Chapter 01

6.6K 55 14
                                    

"Hari ini salju turun cukup tebal, Pak. Tolong hati-hati."

"Kau memperlakukanku seperti kakek-kakek tua yang sudah mau mati saja, Han."

Pemuda muram pendiam itu berbisik kecil. "Yekan situ emang sudah tua."

"Kedengaran, loh."

"Ya maap."

"DASAR BODOH! PEREMPUAN NGGAK GUNA! MATI SAJA SANA! PELACUR TUKANG SELINGKUH! SAMPAH!"

Begitu aku turun dari mobil, seorang laki-laki berwajah setengah kentang setengah babi gunung keluar dari sebuah rumah makan kecil tidak jauh dari kami. Jalannya sempoyongan sambil masih memaki-maki angin lalu. Aku melihat ke arah jam tanganku, masih jam dua siang.

Masih terlalu siang untuk membungkam mulutnya.

Aku berjalan ke arah rumah makan yang baru saja ditinggalkan makhluk buruk rupa itu.

"Pak, maaf saya mungkin lancang, tapi saya sampai sekarang masih penasaran sih, Pak," komentar Han yang mengikuti di belakangku. "Kenapa Bapak selalu mengirim uang untuk mendiang wanita yang tinggal tempat terpencil dan kumuh seperti tempat ini?"

Tahan.

Tahan, Rhodes.

Jangan tunjukkan. Ini masih terlalu siang.

"Bapak pernah punya hubungan spesial dengan wanita itu?" Tanya Han lagi makin menuntut saat aku mengacuhkannya.

"Kau tidak tahu, Han? Tempat terpencil dan kumuh seperti ini adalah kampung halamanku. Dan wanita yang katamu meninggal bulan lalu itu sudah kuanggap seperti kakak perempuanku sendiri. Aku berhutang nyawa pada keluarga kecilnya."

Han diam setelah itu. Dia terus mengikuti langkahku sampai aku membuka warung makan kecil itu.

"M-maaf, kami... kami masih belum buka. Maaf... maaf sekali."

Sesosok wanita muda, dengan tubuh ringkih, gemetaran, rambutnya acak-acakan, sedang berlutut di lantai. Kedua tangannya memeluk sesuatu di dadanya, seakan sedang dia sedang lindungi sosok kecil mati-matian. Sesosok bocah yang kira-kira baru berumur setahun.

"S-saya tahu ini sudah lewat jam makan siang, Tuan. Tapi maaf, warung makan kami—"

Wanita itu seakan tertelan dalam kebingungannya saat aku menyelimuti tubuh ringkihnya dengan jasku.

"T-tuan?"

"Aku pulang, Mei," bisikku di telinganya seraya memperat pelukanku dibalik jas yang menyelimuti tubuhnya yang gemetaran. "Halo."

Mei, masih kebingungan, mengangkat wajahnya untuk melihatku.

Pipinya berdarah. Bibirnya sobek. Di lehernya ada bekas cekikan sampai biru.

"Si-siapa, Anda?" Tanyanya kebingungan.

"Zhao Long. Ingat?"

Wajah Mei terlihat sangat syok. Dia tidak terlihat seperti mengingatku setelah aku menyebutkan namaku. Tapi begitu saja gadis itu pingsan dalam rangkulanku. Sedangkan di anak kecil dalam pelukannya, masih mengamatiku, lalu mengamati Mei, kemudian meletakkan kepala kecilnya ke pundak Mei juga.

"N-nyonya?! Apa Anda baik-baik saja?!"

"Apa kau bercanda menanyakan itu pada wanita yang pingsan?" Aku menggendong Mei dan si bocah itu di depan dadaku, kemudian berjalan kembali ke arah mobil.

"Han."

"Ya, Pak?"

"Panggil Tian untuk menghadapku secepatnya."

"T-Tian? Tian si barbar itu, Pak?"

"Lalu hubungi dokter Wu. Kita akan pergi ke rumah sakit."

"Baik!"

Mei - My Beautiful Muse 🔞 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang