BAB III : Democritus

15 9 0
                                    

Saat ini, aku tengah duduk di kursi kantin sembari memandangi banyaknya siswa-siswi yang mendatangi tempat ini. Aku senang mengamati manusia - manusia di sekitar ku meskipun aku takut untuk berinteraksi dengan mereka.

Aku mengamati Tari yang tengah membawa nampan berisi 2 mangkok bakso menuju ke tempat duduk ku. Aku sudah meminta untuk ikut bersama tapi Tari terus memaksaku untuk tetap duduk sembari menunggu nya memesankan bakso.

Dia satu-satunya disekolahku yang mau berteman denganku, aku si manusia aneh menurut mereka. Ya, aku seperti nya juga merasakan bahwa diri aneh tanpa mereka beritahu.

Sejak kecil aku selalu memikirkan hal - hal yang menurutku menarik, seperti keberadaan semesta, teori kuantum yang mendasari lahirnya paradoks Scrhödinger atau teori Copernicus yang menjadikan matahari pusat tata surya dan menggeser kedudukan bumi.

Aku sangat senang mempelajari hal tersebut sejak SMP dan hal itu juga yang menjadikanku sebagai pusat pembuliannya si 'Rey dan kawan kawan' untuk menunjukkan superpower nya.

Kami menyantap bakso yang telah dibawa oleh Tari, sembari dia mengeluarkan smartphone dari kantongnya dan langsung menonton video tentang 2 orang yang tengah menyusun sebuah lego.

"Kenapa kau menonton itu?" Tanyaku sembari menyuapkan bakso ke mulutku dan memperhatikan Tari yang sedang serius melahap dan menonton permainan Lego di smartphone nya.

"Ntahlah, hanya saja ini satisfiying. Saat mereka menyusun satu per satu legonya itu membuatku bersemangat untuk makan bakso ehehe."

"Ah, aku jadi teringat teori Atom si Democritus." celetukku.

"Hah? Disaat seperti ini kau mengingat teori sialan itu? Tapi, tidak apa. cepat ceritakan padaku!" Ucap nya berapi - api, seakan matanya berkata 'ini yang aku tunggu'

Hanya Tari yang tidak pernah bosan mendengarkanku saat sedang membahas teori. Dia satu-satunya temanku yang berapi-api dan menungguku untuk selalu bercerita atau menjelaskan.

Aku biasanya hanya asal sebut saja saat melihat sesuatu yang mengingatkan ku pada teori para ilmuwan atau filsuf. Tapi seakan Tari memang menunggu ku untuk bercerita dan memuaskan rasa ingin tahunya. Aku senang karenanya.

"Baiklah, The curious lady, aku akan menceritakannya hanya untukmu." Ucapanku membuat kita berdua sama-sama tertawa.

"Jadi Democritus yang berasal dari kota Abdera ini menyampaikan bahwa segala sesuatu di alam semesta ini tersusun atas balok balok yang tak terlihat dan sangat kecil yang kekal dan abadi yang ia sebut sebagai atom. Si Democritus ini percaya bahwa atom di alam semesta ini tak beraturan dan jumlahnya tak terbatas. Nah, karena keberagaman ini mereka dapat menyatu menjadi berbagai bentuk. Jadi, si balok-balok kecil yang disebut atom ini dapat dilepas dan disambungkan kembali persis seperti balok-balok Lego. Kurang lebih begitu."

Tari fokus memahami setiap penjelasanku, kemudian dia mengedipkan mata berkali-kali "Jadi kau percaya teori Democritus?" Tanya nya penasaran

"Semua yang ada di dunia ini tidak abadi, Tar, bukankah itu yang diajarkan juga oleh agama kita? Teori Democritus juga tidak sekuat itu, selanjutnya, teorinya bakal dipatahkan si Plato."

Tari membuka mulutnya seakan siap meluncurkan pertanyaan baru.

"Eitttssss, biarkan aku menyantap bakso ku dengan tenang." Segera ku bungkam mulutnya dengan tangan ku untuk menghentikan hujan pertanyaan yang akan keluar dari mulutnya.

Jarak 5 meter, aku melihat 4 orang pria yang seperti nya akan menuju ke bangku kami berdua. Aku bersiap menarik tangan Tari untuk mengajaknya segera meninggalkan kantin. Seakan tahu tujuanku, dia langsung bergegas berlari menghampiri tempat kami.

"Mau kemana, hah? kita belum bersenang-senang."

"Kelas, tolong minggir." Tegasku

Tanpa persiapan apapun yang kami miliki, tiba-tiba dia mendorong Tari menjauhi ku dan ia melancarkan aksinya untuk menindasku.

Aku terjatuh di lantai, sementara Tari yang terlempar 5 detik lalu, sedang duduk di lantai dengan penuh kesakitan. Aku menatap Tari sejenak memastikan bahwa, ia tidak terluka. Dia seakan ingin beranjak membantuku namun ku hentikan, langkahnya dengan kedipanku. Aku tidak mau Tari terluka karenaku. Sudah cukup, ia membantuku selama ini, bahkan Tari seringkali ikut terkena hantaman mereka.

Aku pun beralih menatap sekelilingku, tidak ada yang berani melawan Rey, bahkan di kantin saat ini pun, semua hanya memandangiku dengan wajah miris dan penuh kasihan.

Rey, menginjak tanganku, dengan sekuat tenaga yang kumiliki, aku mencoba menahan air mata yang akan jatuh. Rasanya ingin sekali melawan mereka, tapi aku tidak punya kekuatan melakukannya.

"Rey, sakit. Berhentilah menyiksaku seperti ini." Mohonku padanya. Air mata yang sejak tadi ku tahan untuk tidak keluar, pun meluncur dengan cepat.

"Apa berhenti? aku senang melakukannya. Kenapa aku harus berhenti? Kau gadis sok tahu, pergilah dari sekolah ini. Aku muak melihatmu."
Tangan Rey meraih rambut panjang ku dan menariknya. Sementara 4 teman lainnya, mengawasi agar tidak ada satupun yang mendekat untuk mengganggu aksi mereka.

"Gas, ambil nasi bekas kucing disana." Perintah Rey pada Agas.

"Okey bos."

_ _ _ _

Gimana udah mulai panas? Coba comment dibawah yaaa ^,^

Halo! Ini penulis Ai!. Tolong beri ulasan setelah membaca ya. Kami sangat ingin tahu pendapat kalian. Terimakasih sudah mau membaca cerita ini. Jangan lupa Comment dan Vote yaa...... ^.^


Tiktok : @aiecrivant
Instagram : @aiecrivant_

JAHE aka Rahasia Zinji (On going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang