Prabu.

"Semakin marah ternyata kamu semakin cantik, ya? Jangan takut, aku sudah sering menangani yang seperti ini, setelah kusentuh, kamu akan memintanya lagi, dan lagi. Hahahaha." Berjongkok di depan wanita itu dan mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah.

"Pergi!" Menepis tangan kotor itu dari hadapannya.

"Aku akan memeganginya." Salah satu bandit menangkap tangan wanita itu dan menguncinya di belakang.

Sedangkan yang satu lagi sudah menurunkan sarung, "Kita bersenang-senang, Cantik." Berdiri di depan wanita itu dan menyodorkan miliknya yang masih loyo.

Kemala menutup mulut serapat mungkin, air mata yang jatuh tak tahu malu tak dihiraukan, dia lebih baik mati dari pada melayani dua pria yang bahkan tak pernah ditemuinya ini.

"Ayo, kulum!" Pria yang berdiri menampar wanita itu dan menyodorkan miliknya lagi lebih dekat, "Pegang! Jangan sampai lepas!"

Pria satunya terkekeh sambil berdiri di belakang agar kepala wanita itu tak terus bergerak.

"Ayo, kulum!" Mendorong di mulut yang tetap tak juga terbuka malah semakin mengatup. "Ternyata kamu suka cara yang kasar, ya? Ayo, tarik!"

Pria satunya menarik tangan hingga empunya merebah, membiarkan temannya mengangkat kaki hingga wanita yang terus saja memberontak itu terlentang di tanah, "Jangan paksa kami bertindak kasar, Cantik. Ini enak, kamu pasti suka, jangan jual mahal dulu."

Kemala menendang-nendangkan kaki, meski tetap tak mengenai apa pun karena dua tangan yang menahan pergerakan. "Lepaskan aku! Lepas!!" Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi, Kemala tak juga menyerah, sengaja seperti itu agar dibunuh saja dari pada diper kosa.

"Kamu tidak mau menurut juga?! Jangan salahkan jika aku-akh!" Pria itu limbung hingga tersungkur dan punggungnya terasa berat sekali.

Kemala menoleh, ingin tahu apa yang terjadi, "Prabu." Tangisnya makin menjadi meski bibirnya tak mampu bersuara.

Jangan Katakan MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang