Bab 9: Dimas Tampil

11 4 0
                                    

Pagi itu, aula besar di gedung kesenian dipenuhi semangat dan antusiasme para peserta lomba. Dimas duduk di deretan kursi paling depan, mencoba menenangkan diri sambil memperhatikan peserta lain yang sibuk mempersiapkan diri. Tapi sayangnya Bi Reni tidak dapat hadir untuk mendukung dan melihat langsung penampilan Dimas karena Bi Reni sedang sakit. Piano hitam besar yang berkilauan di tengah panggung tampak begitu megah, dan bayangan dirinya yang akan segera memainkan tuts-tuts itu membuat jantungnya berdegup semakin kencang.

Andi duduk di sebelahnya, mencoba memberikan semangat.

"Gimana, Dim? Udah siap belum? Ini kayaknya bakal jadi panggung terbesarmu sejauh ini." ucap Andi.

Dimas tersenyum tipis, meski matanya menunjukkan kekhawatiran.

"Siap nggak siap, ya harus jalan, Ndi," ucap Dimas.

"Tapi aku yakin kamu bisa Dim, kan udah latihan keras, tinggal nikmatin aja." ucap Andi.

Dhea, yang baru saja tiba, mendekat dan membawa sebotol air. Ia tersenyum hangat saat melihat Dimas.

"Nih, minum dulu. Biar tenang. Kamu pasti bisa, Mas. Ingat, kamu main piano bukan cuma buat menang, tapi buat menikmati setiap not yang kamu mainkan." ucap Dhea.

"Makasih, Dhe." ucap Dimas.

Tiba-tiba, suara pembawa acara terdengar di seluruh aula, dan tiba saatnya pesarta lomba untuk tampil. panggilan peserta pertama membuat Dimas bisa merasakan ketegangan di udara semakin meningkat.

"Baiklah kita akan segera memulai lomba musik regional. Mari kita sambut peserta pertama, Anggi dari SMA Nusantara silakan naik ke atas panggung!" ucap pembawa acara.

Dimas memperhatikan peserta pertama yang berjalan ke arah panggung, memainkan sebuah sonata dengan penuh kepercayaan diri. Seluruh ruangan terdiam, hanya terdengar suara lembut piano mengalun. Dimas merasa campuran perasaan gugup dan antusias dalam dirinya semakin memuncak.

Saat peserta pertama selesai dan tepuk tangan bergema di aula, semua para peserta telah tampil dengan maksimal dan tibalah saatnya giliran Dimas untuk tampil.

"Berikutnya, kita panggil Dimas Ardian dari SMA Harapan Bangsa. Silakan!" ucap pembawa acara.

Dimas berdiri, menggenggam erat tangannya untuk menenangkan diri. Dengan langkah mantap, meski ada sedikit getaran di kakinya, ia berjalan menuju panggung. Setelah duduk di depan piano, Dimas menatap deretan tuts yang akan segera ia mainkan. Suara riuh di ruangan seketika hening saat Dimas menempatkan jemarinya di atas tuts, bersiap untuk mengalunkan melodi yang telah ia latih berbulan-bulan. Jemarinya sudah siap di atas tuts piano, menunggu aba-aba dari dalam dirinya untuk mulai bermain.

Dengan tarikan napas dalam, Dimas mulai menekan tuts pertama. Melodi lembut yang mengalun mengisi ruangan, membuat suasana menjadi hening. Penonton terpaku, tak ingin melewatkan satu nada pun yang Dimas mainkan.

Dhea menggenggam tangan Andi erat-erat, menahan napas saat mendengar permainan Dimas. Ada sesuatu yang berbeda dalam cara Dimas bermain kali ini. Setiap nada terdengar penuh emosi, seolah-olah Dimas sedang menceritakan sebuah kisah melalui musiknya.

"Dia mainnya dalem banget ya, Dhe. Kayak bener-bener ngehayatin setiap nadanya." ucap Andi.

"Iya, aku bisa ngerasain perasaannya lewat permainan dia. Ini Dimas yang aku kenal... dia selalu main dari hati." ucap Dhea.

Di atas panggung, Dimas semakin tenggelam dalam permainannya. Setiap nada mengalir dengan lancar. Saat ia mencapai bagian klimaks dari lagu yang ia bawakan, Dimas menekan tuts dengan penuh keyakinan, menciptakan suara yang begitu indah dan menggugah perasaan. Penonton terlihat terhanyut, menikmati musik yang dimainkan oleh Dimas.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti sekejap, Dimas memainkan nada terakhir. Suara piano perlahan memudar, meninggalkan keheningan yang mendalam di aula. Dimas menarik napas panjang, kemudian berdiri dan membungkukkan badan sebagai tanda terima kasih kepada penonton. Tepuk tangan meriah segera membahana, memenuhi seluruh ruangan.

Dhea dan Andi berdiri, bertepuk tangan dengan antusias, senyum bangga tergambar jelas di wajah mereka.

"Kamu berhasil, Dimas! Kamu main luar biasa!" teriak Dhea.

Dimas turun dari panggung dan kembali ketempat duduknya dengan wajah yang berseri-seri, meski masih ada sedikit rasa lelah di matanya. Tapi yang paling penting, ia merasakan kelegaan yang luar biasa.

"Kamu keren banget Mas," ucap Dhea sembari mengacungkan kedua jempolnya.

"Iya Dim kamu keren banget kayak nya kamu yang bakal menang nih," ucap Andi.

Setelah semua peserta selesai tampil, suasana di aula mulai sedikit santai. Para peserta duduk kembali di tempat masing-masing, menunggu dengan cemas hasil penilaian dari juri. Begitu juga dengan Dimas mencoba untuk tetap tenang meski hatinya tak henti-hentinya berdebar.

Dhea menoleh ke Dimas, memperhatikan ekspresi wajahnya yang tegang.

"Dim, nggak usah terlalu dipikirin. Apapun hasilnya, kamu udah kasih yang terbaik." ucap Dhea.

"Iya, Dhe. Tapi tetap aja rasanya deg-degan. Soalnya ini lomba besar, dan semua peserta juga hebat-hebat." ucap Dimas.

Tiba-tiba, pembawa acara naik ke atas panggung, membawa amplop yang berisi nama-nama pemenang. Semua mata tertuju padanya, suasana kembali tegang.

"Terima kasih kepada semua peserta yang sudah memberikan penampilan terbaik mereka hari ini. Sekarang, tibalah saat yang kita tunggu-tunggu. Kami akan mengumumkan para pemenang lomba musik regional tahun ini." ucap pembawa acara dengan meriah.

Dimas merasakan jantungnya berdebar semakin kencang. Ia menggenggam erat tangan Dhea di satu sisi, dan Andi di sisi lain, berusaha menenangkan dirinya.

"Baiklah, kita mulai dari Juara Ketiga... Selamat kepada... Anggi dari SMA Nusantara, beri tepuk tangan yang meriah!" ucap pembawa acara.

Tepuk tangan meriah memenuhi aula ketika seorang peserta berdiri dan berjalan ke depan panggung untuk menerima piala. Dimas menatapnya dengan penuh rasa hormat, mengakui kemampuannya yang luar biasa.

"Selanjutnya, Juara Kedua jatuh kepada...  Andin Putri dari SMK Citra Bangsa beri tepuk tangan yang meriah!" ucap pembawa acara.

Sekali lagi, aula dipenuhi dengan tepuk tangan saat peserta lain berjalan ke depan panggung. Dimas merasa campuran antara harapan dan ketegangan di dalam dirinya. Ia tahu bahwa hanya ada satu nama lagi yang akan disebutkan, dan itu akan menentukan segalanya. Pembawa Acara membuka amplop terakhir, tersenyum lebar, dan berkata dengan antusias.

"Dan Juara Pertama lomba musik regional tahun ini adalah... Dimas Ardian dari SMA Harapan Bangsa beri tepuk tangan yang meriah!" ucap pembawa acara.

Aula meledak dengan tepuk tangan dan sorakan. Dimas merasa seperti dunianya berhenti sejenak. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dhea dan Andi langsung memeluknya dengan gembira.

"Dim, kamu menang," ucap Dhea.

"Aku bilang apa, Dim! Kamu yang bakal menang di sini!" ucap Andi.

Dimas, dengan mata berkaca-kaca, berjalan ke arah panggung. Setiap langkah terasa seperti mimpi. Ia menerima piala dari juri, dan saat berbalik untuk melihat penonton yang memberikan tepuk tangan meriah, ia merasa seperti beban besar telah terangkat dari pundaknya.

"Selamat kepada Dimas! Penampilan kamu tadi sungguh luar biasa, penuh dengan emosi dan teknik yang sempurna." ucap pembawa acara.

Dimas mengambil mikrofon dengan tangan gemetar, berusaha mengucapkan kata-kata.

"Terima kasih banyak... Ini semua berkat dukungan teman-teman, keluarga, dan guru-guru yang selalu ada untukku. Aku nggak akan ada di sini tanpa mereka. Terima kasih." ucap Dimas dengan penuh semangat.

BERSAMBUNG

Untuk pertama kalinya aku menulis, mohon maaf jika ada salah kata yaa, karena aku bukan profesional melainkan pemula.

Jangan lupa vote, komen dan share yaa, biar aku semakin semangat buat nulis
Terima kasih.

dearlylili

Silent PresenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang