Seven

79 6 27
                                    

Plak!

Suara tamparan itu menggema karna terlalu keras, Juan menyentuh pipinya yang terasa mati rasa, "Pih?! What wrong with you???" ujar Juan, dia baru saja pulang dari mengantar Rora, tapi harus dikagetkan karna papinya yang menamparnya tanpa aba—aba.

"Anak kurang ajar!" teriak lelaki paruh baya itu, tangannya kembali terangkat, menunjuk Juan dengan penuh emosi, "Berani—beraninya kamu bohongi papi!"

"Maksud papi apa sih?! Bohong apa? Kenapa main tampar aku gini????"

"Kamu pikir papi ngga tahu? Siapa Annya?!!!"

Juan tercekat, bahunya menurun, "Pih.." ujar Juan dengan nada melemah,

"Jangan pasang muka kaya gitu Juan, Papi tanya sama kamu, siapa itu Annya?! Ada hubungan apa kamu sama dia?"

"Nothing Pih, we're just a friend. She's my partner on a new project." jawab Juan dengan jujur.

"Kamu pikir papi percaya? Kamu jangan coba—coba membodohi papi, Juan, papi lihat sendiri pesan yang perempuan itu kirim di hp kamu!" ujar papi Juan, tangannya meraih saku celananya, mengeluarkan hp Juan, dan melemparnya ke atas meja yang ada di hadapan mereka.

Juan menghela nafas lelah, sial sekali. Alih—alih ketahuan Rora, Juan malah ketahuan papinya,

"Pih—"

"Diam kamu!" ujar papi Juan, membuat Juan bungkam, tangan pria paruh baya itu terangkat, menunjuk muka anak bungsu—nya, "Kamu harus ingat Juan, Rora itu menantu pilihan di keluarga ini, hanya Rora yang akan jadi istri kamu, dan kamu sendiri sudah janji ke papi untuk nikah sama Rora!"

"Iya pih, aku beneran ngga ada apa—apa sama Annya. Aku pure cuma bantuin dia as a friend aja, maaf aku ngga jujur tadi udah bantuin dia, aku ngaku aku salah." jelas Juan, mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah, dan berharap sang papi mempercayainya.

"Oke. Tapi Rora jangan sampai tahu, papi ngga mau calon menantu papi sedih karna kelakuan bodoh kamu!"

Juan menundukan wajahnya, "Baik pih.."

Papi Juan menepuk bahunya, "Good, lakukan tugas kamu buat jaga Rora dengan baik!"

Setelah menepuk bahu Juan dua kali, lelaki paruh baya itu pergi memasuki ruang kerjanya. Meninggalkan Juan yang masih berdiri kaku di posisinya.

Bagaimana papinya bisa tahu? pikir Juan,

Tentu saja tanpa Juan sadari, saat dirinya buru—buru mengantar Rora, hpnya tidak sengaja dia tinggalkan sembarangan.

Tentu saja tanpa Juan sadari, saat dirinya buru—buru mengantar Rora, hpnya tidak sengaja dia tinggalkan sembarangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juan dan Annya semakin dekat, gadis itu sering menghubungi Juan terlebih dulu. Entah itu urusan penting—sampai ngga penting sekali pun. Juan yang merasa ber—simpati kepada Annya tentu saja berusaha membantu gadis itu semampunya. Seperti saat ini, gadis itu baru saja membeli Apartement guna melarikan diri dari keadaan rumahnya yang kacau. Dan secara implusif, gadis itu menghubunginya, dan meminta Juan untuk datang dengan alasan yang sedikit konyol. hei, kalau takut ngapain ngide tinggal sendiri kan?

Our JuanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang