20. Tuduhan

37 3 2
                                    

🍃

Beberapa perawat mendorong brankar menuju ruang UGD. Langkah mereka tergesa-gesa namun tetap tenang dan terkendali, diiatas nya terdapat krist yang masih terbaring lemah, wajahnya pucat pasi. Darah segar masih menempel di pelipisnya.

Singto terhuyung saat keluar dari ambulans, dengan sebelah tangannya yang dengan erat memegang tas milik krist. Lalu dengan langkah yang terseok-seok ia berjalan mengikut di samping brankar,tubuhnya luar biasa terasa nyeri, kepalanya sangat pusing, membuat setiap langkahnya semakin terasa berat. Namun, rasa sakit itu tak seberapa dibandingkan dengan kekhawatiran yang menggerogoti hatinya. Ia hanya bisa menatap krist, berharap krist akan baik-baik saja.

"Krist..." bisik Singto

"Bangun kristtt!!! " Ujar singto frustasi

"Sabar, dek. Kami akan menangani pasien dengan sebaik-baiknya," ujar salah seorang perawat, berusaha menenangkan singto.

Mata Singto tetap tertuju pada krist. Ia tak bisa menahan rasa cemas yang menggerogoti hatinya. Ia terus berdoa, memohon agar tak terjadi hal buruk pada pemuda yang sangat ia sayangi itu. ia bersumpah, jika terjadi sesuatu pada krist, dia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.

Sesampainya di ruang UGD. Para perawat dengan sigap membawa krist kedalam ruangan, dengan paniknya, singto mencoba menerobos masuk namun salah seorang perawat dengan cepat menahannya . "Maaf dek, silahkan tunggu diluar. " Ujar perawat itu

"Dek, silakan duduk di sini," Lanjut perawat itu sembari menunjuk kursi di sana.

Singto duduk dengan pandangan kosong, nafasnya tak beraturan, tubuhnya gemetar hebat. Ia hanya bisa menatap pintu ruangan dari arah luar dengan pikiran yang kacau.

Seorang dokter pria yang berjalan tergesa di hadapan Singto tiba-tiba saja berhenti dan melirik ke arah singto, "Tunggu dulu. Sepertinya adek juga luka" ujarnya, matanya tertuju pada luka kecil di pelipis Singto, dan beberapa luka lecet di tangan dan kakinya yang tertutupi oleh debu jalanan.

Singto hanya menggeleng pelan. "Saya gak papa,tolongin temen saya dulu dok." katanya, suaranya terdengar parau.

Dokter itu mengerutkan kening. Padahal jelas terlihat dari respon tubuh Singto, ia bergetar, wajahnya pucat dan luka nya begitu banyak walaupun tidak begitu parah.

"Tapi adek juga harus diobati. Luka-luka itu bisa infeksi," ujarnya, sedikit memaksa.

Singto menggeleng lagi. "Saya tidak apa-apa. Tolong cepat selamatkan saja teman saya itu dok! " Ujar singto, suaranya terdengar mendesak.

"Baiklah. Tapi setelah kami menangani pasien ini, adek harus segera diobati," ujar dokter itu merasa khawatir dan iba. Singto hanya diam tidak merespon. Yang dalam pikirannya saat ini hanya krist. Ia bahkan tak bisa beranjak dari tempat duduknya, tak ingin meninggalkan krist sedetikpun.

"Krist, gue mohon, lo harus kuat " Gumam Singto

Singto memejamkan matanya, beberapa kali dia terlihat menarik nafas dalam-dalam, hingga seketika dia sedikit tersentak ketika sebuah getaran halus terasa dari dalam tas krist yang masih dia pegang di tangannya, Singto terkesiap, lalu dengan buru-buru ia membuka tas itu dan menemukan sebuah ponsel yang bergetar di dalamnya.

Singto bisa melihat ponsel ber case biru itu masih berfungsi walaupun terlihat retak di bagian layar, mungkin saja akibat mereka yang terpental dari motor tadi.

M A N I STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang