BAB II : Cult 1925

47 15 4
                                    

Arcade Rooth—stasiun kereta gantung terbesar di Distrik 4. Pukul 20:55 waktu setempat. Beberapa anggota Battalion Windsteria mual-mual, mereka tak kuasa menahan asam lambungnya yang bergejolak. Bagaimana tidak, keadaan para korban benar-benar mengerikan.

Semuanya tewas mengenaskan dan mengalami kulit melepuh karena indikasi Singe & Doom, jenis obat terlarang paling bahaya di Nathuya dan tidak dijual belikan secara bebas. Satu di antara mereka mengalami isi perut terburai, dua lainnya kehilangan bokong, telinga, dan pipi hancur, sisanya kehilangan kemaluan bahkan nyaris termutilasi.

Dari luka yang timbul, menurut Mazuke Joe, kapten regu 7 Battalion Windsteria, korban kali ini dihabisi menggunakan Cult 1925, pedang panjang bergaya eropa yang diproduksi dan dijual bebas di Nathuya sekitar tahun 30'an. Menurutnya, pembunuhan kali ini juga dilakukan oleh kelompok profesional, seperti biasa.

Aroma busuk menyengat menembus masker gas yang dikenakan Ystello, kapten regu 1 sekaligus ketum lapangan Battalion Windsteria. Ystello mendengkus kesal. Pria dengan rambut dan kulit seputih salju itu mendesis. Irisnya yang biru indah membesar emosi.

“Luda, tempat ini mengerikan dan kau baik-baik saja?” protes Ystello dengan kesal. “Sampai kapan pembunuhan seperti ini akan terus terjadi?”

“Simpan rasa kesalmu, kita tidak datang untuk mengeluh!” jawab Luda melirik tajam.

Luda berjongkok untuk merapalkan doa di depan jasad para korban. Kapten regu 11 itu mengembuskan napas. “Turunkan lutut kalian!” titahnya, ia merapatkan kedua tangan di depan wajah. “Wahai Hamal Jauza, Sang Maha Kasih, terimalah kematian mereka, berilah mereka kebahagiaan setelah mereka melalui akhir hayat yang penuh derita.”

“Terpujilah Jauza!” sahut para anggota Battalion Windsteria yang bersimpuh di balik punggung Luda.

Para korban pun dievakuasi, sementara itu beberapa anggota dari regu 1, 7, dan 11 berpencar di sekitaran tempat kejadian. Luda, Ystello, Mazuke, juga sisa anggota lainnya berdiri membentuk lingkaran di balik mobil jip tempat persenjataan.

“Periksa semua CCTV di kawasan ini, pastikan para warga tidak keluar dari kediaman mereka untuk beberapa waktu!” ucap Luda dengan tegas. Mereka dengan sigap berpencar.

“Hei, akulah pemimpinnya!” protes Ystello ketika semua orang menuruti perkataan Luda. “Hei!” Nyaris tak ada yang peduli padanya.

“Kabari pihak keluarga korban, katakan dan mintalah izin agar korban dimakamkan oleh Battalion Windsteria,” kata Luda tegas. “Jika mereka meminta untuk melihat keadaan para korban, sebaiknya tidak kalian izinkan apa pun alasannya.” Luda kembali mengawasi tempat kejadian.

“Oi, anjing sialan!” panggil Ystello sambil mendekati. “Kenapa Jauza menghukum Nathuya di masa lalu?” Ia mencoba mendorong dada Luda.

“Karena layak.”

“Harusnya Ia menghukummu juga. Sialan!” Pria itu mengusap rambut putihnya kesal. Sedang Luda hanya tersenyum.

“Dulu dukun dari Mashuu, di lembah Growun tepatnya perbatasan Batler dan Salted Dome di wilayah timur laut Nathuya mengatakan, kalau tsunami datang karena Hamal Jauza murka atas berbagai kejahatan yang dilakukan manusia. Saat itu, Nathuya masih dipegang keluarga Springer. Mereka korupsi, nepotisme, dan membuat rakyat menderita. Banyak perbudakan antara pejabat dan rakyat jelata. Prostitusi juga, dijadikan lalap dan ladang mengais rezeki. Mereka lupa beribadah.”

“Leluhurku juga bilang, Nathuya saat itu seperti akhir zaman. Pada tahun 1900'an, pasca tsunami membumiratakan Nathuya, kejahatan karena kurangnya pasokan makanan, dan kemiskinan membuat orang berlomba-lomba menjarah. Mereka juga memburu hewan-hewan suci penjaga hutan serta gunung. Jauza sangat murka, manusia bergelimpangan karena alam yang mati. Saat itu benar-benar seperti neraka berjalan.”

REBELLION [END|Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang