*******Aku berusaha membuka mataku, hidungku mencium bau yang sangat menyengat seperti bau obat-obatan. Aku yakin tempat ini adalah UKS.
"Zin, kamu sadar? kamu denger aku, Zin?"
"Zin, Zinji?"
Saat mataku berusaha membuka, aku mendengar suara Tari yang berusaha memanggil namaku.
"T-tar, kamu baik-baik saja?" Tanyaku. Ingatanku terakhir di tempat itu yaitu saat badanku mulai melemas sampai aku melupakan keberadaan Tari, temanku.
"Kamu kenapa bertanya padaku hah? Tentu saja aku baik-baik saja. Yang terbaring disini kan Zinji bukan Tari. Harusnya kamu tanyakan pada dirimu Zin, huh." Keluhnya.
Dia meraih gelas berisi air putih di meja dekat kasur tempatku berbaring saat ini.
"Minumlah dulu." Sembari membantuku untuk meminumnya.
"Tar, kamu yang membawaku kesini?"
"Tidak, Rey yang membawamu."
Disaat seperti ini, dia masih mencoba untuk menggodaku.
"Terimakasih Tar, sudah membantuku, kamu memang sahabat terbaikku." Ucapku. Aku benar-benar tulus mengungkapkan ini karena hanya Tari yang memang selalu membantuku.
"Aku harus mencari kalungku, Tar." Tiba-tiba aku teringat tentang kalungku yang membuatku, ingin segera bergegas menuju ke halaman untuk mencari kalungku.
"Ayo ambil tas dulu, ini sudah jam pulang."
Aku pun menurutinya. Sesampainya di kelas. Aku terduduk lemas di kursiku. Mengingat bahwa kalungku telah hilang, tepatnya dibuang oleh para psikopat itu.
Aku meraih tas yang ada di atas mejaku dan perlahan membuka nya untuk memasukkan buku - buku yang tergeletak diatas meja dan saat ini tengah dirapikan oleh Tari.
Aku terkejut saat tas ku menganga, ku dapati kalung yang beberapa jam lalu telah dilempar oleh Rey. Aku mengingat persis gerakannya hanya saja aku tidak tahu betul apakah kalung itu benar-benar jatuh. Tapi, aku yakin kalung itu pasti sudah dilempar dan jatuh diatas rerumputan di halaman sekolahku. 'Mengapa ada kalung disini yang sama persis'.
Aku pun meraihnya, ku amati, sepertinya ini memang persis milikku. 'Apakah sebenarnya kalungku memang ada 2?' atau 'jangan-jangan ini hanya imitasi?'.
"Tar, lihat ini. Apakah menurutmu ini kalungku? Bukankah tadi kalungku dilempar di jendela? Bukankah tadi aku pingsan gara-gara kalung ini, Tar?" Tanya ku dengan penuh kebingungan, mengapa bisa ada kalung yang sama persis di dalam tas ku.
"Aku persis yakin, tadi Rey melempar nya di dekat jendela." Tambahku.
"Sepertinya itu memang kalungmu, Zin. kalau kamu mau mencari tahu aku akan menemanimu menuju halaman sekolah."
Kami pun bergegas menuju kehalaman sekolah, Tari memegang lenganku untuk membantuku berjalan menuju halaman. Sesampainya di halaman, selama 20 menit, kami mencari kalung tersebut. Namun nihil. 'Apa jangan-jangan kalung yang ku pegang saat ini dan ku temukan tadi di tas ku adalah milikku?', aku benar-benar bingung.
Ini lebih rumit daripada kucing milik Scrhödinger yang berada diposisi antara hidup dan mati.
"Seperti nya itu memang kalungmu deh, Zin." Ucapnya. Sontak aku pun mengamati kalung yang ku pegang saat ini.
"Tapi bagaimana mungkin?"
"Zin, kamu pernah dengar kalimat 'Tidak ada orang jahat di dunia ini. Kita hanyalah orang yang kadang-kadang melakukan sesuatu yang buruk'?"
"Hah? Apa maksutmu, Tar?"
"Eh, sepertinya udah makin sore. Ayo cepat, kita harus pulang, Zin."
Tari meraih tanganku dan segera membawaku pergi. 'Apa mungkin kalungku, memang ada di tas ku? atau ada orang lain yang meletakkannya di tas ku?' ntahlah, ini membuatku semakin pusing. Aku hanya ingin pulang dan merebahkan diriku di atas kasur.
.........
Aku membuka kunci dan memasuki rumahku, ku perhatikan sekeliling, seperti nya Ayah belum pulang dan pasti lembur lagi.
Ayahku benar-benar bekerja keras untukku. Langkahku, tertuju pada kamarku sembari memandangi sekirar. Aku pikir kamarku memang cukup luas, hanya saja isi rumah ini sepertinya terlalu sepi. Hanya aku dan Ayahku.
Tiba-tiba saja ini mengingatkanku pada paradoks 'Quantum Entanglment', dimana segala sesuatu yang memiliki massa dipandang dalam keadaan superposisi artinya benda tersebut memiliki 2 keadaan atau lebih dalam satu waktu.
Ibarat mata uang koin yang berputar. Sebelum koin itu berhenti berputar maka dianggap peluang munculnya gambar pada koin itu 50% dan peluang munculnya angka 50%. Keduanya memiliki peluang yang sama sampai akhirnya koin itu berhenti berputar.
Kemudian lahirlah paradoks Scrhödinger yang melahirkan paradoks baru 'many world interpretation' yang membantah teori tersebut, kira-kira sederhananya, Hugh Everett menyebutkan bahwa kucing Scrhödinger tetap dipandang dalam keadaan superposisi.
Kucing itu tetap dipandang dalam 2 keadaan 'hidup dan mati' sebelum kotak dibuka. Pada saat kotak tersebut dibuka dan kucing milik Scrhödinger mati, maka sebenarnya kucing itu tetap hidup di dunia yang berbeda dalam waktu yang bersamaan.
Aku pun menatap dan mengelus kalung yang berbentuk hati pemberian Ibu. Jika memang paradoks ini benar, saat Ibuku melahirkanku, Beliau harus meregang nyawa demi aku dan di dunia ini aku kehilangan Ibuku, maka aku berharap, di dunia lain Ibuku tetap hidup dan menjalankan rutinitas nya bersama kami.
Akan sangat menyenangkan saat Ibuku memegang tanganku, mencium dahiku, mencubit pipiku, mengelus rambutku atau menyiapkan sarapan untukku dan Ayah. Aku membayangkan 3 anggota keluarga hidup harmonis dalam rumah ini.
Senyum Ayah terpancar sangat nyata, Ibuku akan mengomeli Ayah jika Ayah selalu ceroboh dalam melakukan sesuatu dan itu memang kebiasaan Ayah 'Tuan Ceroboh'. Kami tertawa bersama, kami bertiga menikmati hidup ini dengan penuh rasa syukur....
- - - -
Gimana udah panas belum otaknya? Comment dibawah yaa :*
Halo! Ini penulis Ai!. Tolong beri ulasan setelah membaca ya. Kami sangat ingin tahu pendapat kalian. Terimakasih sudah mau membaca cerita ini. Jangan lupa Comment dan Vote yaa...... ^.^
Tiktok : @aiecrivant
Instagram : @aiecrivant_
KAMU SEDANG MEMBACA
JAHE aka Rahasia Zinji (On going)
Science Fiction{FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA DAN TINGGALKAK VOTE JUGA KOMENTAR KALIAN DISETIAP BAB YA} *Jangan lupa untuk save di library kalian untuk mendapatkan notif bab terbaru ****** Zinji gadis berusia 17 tahun. Satu hal yang membedakan dia dengan remaja seus...