Bagian 01

460 52 12
                                    

Pagi hari merupakan waktu tersibuk bagi Yura, meski ada Bi Siti, asisten rumah tangga yang membantunya memasak untuk keluarganya namun tetap saja, ia merasa kewalahan, bukan hanya perkara masakan, namun keributan di pagi hari yang di hasilkan putra-putranya yang kadang membuat wanita berdarah Korea Selatan itu sakit kepala.

"Maahhh!! dasinya Dewa dimana ya?"

"Dasi yang mana, Wa?" tanya Yura pada anak ke empatnya itu.

"Yang warna biru langit, Ma. Dewa mau pake hari ini."

"Coba cari di laci lemari, kemaren di cuci Bi Siti. Biasanya di simpen disana," ucap Yura lalu kembali melanjutkan kegiatannya mengaduk sup di panci yang telah mengeluarkan asap mengepul dan bau yang sedap. Dewa pun kembali ke kamarnya dan mencari dasinya sesuai instruksi sang mama. Dewa dan sifat ceroboh dan pelupanya memang tak bisa di pisahkan.

"Maaahhh!!! kemeja putih Abang kemana?"

lagi-lagi teriakan salah satu putranya membuat Yura hanya bisa menghela nafas, sabar.

"Cari di lemari dong, Bang." ujar Yura pada si sulung.

"Udah, Ma. Tapi gak ada."

"Cari lagi dong, Bang. Ke selip mungkin di antara baju kamu yang lain, kalo masih gak ada, pake aja warna lain, kemeja kamu kan banyak."

"Pengen yang putih, Ma. Tapi kemeja putih yang lain masih basah, kemaren abang pake." ucap Shandi.

"Makanya, Bang. Cari istri dong, biar ada yang ngurusin kamu, biar gak apa-apa Mama terus."

"Abang pake yang ada aja deh!" ujar Shandi lalu berlalu pergi begitu saja. Shandi tahu sang mama akan mulai berceramah lagi soal istri dan Shandi paling malas mendengarnya. Sementara Yura hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan sulungnya itu.

"Pagi Ma." ujar Surya yang datang bersama Dirga dan Kaffa.

"Pagi... oh ya Al, adek-adek kamu udah bangun belum?" tanya Yura pada Kaffa, mengingat kamar Kaffa sama-sama di lantai dua, dekat dengan kamar Kaffi dan Nathan.

"Acil sama El udah bangun, biasa, mereka pasti ribut lagi." balas Kaffa dengan santai.

"BANG EL!! LEPASIN JAKET GUE GAK!!"

"PINJEM DOANG ELAH!! PELIT LU, CIL!!"

"ITU JAKET BARU GUE!! BELUM GUE PAKE, BANGKE!!"

suara teriakan dan suara Kaffi dan Nathan yang berlarian menuruni tangga rasanya sudah biasa mengisi pagi di rumah keluarga Pratama.

"BANG SHANDI!! PEGANGIN BANG EL!!" teriak Nathan saat melihat Shandi ada di depan Kaffi yang berlari menghindarinya.

"Nah!! kena lo!!" ujar Shandi setelah menangkap tubuh Kaffi, Nathan tertawa puas melihatnya.

"Bang lepasin!! gue gak mau di amuk siluman kelinci!!"

"lepasin gak jaket gue!!"

"Gak mau!! hahaha... Cil!! berhenti ih.. geliii.. hahahha, Bang Shandi ihh! jangan gelitikin gue!! MAMA.. PAPA!! TOLONGIN EL!! AL.. TOLONG!!"

Nathan dan Shandi semakin gencar menggelitik Kaffi bahkan sampai anak itu menggeliat tak karuan di atas lantai karena kegelian. Nathan tak peduli, asalkan jaket yang masih melekat di tubuh Kaffi bisa ia dapatkan.

"Ya ampun! ini pada ngapain sih? kayak bocah aja, lo juga, Bang, ngapain sih? Cil! lo gak mau sekolah apa? lo gak liat ini jam berapa? mau telat lo? ini kan senin, upacara." ujar Dewa, Nathan terkesiap, dengan paksa ia melepas jaket yang masih dikenakan Kaffi lalu pergi ke ruang makan.

"BANGKE!! DASAR ACIL PELIT!!"

"BODO!! EL JELEK!! MANUSIA JELMAAN MONYET!!" teriak Nathan tak mau kalah dari ruang makan.

"Husshh!! gak boleh gitu sama abang kamu, Dek!" ucap Surya menasehati, namun Nathan nampak tak peduli, ia masih sibuk mengunyah makanannya dengan gerakan terburu dengan wajah masamnya.

"Ini lagi satu, hobi banget ngisengin adeknya." ucap Yura saat Kaffi baru tiba di meja makan dan mengambil duduk dekat Kaffa. Kaffi hanya tersenyum konyol pada sang mama.

"Lo ngapain sih, El? hobi banget make barangnya si Acil, udah tau anaknya ambekan." ucap Kaffa

"Tau tuh!! gak punya jaket apa gimana? kemaren make jam tangan gue, kemarennya make sepatu gue, terus sekarang jaket gue, besok-besok CD gue pake sekalian!!"

"Haha... ide bagus tuh!"

"BANG EL!!!" geram Nathan berusaha meraih kepala Kaffi dan menjambaknya namun karena kursi mereka bersebrangan niat Nathan jadi tak terlaksana. Kaffi menjulurkan lidahnya mengejek pada Nathan sedangkan Yura dan Surya hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan kedua bungsu itu.

"Bang El... udah ah jangan isengin adeknya terus! adek juga, cepetan sarapan, nanti telat terus di hukum lagi, nanti Papa lagi yang di panggil ke sekolah, di kira gak capek apa hampir tiap hari di panggil ke sekolah kamu?" ujar Surya.

"Ihh... gak tiap hari juga kali, lebay Papa mah."

"Kayaknya anak Papa sama Mama yang bandel cuma Acil deh. Dulu mana ada anak Papa yang suka di hukum di sekolah?" ucap Dirga membuat Nathan memajukan bibirnya kesal.

"Gak papa, Cil. Berbeda itu baik, biar hidup lo juga ada warnanya... haha!" ucap Shandi sembari mengacak surai Nathan membuat Nathan semakin kesal.

"Bang ihh!! jangan di acak-acak lagi rambut gue!! udah ah, gue mau berangkat aja, takut telat terus di hukum lagi.. nanti Papa sama Bang Shandi yang repot dateng ke sekolah kalo gue di hukum." ucap Nathan lalu meraih ranselnya.

"Dek!! gak di habisin makannya, Nak?" teriak Yura namun tak ada balasan dari Nathan.

"Ngambek tuh si Acil." ucap Kaffa

"Bang Dirga sih.." sambung Dewa

"Apaan? si El sama bang Shandi tuh duluan cari gara-gara sama Acil, Papa juga." balas Dirga tak mau kalah.

"Lah, kok Papa?"

"Ya kan, Papa bilang di panggil mulu ke sekolah gara-gara Acil."

"Udah ah.. cepetan habisin sarapannya."[]





Berhubung banyak yg komen aku up chapter satunya ya. Gak tau kayaknya gak jelas, ini cuma pembuka aja ya guys jadi pendek dulu nanti aku up lagi chapter lanjutannya secepatnya😊😊

EUPHORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang