●delapan

16 4 2
                                    

satu chap dulu ya gaiss🫶🏼

𖥔 ݁ ˖༄

"Makasih ya udah bantu. Padahal udah lama anxiety ku nggak kambuh, nggak tau tiba-tiba ada lagi"

Ucap Jingga. Ia sedang berjalan di koridor bersama Langit.

"Emang lo tadi awalnya kenapa?"

"Tadi ada murid baru namanya Ona. Dia excited banget ngenalin diri, bikin aku takut"

Langit terkekeh mendengarnya.

"Lucu banget, sih, lo. Harusnya seneng dong ada yang ngajak kenalan, bukannya malah takut"

"Masalahnya dia ngejar terus, Langit! Kayak berusaha ngikutin aku gitu"

"Udah nggak papa. Pasti nanti kalian temenan kalo dah akrab"

"Semenjak deket sama Jingga, kita berdua di lupain ya, Gi?"

Tiba-tiba suara itu muncul ke permukaan membuat langkah Langit dan Jingga terhenti. Yep, itu Aidan. Ia bersandar di dinding dan Gio di sebelahnya.

Sangking fokusnya mengobrol, Langit sampai tak sadar kedua sahabatnya itu mencegatnya di depan.

"Bener banget, Dan. Chat gue aja semalem di read doang" Gio memambahi

Sebenarnya Aidan maupun Gio tak mempermasalahkan Langit dekat dengan siapa saja—kecuali Marisa. Mereka selalu mendukung selagi Langit nyaman. Lagipula, sepertinya Jingga juga gadis yang baik dan tak seburuk yang orang-orang kira.

"Apaan, sih, kalian ganggu orang jalan aja," ujar Langit

"Ganggu orang jalan apa orang pacaran nih"

Aidan dan Gio menyatukan tangan untuk tos lalu tertawa. Puas sekali rasanya bisa menggoda Langit.

"Tapi dilihat-lihat Jingga cantik, sih, Gi. Kayak ada turkinya gitu"

Aidan melanjutkan, memperhatikan detail Jingga yang hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya maklum.

"Arab kali, bukan Turki," Gio mengoreksi.

"Arab darimane? Yang Arab tuh gue"
Aidan menunjuk dirinya sendiri.

"Idung kaga ada setengah mili ngaku Arab lo"

"Lah elo? Muka nggak simetris pengin jadi pemerannya aladin"

Langit yang mendengar pertengkaran tak jelas itu mengorek kupingnya dengan telunjuk. Padahal sudah jelas terpampang yang ganteng disini adalah Langit. Mereka masih saja berdebat.

"Makasi ya udah mau jadi temen aku. Aku jadi tau Gio sama Aidan, mereka lucu," ucap Jingga pada Langit.

"Lo juga lucu"

Jawaban Langit membuat Jingga hanya tersenyum meski tanpa sadar pipinya memerah. Salting??

𖥔 ݁ ˖༄

Pulang sekolah, Langit sengaja berbohong pada Jingga jika mobilnya sedang di bengkel karena mogok. Lelaki itu hanya ingin pulang bersama Jingga. Akhirnya Jingga pun menuntun sepedanya sembari berjalan bersama Langit. Dan ternyata jalan rumah mereka searah.

"Kamu kenapa nggak bareng sama Gio aja? Dia udah nawarin kamu, kan, tadi?"

Ya, mereka sempat berpaspasan dengan Gio di jalan. Padahal Gio sempat menawari Langit maupun Jingga untuk nebeng. Tapi Langit disana kode-kode agar Gio cepat pergi.

"Nggak enak sama Gio. Kayaknya dia mau jemput Sarah deh"

Memang, sih, Gio dan pacarnya beda sekolah. Namun terlepas benar atau tidak Langit hanya beralasan agar dirinya bisa pulang dengan Jingga.

"Emm, nanti sore lo sibuk nggak?"
Langit mengalihkan topik. Mungkin jalan-jalan sore dan mengajak Jingga berkeliling taman sambil makan ice cream sepertinya seru.

"Iya sibuk. Emang kenapa?"

Jingga malah balik bertanya. Ia tak menjelaskan detail jika sibuk yang dimaksud adalah bekerja. Ia masih tak ingin terlalu terbuka soal dirinya pada Langit.

"Nggak papa, sih, tanya doang"

Langit menggaruk tengkuk dan terdengar canggung. Misinya gagal.

"Eh rumah aku abis ini belok kanan. Kamu gimana?"

Tanya Jingga saat 5 meter dari mereka terdapat pertigaan jalan.

"Oh yaudah duluan. Gue belok kiri soalnya"

"Ya udah duluan ya"

Jingga pun menaiki sepeda bututnya itu.
Langit melambai sejenak lalu menghela napas berat. Rumahnya masih jauh dari sini.

Sebelum memesan gojek online, ia mengirim satu bubble pesan pada Mamanya.

Sebelum memesan gojek online, ia mengirim satu bubble pesan pada Mamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






𖥔 ݁ ˖༄

tunggu chapter selanjutnya yaww~

SENYUMAN JINGGA 《on going》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang