Aaron melepaskan helm, turun dari motor dan berjalan menuju gedung yang didominasi warna hitam putih, kantor pusat kepolisian Atraka. Ini kali pertama Aaron menapakkan kaki disini, ia menghela nafas sebentar, menyiapkan diri untuk membereskan kekacauan orang lain.
Ketika memasuki ruangan, ia dengan mudah menemukan orang yang dicarinya, orang itu tengah duduk santai bermain ponsel, kaki kanan disilangkan di atas kaki kiri, nampak kearoganan yang pasti. Anak ini, meskipun sudah tertangkap tidak terlihat rasa bersalah yang dalam pada dirinya.
"Kau terlambat 5 menit, Aro~"
Meskipun tidak melihat, orang di depannya ini telah menebak siapa yang mendatanginya. Ia memperlihatkan layar ponsel yang terpampang tanda merah terdiam di titik tertentu. Sejak kapan orang ini menanamkan pelacak di ponselnya? Orang itu menunjukkan hal itu pada Aaron dengan mengedipkan sebelah mata, mengejek. Meskipun begitu, Aaron tidak mempermasalahkannya.
Salah satu petugas kepolisian menghampiri mereka, "Apakah anda wali dari Crystal Heraldric?"
Aaron menjawab, "Aku iya".
"Kau tampak cukup muda, berapa usiamu?", tanya petugas itu tidak yakin.
"Maaf pak, tapi orangtua dia sedang melakukan pekerjaan ke negara lain, jadi tidak mungkin untuk menyuruhnya kembali sekarang"
"Aro~ aku sudah menjelaskan kepadanya berulang kali tapi dia tidak mau mendengarkan. Sekarang bagaimana nasibku? Kalau aku tidak dikeluarkan sekarang aku akan menangis disini entah sampai kapan dan setelah aku keluar nantinya aku akan menulis banyak artikel tentang 'bagaimana anggota kepolisian ini berperilaku kepada seorang gadis muda yang lemah'. Aku akan memastikan hal itu akan viral di segala sosial media"
Petugas yang mendengarkan omong kosong Crystal mengerutkan kening, mungkin dia pusing harus menghadapi mahkluk sejenis orang disampingnya ini, "begini ya anak muda, aku hanya melakukannya sesuai prosedur. Jadi, kalian juga harus mengikutinya. Panggil orang yang lebih tua, siapapun boleh"
"Jadi maksudmu, kalau aku memanggil tukang kebun di rumah sebagai wali juga boleh?", tanya Crystal
"Tentu saja bukan itu yang aku maksudkan. Seseorang yang termasuk dari anggota keluarga, itu cukup", lihatlah otot-otot leher yang mencuat dari petugas ini, nampaknya ia telah berusaha menekan amarahnya. Cukup mengesankan.
Aaron juga sudah sampai ke titik lelahnya. Bukannya tidak ada yang bisa dipanggil dari sisi mereka, tapi jika ayah Crystal tahu, hal ini akan menyusahkan bagi Aaron. Gadis itu akan dihukum dan ia tidak akan segan-segan mengomel kepada Aaron sampai telinga pemuda itu tuli. Tanpa mempedulikan lingkup debat kedua orang didepannya, ia melirik pada area debat lain, itu antara seorang pemuda dengan seorang petugas kepolisian lainnya.
Tampaknya balapan telah berlangsung aman dan bahkan pemenangnya pun sudah diputuskan, namun karena ketidakwaspadaan mereka, hal seperti ini pun terjadi, bisa dipastikan juga pemuda itu berhasil memenangkan balapan ini.
Aaron mengeluarkan sebuah kartu dalam dompet, menyerahkannya ke depan muka petugas yang tengah berdebat dengan Crystal. "Kartu ini bisa dipakai kan?"
Mata petugas itu melotot memegang kartu itu, "k-ka-kau?", setelah memeriksa bahwa kartu itu asli, petugas tadi buru-buru mengurus surat pembebasan untuk Crystal, namun sebelum itu Aaron menahan bahu sang petugas.
"Bebaskan juga pemuda di seberang sana", katanya.
"Hey nak, apa kau tau betapa berharganya kartu ini dalam kehidupan pendidikanmu?"
Aaron menjawab remeh, "Itu hanya kartu."
Pemuda itu mengikuti sang petugas menuju ke area paling pinggir, petugas lain yang masih duduk memperhatikan sebentar kartu itu dan beralih ke dirinya, "kau yakin nak?", jawaban Aaron tetaplah sama. Kartu itu tidak akan mempengaruhi masa depannya, meskipun itu tidaklah 100% benar, tapi bodo amatlah, ia bisa mengatasinya nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIRIUS | TXT
FanfictionTuk tuk tuk Ketukan di meja kerja pria berdasi itu terhenti ketika seluruh kota yang tengah dipandangnya berubah menjadi gelap gulita. "Mereka berbeda, mereka bersinar terlalu terang, cahayanya sangat menyilaukan dan- -ini sangat memuakkan...CEPAT S...