LIAB-6

143 27 20
                                    

Cahaya hangat yang masuk melalui celah-celah ventilasi, benar-benar sangat menganggu.

Rita segera membangunkan dirinya dari tempat tidur, kemudian bersandar di kepala ranjang sambil mengusap kedua matanya yang masih memburam.

Beberapa saat kemudian, ia langsung teringat dengan kejadian yang tadi malam yang ia dan ruka lakukan.

Memikirkan itu membuatnya jadi teringat pada ruka.

Dengan cepat ia langsung menoleh ke arah samping, di mana di sana orang yang ia cari masih tertidur dengan cara telungkup.

Senyuman tipis terukir di bibir Rita, ia masih bisa membayangkan hal yang ia dan ruka lakukan tadi malam.

Semuanya masih jelas terasa di benaknya.

Perlahan Rita mulai menurunkan tangannya, mengelus lembut kepala ruka yang masih tertidur dengan pulas.

Sungguh Rita tidak menyesali apa yang mereka lakukan tadi malam, ia benar-benar sangat mencintai ruka.

Biarlah apa yang telah ia berikan kepada Ruka semalam adalah bukti cintanya.

Karena ia benar-benar sangat mencintai ruka.

Setelah beberapa saat, Rita pun beranjak dari atas ranjang, ia ingin bebersih diri terlebih dahulu.

Namun saat menginjakkan kakinya di lantai, Rita sedikit meringis saat merasakan perih di bagian area selangkangannya.

Rasanya sangat sakit sekali, bahkan ia harus menggigit bibirnya sendiri untuk meredam rasa sakitnya.

Saat Rita hendak membuka langkahnya, hampir saja ia terjatuh. Rasa nyeri di selangkangannya membuatnya tidak seimbang.

Namun sebelum ia terjatuh ke lantai, terlebih dahulu ruka menahannya.

Ruka membawa Rita untuk duduk di tepian ranjang, ia sedikit panik tadi melihat Rita yang hampir saja terjatuh ke kelantai.

Syukurnya ia sigap menangkapnya.

"Kenapa hum? Apa ada masalah.?"tanya ruka dengan raut khawatirnya.

Rita menggeleng sambil menampilkan senyumannya.

"Tidak ada, hanya saja rasanya milik ku sangat nyeri.."lirih Rita.

Ruka mengangguk mengiyakan sambil ia usap tangan Rita yang berada di atas paha gadis itu.

"Maaf ya, sepertinya aku terlalu keras melakukannya malam tadi.."ucap ruka memelas.

Rita menggeleng cepat.

"Jangan meminta maaf seperti itu.."ucapnya tersenyum, ruka mengangguk mengiyakan.

"Kau akan ke kamar mandi kan, kajja biar aku bantu.."ucap ruka kemudian.

Sedangkan Rita hanya mengangguk saat ruka mulai mengangkat tubuhnya dan berjalan ke arah kamar mandi.






****





Sudah dua minggu sejak ke puncak bersama ruka hari itu, Rita belum bertemu dengannya sampai sekarang.

Memang ia juga sudah mulai disibukkan dengan kegiatan kampusnya, sehingga jadwalnya menjadi padat.

Sedangkan ruka juga sepertinya sangat sibuk, karena mendengar dari beberapa temannya, kalau ruka memang sedang sibuk berlatih untuk lomba voli yang akan segera di adakan oleh kampus.

Sebenarnya di kampus, Rita pernah beberapa kali bertemu ruka tidak sengaja.

Namun, ruka tidak bereaksi apapun. Ia hanya mengangguk saat Rita menyapanya.

Kenapa?

Ada apa?

Apa Rita membuat salah?

Pertanyaan itu yang sedari kemarin memenuhi kepala Rita, ia merasa memang harus segera berbicara dengan ruka.

Agar ia tau di mana letak kesalahannya, karena sepertinya ruka benar-benar menghindari nya.

Hari ke delapan belas, rita menyempatkan diri ke belakang kampus, ada taman di sana tempat biasanya ruka dan teman-temannya nongkrong.

Rita bergegas ke sana, ia penasaran dengan perubahan ruka terhadap nya.

"Hahaha gila, kau benar-benar melakukannya hum?" Itu suara rami.

Rita sangat mengenal suara ketiganya. Ia berhenti sejenak, sekarang ia berada di balik tembok.

"Bagaimana rasanya? dia masih perawan kan? Bagaimana rasanya menikmati gadis perawan.."kali ini Chiki.

Di balik tembok sana rita masih terdiam, mengepalkan kedua tangannya dengan erat.

"Biasa saja!"kali ini ruka yang berkata.

"Pabboya! Apa kau pikir kami percaya? Rita pasti sangat nikmat kan. Dia benar-benar gadis bodoh dan polos.."kali ini rami lagi, kemudian di lanjutkan gelak tawa ketiganya.

Kepalan di tangan riri semakin mengencang, bersamaan dengan itu air matanya meluruh.

"Kalian main sampai berapa kali?"

"Cuma sekali.."

"Woahh, kami tidak percaya.."

"Terserah! Sudah, kita tidak perlu membahas itu lagi. Kalian berdua belum membayar ku 10 jt, ingat. Aku sudah menang taruhan dari kalian berdua, aku sudah menidurinya."ucap Ruka sambil mengepulkan asap rokok dari mulutnya.

"Diskon untuk ku setengah lah, kan aku sudah menyediakan villa keluarga ku."ucap rami bernegosiasi.

"Enak saja! Sesuai kesepakatan, kalian berdua tetap membayar ku masing-masing sesuai kesepakatan."

Jangan tanya bagaimana keterkejutan Rita, bagaikan petir di siang bolong, ia mendengar semuanya.

Kedua kakinya terasa melemas.

Jadi, semuanya di Puncak waktu itu adalah sebuah rencana. Segala sesuatunya sudah dipersiapkan.

Terlebih, saat ruka mengatakan 'taruhan'. sesuatu yang rasanya seperti sebuah pukulan yang langsung mengenai hatinya.

Ya, rita memang bodoh dan polos!

Hatinya campur aduk. Sedih, marah, kecewa, semua jadi satu.

Rita berlari dari sana secepat mungkin, sebelum mereka menyadari keberadaan nya. Ia berlari dengan air mata yang menumpuk di pelupuk mata.

Ia berlari dengan kecewa luar biasa. Ia berlari dengan perasaan marah.

Marah pada dirinya sendiri yang begitu bodohnya mencintai seseorang brengsek.

Seorang brengsek, bajingan yang memenuhi hatinya selama ini. Selama bertahun-tahun.

Ruka yang menyadari seperti ada suara dari belakang tembok, segera menoleh ke belakang untuk melihat ada apa.

Yang ia lihat adalah, bayangan Rita yang berlari dengan cepat dari sana. Ruka hanya mematung melihat kepergian Rita.

Yang ruka tahu, rita pasti sudah mendengarnya.

Tentang seberapa brengsek nya ia.

"Siapa?"tanya Chiki penasaran.

"Aniya, hanya kucing."ucap ruka menggeleng.


































Annyeong yeorobun!!

SELAMAT MEMBACA, SEMOGA SUKA.

JAN LUPA⭐

Love is a Bastard (rupha)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang