☉☉
Sore itu, Thalassa, Anas, dan Alfa sudah tiba di pantai. Mereka memesan minuman dingin terlebih dahulu sambil menunggu matahari terbenam.
Sinar matahari yang semakin redup membuat suasana pantai terasa damai dan tenang. Thalassa merasa sedikit lega berada di tempat ini bersama orang-orang yang selalu ada untuknya.
"Eh ca, temen gue banyak yang ganteng lho, terutama si Arzey," Anas membuka obrolan sambil tersenyum menggoda. Anas selalu memanggil Thalassa dengan nama "aca" karena merasa nama itu cocok untuk seseorang yang sudah lama dekat dengannya.
"Ana, jangan bilang kalau lo yang suka sama si Arzey," Alfa menebak sambil memandang Anas dengan mata menyipit. Thalassa hanya tersenyum dan menggelengkan kepala.
"Suka sih suka, tapi kalau buat aca tersayang, gue ikhlas kok," balas Anas sambil tertawa, mencoba mencairkan suasana yang sempat hening.
"Tutututu, Anas. salting deh," Thalassa salah tingkah sambil menundukkan kepala.
Namun sebelum percakapan mereka berlanjut, sebuah suara yang tak asing tiba-tiba terdengar dari belakang mereka.
"Hai."
Mereka bertiga menoleh bersamaan, dan ternyata itu adalah Zico. Thalassa sedikit terkejut, hampir saja lupa bahwa Zico akan datang.
"zico," Thalassa baru ingat kalau dia sudah mengundang Zico ke pantai. Ada perasaan campur aduk yang kini memenuhi hatinya, antara bahagia dan sedih.
"Bentar ya. Gue mau bicara dulu sama zico," kata Thalassa sambil menepuk lengan Alfa dan Anas. Mereka berdua mengangguk, mengerti situasi yang sedang dihadapi Thalassa.
Thalassa dan Zico kemudian berjalan mendekat ke air, mencari tempat yang lebih tenang untuk berbicara. Mereka duduk di pasir tanpa alas, hanya dengan ombak yang menghampiri kaki mereka sebagai saksi bisu percakapan yang akan segera terjadi.
"kenapa?" tanya Zico dengan nada lembut, menatap lekat mata Thalassa. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikiran Thalassa, sesuatu yang mungkin selama ini ia coba sembunyikan.
Thalassa menundukkan kepala, menatap ombak yang terus bergulung tanpa henti.
"aku udah buat keputusan. Aku pengin sendiri," ucap Thalassa akhirnya, suaranya bergetar dan penuh dengan emosi yang tertahan.Zico terdiam sejenak, merasakan dadanya seperti dihantam sesuatu yang berat. "Aku gak mau, Assa. Aku gak bisa," balasnya, menolak kenyataan yang baru saja ia dengar.
"lo bisa," jawab Thalassa pelan, air mata mulai membasahi pipinya. "aku takut ke depannya kamu lebih sakit lagi." Suaranya semakin parau, penuh dengan rasa penyesalan yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata.
Zico menatap Thalassa dengan penuh perasaan. "Aku baik-baik aja, sa. Aku bisa hadapi ini semua, asal kita bersama."
Thalassa menggeleng pelan, air mata terus mengalir. "ga zico, udah ya. Maaf." Ia tahu ini adalah keputusan yang paling sulit yang pernah ia buat, tapi juga yang paling benar untuk keduanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thalassa [on going & revisi]
Ficción General"lukisan wajahnya terpatri dalam ingatanku, tiada goresan yang mampu menghapus keindahan yang pernah dibawa."~aca Bising ombak yang menghantam tepi pantai terasa seperti musik yang akrab bagi seseorang, membawa kembali sejuta kenangan yang pernah ia...