Four

83 6 11
                                    

Bug!

Bug!

Bug!

Tangan gadis itu terus memukul dada pemuda yang ada di hadapannya,

"Hiks.. hiks.. Jahat!" teriaknya, tangisnya kian mengeras,

"Kenapa? hiks.."

"JAWAB! Jangan diam aja!" teriaknya, kesal karna pemuda di hadapannya terus saja bungkam,

"Maafin aku.." lirih pemuda itu akhirnya, mengeluarkan suara juga.

"Hah? Maaf? Cuma maaf aja?"

"Katakan lebih banyak! Bukan maaf yang mau aku dengar, tapi penjelasan dari kamu!"

Gadis itu terlihat sangat kecewa, menangis saja rasanya kurang. Tangannya terangkat untuk menutupi wajahnya sendiri. "Hiks.. hiks.. kenapa kamu mudah banget buat nyakitin aku kaya gini?!" tubuh gadis itu merosot, energinya untuk berdiri saja rasanya sudah tidak ada.

"Sheryl!" seru pemuda itu, berusaha menahan tubuh sang gadis,

"JANGAN SENTUH AKU!" gadis bernama Sheryl itu memberontak, menepis tangan dan memukul pemuda itu.

"Sheryl, jangan begini.."

Gadis itu terkekeh lirih, "Apa? Jangan begini?"

"Sheryl.."

"Stop! Jangan maju lagi!" Sheryl mundur, menghindari lawan bicaranya.

"Maafin aku, jangan kaya gini Sheryl.."

"Puas kamu sekarang buat aku kaya gini?!"

"Puas kamu kak?!"

"Kenapa harus kamu? hiks.. Kenapa harus orang yang aku cintai yang bikin ayahku celaka.."

"Selama ini kenapa kamu diam aja kak?! Kamu.. hiks.. ternyata kamu yang nabrak Ayah.."

"Sekarang Ayah pergi! Ayah ninggalin aku sendiri! Dan itu karna kamu!"

"Aku benci kamu kak! Aku ngga mau ketemu kamu lagi! Aku mau putus!"

"Maafin aku She, Aku benar—benar ngga sengaja, aku.. aku takut, jangan putusin hubungan kita.."

Plak!

Sheryl menamparnya, dengan mata merah penuh emosi,

"Bajingan! Itulah alasan kenapa aku ngelarang kamu mabuk! Membuat sial orang lain!!!!" makinya, penuh amarah.

CUT!

"Ya bagus!" teriak sang sutradara, tanda scene terakhir berakhir. Sutradara dan para crew bertepuk tangan dan saling mengucapkan terima kasih satu sama lain.

Juan mengulurkan tangannya, membantu Annya berdiri, yang di sambut Annya dengan senang hati.

"Good job Annya!" puji Juan, mengangkat kedua jempolnya.

"Makasih kak! Good job juga buat kamu!" balas Annya, tersenyum malu—malu.

"Acting kamu keren banget, aku selalu terkesan.." ujar Juan, kembali memuji Annya.

"Thank you ka Juan, sebuah kehormatan buat aku bisa beradu Acting sama kamu dan senior yang lain."

Tangan Juan terangkat, mengusap lembut kepala Annya. Ini hari terakhir mereka take scane. Artinya ini juga hari terakhir mereka ketemu. Jika menunggu perilisan dan promo film yang mereka bintangi saat ini, tentu saja masih belum tahu kapan.

"Sama-sama Ann, kalau gitu aku duluan ya!" baru berapa langkah, tapi Juan kembali berhenti. Annya menahan tangannya, "Kenapa Ann?" tanya Juan, merasa bingung.

Our JuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang