BAB 3. OBAT PERANGSANG

102 3 0
                                    

Sorot mata tajam memperhatikan orang-orang yang tampak sibuk di bawah sana, senyum samar tercetak di bibir sang jendral. Angkasa bukannya tidak tahu jika kematian para istrinya, melibatkan petinggi satu itu. Suara pintu terbuka dan tertutup tidak membuat Angkasa menoleh ke arah pria yang memasuki ruangan kerjanya, langkah kaki berhenti tepat di belakang tubuh Angkasa.

"Jendral!"

Angkasa melogok ke belakang, menatap dingin ke arah sang ajudan.

"Semuanya sudah dibereskan sesuai dengan perintah yang telah Jendral berikan," sambungnya.

Kepala Angkasa mengangguk sekilas, sebagai respon. Angkasa kembali membawa atensinya ke arah luar jendela, memperhatikan kesibukan para tentara di bawah sana.

"Apalagi?" tanya Angkasa.

Embusan napas berat mengalun, Jack—sahabat dekat sang jendral tinggi. Merangkap menjadi ajudan yang paling Angkasa percayai, menjadi kaki tangannya.

"Apakah gosip orang-orang itu benar?" Jack tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya, saat ia mendengar bisik-bisik bawahan Angkasa.

Alis mata tebal Angkasa mengerut, apa yang sedang dibicarakan oleh Jack. Lelaki berkumis tipis itu mengayunkan langkah kakinya mengikis jarak di antara ia dan sang atasan, berdiri di samping Angkasa.

"Orang-orang bergosip melihatmu bermesraan dengan wanita di gang sempit tadi malam," beber Jack, atensinya fokus pada wajah Angkasa.

"Kamu bertanya sebagai ajudanku atau sebagai sahabatku, Jac?" 

Jack menghela napas berat, ia paham jika tadi malam Angkasa yang telah menghabisi mantan mayor. Angkasa termasuk jendral yang memiliki banyak musuh di luar sana, bahkan tidak menutup kemungkinan di ruang lingkup yang sama pun Angkasa juga memiliki musuh.

Ini terjadi jauh sebelum Angkasa mendapatkan gelar jendral, ayah Angkasa merupakan target utama di masa lalu. Kehilangan banyak orang terkasih hanya karena jabatan bukan rahasia umum, semua orang yang ingin memanjat tempat tertinggi. Mereka semua bertarung untuk saling menghunuskan moncong pistol satu sama lain, tidak peduli seberapa banyak darah yang harus tercecer untuk sebuah jabatan tinggi.

"Sebagai sahabat," sahut Jack tegas, "alibimu bisa memunculkan musuh baru, Angkasa. Apalagi istrimu baru saja 3 hari yang lalu dimakamkan, keluarganya bisa mendendam. Mereka bisa saja salah paham, dengan ap—"

"Apakah kamu lupa dengan setiap wanita yang telah aku nikahi, Jac? Mereka dijual, demi menyandang status seorang Nyonya Laksamana. Bukankah kamu tau betul, setiap kematian mereka saling terhubung. Demi bisa meletakkan putri-putri mereka di sisiku, para Ayah bersedia menghabisi perempuan yang sebelumnya. Cih, entah apa yang mereka semuanya harapan," potong Angkasa, berdecak mencemooh.

Ini fakta kelam yang jarang orang ketahui, meskipun istri-istri Angkasa sebelumnya meninggal dengan cara yang tak wajar. Termasuk yang istri ke-enam, yang meninggal karena kecelakaan. Jelas ada permainan di sini, campur tangan mantan mayor yang menginginkan putri bungsunya untuk menjadi istri Angkasa sang jendral tinggi. Guna memperkokoh kedudukan putranya yang masih berpangkat Letnan Dua.

Jack menghela napas berat, dan berkata, "Lalu, sekarang apa rencanamu? Tempat itu kembali kosong. Sementara ada begitu banyak para mantan petinggi yang menginginkan posisi itu terisi oleh orang-orang mereka, kamu pun tidak mungkin menikahi dia. Apakah wanita tadi malam adalah pilihanmu untuk mengantikan posisi istrimu?"

Ah, benar juga.

Bagaimana bisa Angkasa melupakan hal penting satu ini, wanita itu masih di kediamannya. Angkasa mengernyit di saat ide gila melintas di otaknya, kepala Angkasa mengeleng. Ia tidak tahu siapa wanita cantik itu, mau bagaimana pun Angkasa tidak mau gegabah. Bisa saja wanita tadi adalah bagian dari si mantan mayor sialan yang haus akan kekuasaan.

ISTRI SEWAAN JENDRAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang