06

304 52 2
                                    






"Gimana suamimu Nduk? Dia ijinin kamu pergi S2? " Trias bertanya pada putri kecil kesayangannya itu

"Tentu Yah" Bohong... Nora ingat jelas kalimat penuh penolakan Devan kala itu 

"Bagus lah kalau gitu nanti Ayah urus keberangkatannya" Akhirnya! Leonora dapat segera menghirup aroma kebebasan yang sesungguhnya

"Apa.. Selama ini Devan memperlakukanmu dengan baik? " Se suka sukanya Trias pada Devan ia tetap saja khawatir apalagi putri kesayangannya di besarkan dengan bergelimangan harta sejak kecil lalu setelah menikah ia harus bisa hidup lebih sederhana

Hal yang tak pernah Trias tau bahwa harta tak pernah masuk dalam prioritas Leonora baginya kebebasan dan kemandirian jauh di atas segalanya yang pernah ia impikan. Bagi Leonora menjadi penentu dan pemeran utama dalam hidupnya sendiri adalah hal yang amat ia idam idamkan

"Mas Devan baik kok Yah" Setidaknya setelah lebih dari satu bulan menikah selama Leonora belum memberontak Devan masih bersikap baik sejauh ini

"Ayah cuma mampir hari ini, mau nengok kamu sama Devan.. Kalau ada apa apa hubungi Ayah, Ibu kangen sama kamu katanya" Haha.. Kangen? Keluarga mereka tak se dekat itu mengungkapkan rindu satu sama lain karna pada dasarnya Nora dan sang Ibu adalah sama.. Sama sama minim ekspresi dan pandai menyembunyikan isi hati mungkin Nora mendapatkan bakat terpendam itu dari sang Ibu

"Iya" Sungguh Nora malas berbasa basi lebih jauh lagi, Nora mengambil tangan sang Ayah menciumnya sebelum pria paruh baya itu pamit. Namun baru berada di ambang pintu Tria kembali mengucapkan kalimat yang membuat Nora muak

"Walau kamu ga suka, kamu harus selalu hormati Devan Nduk.. Dia gantinya Ayah, surga nerakamu apa kata Devan" See? Selain di dunia yang katanya hanya sebentar ini, surga neraka Nora pun apa kata orang lain

Tak pernah ada satu hal pun yang benar benar Nora miliki, tak ada.. Ironis namun ini fakta

Sore menjelang malam Syahreza Devan Tanuwidjaja baru saja menginjakkan kaki di kediaman dinasnya. Disambut oleh para staff yang memberi informasi bahwa sang mertua Leosona Trias Sasmitra sempat mengunjungi mereka siang tadi lantas kenapa Nora tak memberi tahu atau menghubunginya?

"Kata Pak Umar, Ayah tadi dari sini? " Nora hanya mengangguk menyisir rambut panjangnya

"Kenapa kamu ga hubungi saya? " Leonora memutar matanya malas menanggapi pertanyaan penuh selidik Devan

"Ga penting" Jawab Nora se kenanya

"Maksudnya? " Devan makin tak paham arah pikiran sang istri yang menurutnya terlalu rumit

"Ayah kesini ga penting, dia nyari aku bukan kamu" Tubuh Devan sungguh lelah dan masih harus di hadapkan pada sifat istrinya yang membuatnya hampir gila

"Bisa ga kalo ngomong liat orangnya? " Protes Devan tanpa sengaja menggunakan suara keras nyaris membentak Nora. Dara cantik itu meletakkan sisirnya di meja, ia menatap bayangan sang suami dari pantulan kaca meja riasnya

"Siapa kamu berani bentak aku kaya gitu Hah?" Teriak Nora tak kalah kencang, kening Devan mengkerut bukankah harusnya Devan adalah pihak yang pantas marah?

Tak banyak bicara, Devan tau sang mertua datang ke gubuk dinasnya yang sederhana lantaran mengunjungi si tuan putri tercinta, sejurus dengan itu Devan tau mertuanya pasti membahas rencana kelanjutan pendidikan Nora

Devan mengambil telefon genggamnya dan menghubungi Trias

"Assalamualaikum Yah, apa kabar? " Suara Devan nampak santai

"Maaf ya Yah tadi waktu Njenengan kesini saya lagi ada acara jadi ga bisa ketemu" Ucapnya sungkan

"Iya.. Soal S2 Nora Yah... " Mata Nora memicing menunggu kelanjutan kalimat Devan

"Saya minta di.. " Kalimat Devan terputus saat Nora dengan cepat menarik ponselnya dan membanting benda pipuh puluhan juta itu ke lantai hingga hancur

"NORA! " teriak Devan tak percaya dengan tindakan kasar istrinya

"Kamu tau betapa pentingnya handphone itu buat saya" Desis Devan menahan emosi sekuat tenaga yang ia bisa

"Jangan coba coba ngatur aku Devan... Kamu bukan siapa siapa" Devan tertegun.. Mulutnya begitu sarkas, kelakuannya begitu kasar namun matanya berkaca kaca penuh luka. Devan berharap ia salah saat melihat Leonoranya terluka

"Saya suami kamu" Ucap Devan tepat di hadapan wajah cantik Nora

"Ck.. Lantas apa yang kamu mau? " Tantang Nora pada Devan

Sejak pagi tadi Nora bangun dengan mood cukup baik, ia pergi berbelanja, memasak makanan kesukaannya bahkan ia membersihkan kamar mereka yang biasanya di lakukan oleh Devan

Namun sejak kedatangan sang Ayah siang tadi suasana hati Leonora berubah, melihat Devan tak lagi bersahabat seperti kemarin

Apalagi kalimat sang Ayah yang terus saja berdengung di telinganya tentang surga dan neraka di tangan Devan semakin membuat Nora marah

"Kamu begitu penurut beberapa waktu lalu" Devan bingung.. Wanita di hadapannya seperti bukan leonora yang ia kenal. Nora tersenyum miring

"Pak Trias bilang... Surga neraka ku ada di tanganmu? That's funny sejak kapan manusia menggantikan tugas Tuhan menentukan surga neraka manusia lainnya? Atau... Benarkah itu senjata pria patriarki jaman sekarang? Minta di raja hanya karna merasa berkuasa atas istrinya? " Devan makin tak mengerti pembicaraan ini dan apa tadi? Pak Trias? Nora memanggil Ayahnya seperti itu?

"Mau dengar cerita yang lebih lucu? Dari kecil.. Aku ga pernah di biarkan membuat keputusanku sendiri hingga suatu hari sebuah kejadian ganjil mulai terjadi tiba tiba satu permintaanku di kabulkan! psychology university of melbourne rasanya bagai keluar dari sangkar emas akhirnya aku memiliki kehidupanku sendiri.. Lalu tiba tiba muncul namamu di obrolan meja makan malam kami" Nora tertawa sumbang mengingat salah satu kejadian yang paling menyakitinya, setetes air mata membasahi pipi cantiknya

Kini Devan mulai paham bahwa hubungan Nora dan keluarganya ternyata jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan dan parahnya ia turut andil di dalamnya

"psychology university of melbourne? Itu juga skenariomu Bapak Bupati Syahreza Devan Tanuwidjaja? Hebat sekali.. Lalu kini anda masih memiliki kekuasaan penuh menentukan surga neraka saya? Silahkan... Saya lebih memilih neraka andai di surga pun harus bersama anda" Sebuah belati tak kasat mata menusuk tepat di jantung Devan, sebegitu benci kah Leonora padanya?

"Nora.. Saya.. " Mata Devan terbelalak melihat pergerakan cepat Nora mematahkan salah satu ujung kuas make up nya yang berukuran kecil, mengarahkan bagian yang runcing tepat menekan sisi lehernya yang putih hingga sedikit mengeluarkan darah

Devan tak tau.. Ia tak pernah tau Nora se terluka itu, se nekat itu dan se gila itu membuatnya frustasi

"Kita bicarakan semuanya baik baik.. Saya turuti mau kamu, buang dulu benda itu" Keringat dingin membasahi kening Devan melihat darah mulai turun membasahi gaun tidur berbahan satin yang Nora kenakan

"Kenapa? Apa bedanya mereka semua dan kamu? Sama aja.. Aku bahkan ga bisa jadi pemeran utama di hidup aku sendiri , aku seolah di ciptakan untuk memuaskan ekspektasi kalian semua" Devan melangkah mendekat dengan pelan dan mata yang fokus mengunci mata Nora

"Aku cuma mau kehidupanku sendiri" Devan berhasil.. Ia menarik dan melempar potongan kuas yang runcing itu, ia mencium bibir Nora pertama kali dalam pernikahan mereka

Tak pernah terlintas dalam khayalan Devan bahwa ciuman pertama mereka akan berderai air mata seperti ini

"Saya akan kabulkan.. Apapun yang kamu mau" Devan menghapus air mata di wajah cantik istrinya











Bersambung...











Senja Antara KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang