1.

47 17 0
                                    

Malam ini kursi stasiun terasa dingin, angin malam menyapu wajah dengan lembut. Suasana ketika menunggu kereta terakhir ditemani rasa sepi adalah yang terbaik. Sendirian menikmati keheningan dengan sekaleng kopi. Peluh keringat mengering, yang tersisa hanya rasa lelah menggerogoti punggung, mencabik-cabik otot, menarik energi di setiap pembuluh darah, berakhir pasrah.

Lelah sekali rasanya.

Di usia 17 tahun ini, bocah SMK berpipi gembil dengan seragam putih abu, serta almamater jurusan itu sedang bergelut dengan Prakerin. Orang gila mana yang rela bolak-balik dari tempat Prakerin menaiki kereta terakhir jam 10 malam, memakan perjalanan waktu kurang lebih setengah jam menuju rumah.

"Persetan dengan pulang telat, kayaknya gue beneran kudu ikut ngekost." Aydan bermonolog, menenggak sekaleng kopi sisa setengah. Matanya melirik kanan kiri, terlihat hanya ada beberapa manusia dewasa yang mengisi kekosongan di stasiun Padalarang.

Setelah kafein di tangannya tersisa tinggal kaleng kosong, lantas matanya mencari tempat sampah. Tak jauh darinya, ada tong sampah bersebelahan dengan kursi panjang menghadap rel. Kursinya tampak sepi, hanya diisi oleh satu orang yang sepertinya sedang melamun.

Karena Aydan malas jalan, jadi ia lempar saja. Berharap masuk tong sampah, tapi malah kena belakang kepala orang.

Terkejut luar biasa, Aydan melotot. Ia panik dan segera menghampiri orang tersebut yang kini tengah beranjak, mengusap kepalanya sambil celingak-celinguk. Setelah dirasa ada yang mendekat, lantas orang itu menoleh.

Aydan memasang raut bersalah sambil menyatukan kedua telapak tangan di depan dagu. "Kak mohon maaf gak sengaja," katanya, setelah mereka berhasil kontak mata.

Cowok yang terkena lemparan kaleng tersebut tampak lumayan kesal, meski pada akhirnya menghela napas pasrah. "Gapapa," singkatnya.

Aydan merasa lega karena tidak dimarahi. Ia masih berdiri menatap manusia dihadapannya, alisnya sedikit berkerut, matanya memicing, terlihat sedang mengingat sesuatu.

"Kenapa?"

Tersadar, Aydan menggaruk belakang lehernya dan tersenyum kikuk. "Gapapa, maaf ya sekali lagi." Kemudian melangkah ke belakang kursi, ke tempatnya semula———bersandar pada dinding.

Terlihat cowok tadi duduk kembali. Namun Aydan masih memicingkan mata, menatapnya dari belakang. Karena jiwa penasaran masih menggebu-gebu, lantas Aydan kembali melangkah guna menghampirinya.

"Maaf, Kak." Keberadaan Aydan membuat cowok berjaket tebal itu mendongak seraya melepas earphone, ekspresinya sedikit kebingungan begitu mendapati bocah SMK itu yang kembali meminta maaf.

"Ya?" tanyanya.

Entah mengapa jantung Aydan berdebar kencang, ia jadi gugup untuk bertanya. "Kak Khaleel, ya?"

Cowok tadi bengong sambil mengerjapkan matanya beberapa kali. Dari situ, Aydan hampir menampar dirinya sendiri karena malu, sepertinya dugaan Aydan salah.

Aydan salah orang.
















































"Loh, masih inget ternyata?"

××

From The Moon | MinsungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang