08.

70 8 1
                                    

"Ahhhhh perihh....uhuk uhuk." Ucap Salira sembari terbatuk. Reynand yang berada di sampingnya segera membantu Salira membersihkan wajahnya dan meniup-niup mata Salira. Tapi sepertinya bedak yang masuk ke mata terlalu banyak.

Akhirnya Reynand membopong Salira ke wastafle dapur. Patra dan Nayla yang turut panik hanya mengekor dibelakang Salira dan Reynand dengan wajah cemas. Reynand segera membantu Salira mencuci wajahnya. Mengusapnya perlahan dan memastikan semua bedak di wajah dan mata Salira sudah hilang.

"Gimana masih perih?" Tanya Reynand khawatir.

"Iya."

"Bentar coba sini gue liat masih ada bedaknya gak di mata lo." Ucap Reynand sembari mengarahkan wajah Salira ke hadapannya dan membuka mata Salira yang masih terpejam karena perih. Reynand meniup-niup kedua mata Salira dengan perlahan.

"Kayaknya udah ga ada tinggal merahnya doang. Mending diobatin dulu aja." Kata Reynand setelah memastikan mata Salira.

"Iya."

Reynand akan kembli membopong tubuh Salira, namun gadis itu menolak. Salira meminta dipapah saja, kakinya masih bisa digunakan untuk jalan. Reynand menuruti permintaan gadis itu. Dia memapah Salira ke ruang tengah dibantu Patra. Sedang Nayla masih mengambilkan obat tetes mata untuk Salira.

"Ini obatnya Rey." Nayla menyodorkan obat tetes mata yang di ambilnya kepada Reynand. Lelaki itu juga yang membantu Salira mengobati matanya.

"Gimana masih perih?" Tanya Reynand setelah berhasil mengobati matanya. Bertepatan dengan itu Mami masuk ke dalam villa berniat akan mengambil minuman. Belum sempat menjawab pertanyaan Reynand, Mami sudah lebih dulu memberondong mereka dengan pertanyaan karena melihat konidis Salira yang berantakan.

"Caca kenapa bang, kok basah gitu bajunya? Itu putih-putih di jilbab kamu apa sayang?" Tanya Mami beruntun.

"Anu Mi, Emmmmmm..." Ucap Patra gagap.

"Anu kenapa? Yang jelas kamu klo ngomong bang." Tanya Mami tegas. Salira, Nayla dan Reynand memilih bungkam. Biarkan Patra saja yang menjelaskan hal ini pikir mereka.

"Itu tadi kan kita lagi main kartu, terus yang kalah diolesin bedak. Nah tadi Caca kalah, terus malah abang semprot bedak ke mukanya. Jadinya masuk ke mata Mi. Maaf ya Mi." Jelas Patra memelas. Dia juga merasa sangat bersalah dengan adiknya itu.

"Bang, abang tau itu bahaya kan. Klo sampe matanya Cacanya kenapa-napa gimana? Kamu mau gantiin mata Caca sama mata kamu emang. Klo mau bertindak mikir dulu deh, kamu tu udah gede, udah SMA bentar lagi juga lulus. Main yang aman-aman aja kenapa sih? Udah tau adeknya tadi jatuh di curug, kakinya masih cidera ini malah di tambahin. Minta maaf sama Caca sekarang." Omel Mami.

"Iya Mi abang salah."

"Ca maafin abang ya, lain kali ga gitu lagi, janji." Ucap Patra dengan wajah bersalahnya.

"Iya gak papa bang, mata aku juga udah gak papa kok."

"Awas kamu aneh-aneh lagi. Mami hukum kamu. Sana minta maaf ke Mama sama Papa. Jelasin, jangan nunggu di introgasi mereka kamu."

"Iya Mi." Ucap Patra, sembari berlalu menghampiri Mama dan Papa.

"Ayok ke gazebo, makanannya udah siap itu." Ajak Mami pada 3 remaja yang masih disana.

Mereka semua akhirnya berkumpul di gazebo. Tadi Patra sempat dimarahi Papinya, Papa dan Mama Salira hanya memberikan nasehat saja. Suasana tegang tak berlangsung lama, sebab semua memilih untuk melanjutkan menikmati malam barbeque mereka. Mereka duduk lesehan mengitari meja panjang di atas gazebo. Para remaja duduk disebelah kiri sedangkan para orang tua duduk disebelah kanan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang