"Mas, itu tasnya letak di tempat tas dong mas. Jangan berserak begitu." Tutur Jolicia saat Noah berlari ke arahnya diikuti dengan Juna dan Haican.
Noah menghentikan kakinya, lalu berbalik dan segera menuruti perkataan Mamanya. "Sorry, ma. Mas mau gendong adek, sini gendong."
"Bersih-bersih dulu. Jangan dekat sama adek kalau belum bersih. Kuman." Ucap Juna sebelum Jolicia angkat bicara. Sebagai abang untuk tiga adiknya, tak heran jika Juna sedikit keras dan tegas.
Ketiganya pun naik masuk ke kamar yang memang berada dilantai satu lalu mulai membersihkan diri. Juna dan dua adiknya memang satu kamar, hal ini atas keinginan Haican yang berkeinginan untuk tidur bersama Juna dan Noah. Singkatnya, Haican takut tidur sendirian.
"Aa! Mas! jangan lari-lari." Teriak Juna dari dalam kamar.
Jolicia yang mendengar itu menghela nafas. Ia melihat jika sumber amarah Juna memang sedang berlari kearahnya.
"Kenapa lari-lari? Gak dengar abang sudah marah?" Tanya Jolicia.
Haican menunjuk Noah. "Mas tuh, Aa bilang cuma mau gendong adik."
Noah mendelik. "Kan, Mas duluan yang minta gendong tadi."
"Iya, Aa nanti ya gendongnya setelah Mas." Ujar Jolicia mencoba memberi pengertian kepada si anak ketiga.
Haican yang merasa tidak dibela pun menghentakkan kakinya kesal. "Selalu begitu. Mama gak sayang sama Ican. Gak suka sama Mas!"
Haican berlari masuk kembali ke dalam kamar. Noah yang merasa kembarannya marah pun berdiri tak bergeming. Juna yang baru keluar kamar terkejut melihat Haican dengan wajah sembab.
"Kenapa nangis?" Tanya Juna menghadang Haican yang hendak masuk.
"Geser! Aku mau masuk."
Juna bergeser, memberi Haican jalan untuk masuk ke dalam kamar. Meski petakilan begitu, haican memiliki perasaan yang lebih sensitif jika dibanding dirinya dan adik pertamanya, Noah.
Juna berjalan cepat ke ruang keluarga. "Mama, jangan sedih. Aa emang suka marah-marah. Nanti Abang bantu bicara ke Aa."
Jolicia hanya mengangguk. Namun di dalam lubuk hatinya jelas ia merasa sakit saat mendengar anaknya berkata seperti itu.
"Mas sini, gendong adik." Ujar Jolicia memanggil Noah yang memang menatap nanar ke atas tempat kamar mereka berada.
Noah menggeleng. Bibirnya melengkung kebawah. "Aa aja. Mama ayo temui Aa. Aa nangis, hati mas sakit."
Jolicia mengangguk. Ketiganya berjalan kearah kamar. Namun saat akan membuka handle pintu, tidak bisa dibuka. Haican menguncinya dari dalam.
"Aa, buka pintunya. Aa belum makan loh. Nanti, tummy nya sakit. Mama minta maaf ya, mama sudah masak makanan kesukaan Aa." Seru Jolicia namun tak ada balasan.
"Haican! Buka pintunya atau lego kamu abang buang." Kini gantian Juna yang berucap dengan sedikit mengancam. Tampaknya ancaman itu manjur. Terdengar suara pintu yang terbuka.
Jolicia langsung berjongkok lalu memeluk anak ketiganya itu. Posisi ini memang sedikit menyulitkan baginya dengan Jaemin yang masih berada di gendongannya.
"Mama minta maaf ya Aa. Mama sayang sama Aa, mama gak mungkin beda-bedain kasih sayang mama ke kalian. Kalian anak mama. Kalian hidup mati Mama. Hati Aa pasti sakit ya." Lirih Jolicia dengan suara lirih.
Noah yang merasa bersalah mendekat ke arah Haican. Haican melihat itu. Ia melihat jika kembarannya itu tertunduk memelas. Namun, ia abai sementara dan menikmati hangatnya pelukan sang ibunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
IRREPLACEABLE | 나잼
General FictionLahirnya ia menjadi pemersatu diantara dua keluarga yang selalu bersitegang. Tak pernah terbayangkan jika nasibnya dibawah kendali sang keluarga. Jaemin Candela, biasa dipanggil Jaca merupakan bungsu kesayangan Candela dan Arthayasa. Sedari kecil hi...