Aku mengamati di ujung meja sebelah kanan terdapat piring yang berisi nasi sepertinya memang bekas kucing karena berantakan dan berserakan. Tanpa perlu membayangkan, aku sudah tahu apa yang akan dilakukannya dengan nasi itu.
"Cepat lakukan." Rey melemparkan piring yang berisi nasi itu tepat di bawahku.
"Aku tidak mau."
"Kau tidak mau, hah? Kalau begitu baiklah. Sat, cepat lakukan."
Satria mulai mendekat, menuju ke arahku sembari menunjukkan seringainya.
Dia mengambil nasi dibawahku dan berusaha membuka mulutku, sementara Rey terus menarik rambutku. Tubuhku berusaha mencegah mereka, dadaku mulai terasa sesak. Air mataku terus saja mengalir.
Disampingku, aku melihat Tari sedang berusaha melawan Agas dan Raden. Tubuh mungilnya terus saja terpental, namun, Tari tetap berusaha untuk melawan mereka. Sementara, Satria berusaha membuka mulutku, aku terus mencoba untuk tetap menutup mulut.
Tanpa aba-aba, tiba tiba Rey menamparku. Rey berhasil menyumpal mulutku dengan nasi bekas kucing tersebut. Aku meronta sejadi-jadinya, semakin aku meronta, mereka semakin melancarkan aksinya sembari tertawa puas. Psikopat!.
Aku menatap sekelilingku dengan wajah memohon agar mereka membantuku. Namun, nihil. Tidak ada satupun yang berusaha membantuku kecuali Tari yang sampai saat ini terus berusaha melawan, namun tubuh kecilnya tidak mampu melawan kedua pria tegar didepannya. Rey tiba-tiba merampas kalung yang kupakai di leherku.
"Tidak jangan, jangan itu. Tidak Rey, aku mohon, jangan yang itu. Tolong!"
"Kenapa? Sepenting itu kah kalung ini? Hahaha"
"Kembalikan padaku Rey, aku mohon." Aku menempelkan kedua tanganku, seakan memohon padanya.
Namun, Rey semakin tertawa melihat apa yang aku lakukan. 2 menit kemudian, Rey melemparkan kalung itu ke luar jendela kantin.
Aku berusaha menghentikan aksinya dengan menahan kakinya. Namun, ia tetap membuang kalungku tersebut.
Aku menatap kosong ke arah jendela, memori yang berputar dalam pikiranku saat ini yaitu ketika Rey melempar kalungku dan ketika ayahku berkata 'jangan pernah melepas kalung ini'.
"I-Ibu." Dadaku sesak rasanya, pasanganku kabur, kaki ku ngilu, sendi-sendi ditubuhku seakan terpotong menjadi bagian-bagian kecil.
Aku memegang dadaku, rasanya sakit sekali. Pandangan ku seakan terus menjadi kabur yang ku butuhkan saat ini hanyalah tumpuan untuk menguatkan badanku. Saat ini, aku benar-benar sudah tidak sanggup lagi, menopang tubuhku ini.
_ _ _ _
Gimana Rey menurut kalian? Tinggalkan comment dibawah yaa ^,^
Halo! Ini penulis Ai!. Tolong beri ulasan setelah membaca ya. Kami sangat ingin tahu pendapat kalian. Terimakasih sudah mau membaca cerita ini. Jangan lupa Comment dan Vote yaa...... ^.^
Tiktok : @aiecrivant
Instagram : @aiecrivant_
KAMU SEDANG MEMBACA
JAHE aka Rahasia Zinji (On going)
Science Fiction{FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA DAN TINGGALKAK VOTE JUGA KOMENTAR KALIAN DISETIAP BAB YA} *Jangan lupa untuk save di library kalian untuk mendapatkan notif bab terbaru ****** Zinji gadis berusia 17 tahun. Satu hal yang membedakan dia dengan remaja seus...