●tiga

14 4 1
                                    


𖥔 ݁ ˖༄

dua bulan yang lalu

Di pinggir jembatan, Langit berteriak melepaskan semua amarahnya. Beberapa orang yang lewat mengawasi sambil berbisik-bisik. Tapi ia tak peduli. Hatinya saat ini sakit. Tolong jangan di ganggu.

"GUE SEBENERNYA KURANG APA SIHHH"

Langit memukul pegangan jembatan besi beberapa kali dengan kepalan tangannya. Sangat keras hingga darah mengalir disana.

Tapi ini semua tak sebanding dengan rasa perih di hatinya.

Kenapa? Kenapa ia tak pernah beruntung dalam hal percintaan?

Ya, Langit baru saja memergoki Marisa yang sekarang sudah ber status sebagai mantannya itu jalan berdua dengan lelaki lain di mall. Padahal hubungan mereka sudah berjalan hampir satu tahun. Tapi ternyata Marisa mengkhianatinya.

"Permisi"

Langit menoleh pada gadis yang tiba-tiba menghampirinya. Lelaki itu mengusap air mata dengan jarinya cepat. Ia harus tetap terlihat kuat di depan seorang gadis manapun.

"Mau permen?"

Tatapan gadis itu sangat polos. Menyodorkan dua permen karet pada Langit yang melongo karena ulahnya.

"Buat gue?" tanya Langit seperti orang linglung

Gadis itu mengangguk. Saat Langit menerima permennya, gadis itu kembali merogoh saku dan mengeluarkan sapu tangan dari dalam sana.

"Buat gue juga?"

Gadis itu mengangguk lagi. Setelah mengulas senyum, dia pergi meninggalkan Langit disana.

𖥔 ݁ ˖༄

Sepanjang perjalanan ke sekolah Langit terus memikirkan, permen, sapu tangan, dan juga Jingga. Dia benar-benar melupakan kejadian malam itu. Sangat sederhana sebenarnya. Namun disaat orang-orang malah mengacuhkannya dan bahkan menertawakan dirinya karena menangis di jembatan itu, Jingga malah memberikan permen dan juga sapu tangan. Langit tau Jingga berusaha menghibur saat itu.

Brak

Langit mendadak mengerem mobil. Karena lamunannya, Langit menabrak seseorang di depan sana.

Segera Langit turun dari mobil dan ternyata itu Jingga. Gadis itu terjatuh bersama sepeda gayuhnya.

"Maaf nggak sengaja"

Langit ingin menolong namun Jingga celat-cepat berdiri. Seolah masih kesal dengan Langit, Jingga hanya mengucap "Nggak papa," tanpa menatap lelaki itu.

Jingga kemudian menuntun sepedanya menjauh, kemudian menggayuhnya.

Langit hanya bisa menghela napas panjang disana. Apa karena kemarin saat di rooftop Jingga jadi bersikap seperti ini kepadanya?

"Masa iya gue harus minta maaf?"
ucapnya terhalang gengsi setinggi patung liberty.

𖥔 ݁ ˖༄

Jam istirahat. Langit, Gio, dan Aidan menuju kantin seperti biasa. Sambil makan cimol, Aidan dan Langit menyontek tugas Gio yang akan di kumpulkan setelah jam istirahat selesai. Kalau hanya tugas mtk seperti ini sangat kecil bagi Gio. Lelaki itu bahkan sering menjuarai beberapa olimpiade matematika dan bahasa inggris mewakili sekolah.

Berbeda dengan Aidan dan Langit. Keduanya malah mahir dalam bidang non-akademik. Seperti Aidan, meskipun otaknya sering mengalami konslet, nge lag, dan gejala-gejala lainnya, Aidan malah jago di bidang olahraga basket.

SENYUMAN JINGGA 《on going》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang