28

269 42 9
                                    








[Gala Bunga Matahari - Sal Priyadi]





















Hari yang suram, hari ini adalah hari yang paling di benci oleh semua orang. 'kehilangan' merupakan sakit yang tak akan pernah sembuh. Apalagi jika kehilangan seseorang yang sangat berarti untuk kita.

Hitam adalah warna yang melambangkan duka, kesedihan, kesepian. Ada banyak sekali orang orang yang datang dan pergi di dunia ini. Tapi jika sudah pergi kita akan merasakan 'kehilangan' raga yang tak dapat kita temukan lagi.

Raga yang tak dapat kita genggam lagi, raga yang tak bisa kita lihat lagi kehadiran nya. Suara yang kian demikian akan memudar dalam ingatan kita.

Pemakaman sudah menjadi tempat umum dimana seseorang yang kehilangan jiwa nya akan di semayamkan. Pemakaman merupakan rumah terakhir bagi setiap orang yang berjiwa.

Seperti sekarang, banyak nya orang yang memakai pakaian hitam, dengan kacamata serta payung yang bernuansa hitam juga.

Di sekeliling nya adalah hamparan tanah yang sudah banyak gundukan tanah, di hiasi dengan rumput rumput hijau yang menyegarkan mata.

Namun, tempat ini tetap menjadi ketakutan paling besar setiap orang yang merasa kehilangan seseorang yang sangat berharga nya.

Nisan yang sangat cantik, dengan bahan batu ataupun kayu. Setiap gundukan tanah yang di hias dengan taburan bunga.

Zean memandang sendu nisan di depannya. Dirinya sudah tidak mampu untuk menangis lagi. Dia sudah berjam jam menangisi kepergian seseorang yang berharga untuk nya.

Dirinya menyalahkan diri sendiri karena gagal menjaga seseorang di depannya, dengan pakaian hitam yang sudah lusuh dan terkena tanah dia tidak ingin beranjak.

"Maafin aku" Gumam Zean.

Teman temannya menghela nafasnya, mereka mencoba tegar setidaknya di depan Zean. Laki laki yang biasa mereka lihat dengan seribu kejahilannya itu sedang rapuh.

"Zee ayo pulang" Ucap Aran.

Zean menggelengkan kepalanya, dirinya masih betah memandangi nisan di depannya.

"Duluan. Gue masih mau temenin dia disini, gue gamau dia sendirian" Ucap Zean.

"Ada anak lu yang nunggu Zee, ayo pulang" kali ini yang membujuk adalah Adel.

Zean hanya diam, dirinya masih ingin menemani seseorang yang baru saja meninggalkan nya.

Zean semakin merasa bersalah atas dirinya yang tak bisa menjaga seseorang yang berharga untuk nya.

Adel mengepalkan tangannya, dirinya juga sedih. Begitupun dengan Aran dan lainnya, mereka merasakan kehilangan juga.

Chika menarik Aran ke pelukannya, Chika paham. Sekarang Aran sedang menahan semuanya demi terlihat baik baik saja di depan Zean.

Freya menoleh ke Floran, dirinya menggenggam erat tangan Floran, memberikan kekuatan juga kepada laki laki di samping nya itu.

"Aku ga mau lihat Zean dengan keadaan kaya gini chik" Bisik Aran.

Chika mengangguk dan semakin memeluk erat tubuh Aran. Dirinya selama ini bisa melihat bagaimana keeratan pertemanan mereka semua.

"Ini udah fase setiap manusia Aran. Setiap yang bernyawa akan pergi seiring takdir berjalan" Ucap Chika.

"Ga akan ada yang selamanya. Ini hanya dunia maya, ga akan ada yang abadi. Semua akan kembali kepada sang pencipta. Kita boleh sedih, tapi kita gabisa berbuat apapun. Ini takdir yang sudah Tuhan kasih. Kita gabisa nolak hanya karena kita ga suka" Chika mencoba memberikan pengertian kepada Aran dan Zean, dia sengaja mengencangkan suaranya.

"Zee, kalau lu kaya gini. Kasian dia, dia ga bakalan bisa pergi dengan tenang. Biarin dia menjadi bidadari yang indah dan cantik. Anak lo butuh lo, anak lo nungguin lo Zee" Ucap Freya.

Zean mencengkram nisan di depannya. Dirinya kembali menangis, yang lain langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Maafin aku, maafin aku" Ucap Zean dengan isakan yang pilu.

Adel yang tak kuat langsung menarik Zean ke pelukannya, dirinya langsung menumpahkan air matanya di pundak Zean. Begitu pula dengan Zean.

Deringan telfon dari handphone Zean mengalihkan perhatian mereka semua. Zean langsung mengambil handphone nya, disana mami nya menelfon.

"Sudah nak. Ayo pulang. Disini ada yang membutuhkan kamu"

"Alve... Menghembuskan nafas terakhirnya Zean"

Bagaikan di sambar petir mendengar ucapan mami nya. Dirinya mematung, handphone di tangannya terjatuh bahkan dia menjatuhkan tubuhnya.

Adel langsung menangkap tubuh Zean, dia mendengar nya. Semuanya mendengar nya. Mereka tak kalah terkejut dengan informasi yang diberikan mami Shani.

"Ayo Zee. Fiony lebih butuh lu" Ucap Aran.

Zean langsung bangkit, dirinya menatap sekali lagi nisan dengan ukiran nama seseorang yang pernah mengisi hari harinya.

Lalu Zean segera berlari di ikuti Aran, Chika, Floran, dan Freya. Adel menatap nisan itu dengan senyum dan tatapan sendu. Wanita yang ia cintai dalam diam telah pergi, dan tak ada lagi wanita yang mengisi hari harinya seperti sebulan terakhir ini.

"Sha.. aku pergi ya, aku wakilin ka Zee kamu juga. Kita pamit, kalau ketemu ka Fio, bilangin untuk kembali. Zee bakalan hancur banget Sha. Terimakasih ya karena selama ini kamu udah biarin aku dan izinin aku untuk dekat sama kamu. Aku cinta kamu Sha" Lirih Adel dan setelahnya dia pergi meninggalkan area pemakaman itu.

"Marsha Lenatta Adajaya"

Gadis periang dan manis yang di balik semua sifat ceria nya dia menyimpan banyak duka dan kesedihan. Gadis cantik dan baik itu telah pergi, membuat banyak hati yang patah karena kepergian nya.

Semoga tenang disana. Semua doa selalu di panjatkan untuk orang yang baik.





See you next part!!




Update sekarang soalnya besok takut ga sempet, karena aku akan pergi dengan teman teman aku hahaha..

Semoga suka!!

YOU AND METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang