Teriknya cuaca hari ini tidak sedikit pun mengurangi jumlah murid dari berbagai tingkat untuk berbondong-bondong ke depan papan pengumuman, dimana nilai dan peringkat dari ujian akhir mereka tengah ditampilkan sekarang. Tentu saja ada yang mendapatankan hasil baik maupun buruk. Teruntuk murid dengan hasil yang tidak mencukupi pastilah mendapatkan konsekuensi, dimana ia diharuskan mengikuti kelas tambahan.
"Dia peringkat pertama lagi?" menunjuk nama pada barisan paling atas.
"Bisa kau liat sendiri kan? Selama 3 tahun ini, belum ada yang bisa menggesernya." dengan melirik seorang pemuda yang tengah berjalan santai melewati kerumunan ini.
"Liat, dia sampai tidak perlu repot-repot melihat hasilnya sendiri."
"Tentu saja, memang siapa yang bisa mengalahkannya, bahkan si peringkat 2 saja masih tertinggal jauh."
Tanpa memperdulikan berbagai tatapan dan bisikan dari murid lain, pemuda ini berjalan dengan santai, toh dia juga sudah dapat menebak dimana posisinya berada.
Hari ini terasa berbeda, walaupun terik matahari menyilaukan mata namun semilir angin yang mengalun lembut dapat membuat pikiran dan perasaan pemuda ini menjadi tenang. Di waktu istirahat, dia memang lebih suka berjalan-jalan menuju taman belakang akademi, menikmati kesejukan dari hijaunya pepohonan, damai dan tentram, ini lebih baik daripada di kantin. Suasana kantin sangat menyesakkan, dia tidak suka.
"Woahh woahh lihat siapa disini", tiba-tiba datang 3 pemuda yang setingkatan dengan dia.
Sepertinya ketenangan yang sedang dinikmati oleh pemuda itu hancur seketika. Tidak ingin membuang waktunya, ia pun beranjak pergi dari sana. Mungkin tidur di kelas tidak buruk juga.
"Minggir", ucapnya pada 3 pemuda yang tengah menghalangi jalannya.
"Lihatlah anak emas akademi ini, tapi daripada anak emas, kau lebih mirip seperti babu akademi sih hahahahahaha" ejek pemuda yang berada di tengah kedua temannya.
"Minggir"
"Hey bro jangan kaku-kaku begitu. Aku kan hanya ingin melihat seperti apa orang yang dibangga-banggakan akademi, ternyata lebih menjijikkan jika dilihat dari dekat ya?" ujar orang itu pada teman-temannya.
Muka datar yang terus ia tampilkan sekarang telah berubah dengan senyuman remeh dan tatapan mata tertuju pada salah satu orang di hadapannya, "Kenapa kau melampiaskan kegagalanmu padaku heh?". Sepertinya orang di depannya ini tersinggung, dia berhenti tertawa, raut mukanya membuatku ingin tertawa.
"Hey Dave. Kau dipanggil ketua akademi" panggil seorang pemuda terlihat setingkat denganya apabila melihat seragam yang dikenakannya. Dave pun berlalu pergi meninggalkan 3 orang yang entah mengapa selalu menganggunya itu. Sebelum dia jauh, dia berbalik ke arah mereka bertiga, lebih tepatnya netra Dave terfokus pada pemuda yang berdiri lebih depan dibanding kedua temannya.
"Jika kau ingin mengalahkanku, tidur dan bermimpilah" ucap Dave dengan smirk menghiasi wajah tampannya. "Semoga berhasil" lanjutnya berbalik pergi dengan lambaian tangan kepada orang-orang di belakang sana.
Nama pemuda ini adalah Dave Wiffargne, murid tingkat ke-3 di Akademi Soteria. Selama 3 tahun masuk di akademi ini, ia tidak pernah tergeser dari peringkat 1 dalam segala aspek yang telah diujikan. Akademi Soteria sendiri adalah satu-satunya institusi pendidikan yang berfokus pada bidang keamanan. Akademi ini terletak di bagian selatan kota Atraka, tepatnya di pegunungan rupins dengan pemandangan hamparan hutan dan gemerlap cahaya gedung kota Atraka sendiri. Akademi ini dibangun oleh kepala keamanan negara untuk menyaring orang yang layak bekerja untuk negara, terutama dalam profesi polisi, tentara, detektif, hakim dan pengacara. Tentunya dengan ujian masuk yang tidaklah mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIRIUS | TXT
Fiksi PenggemarTuk tuk tuk Ketukan di meja kerja pria berdasi itu terhenti ketika seluruh kota yang tengah dipandangnya berubah menjadi gelap gulita. "Mereka berbeda, mereka bersinar terlalu terang, cahayanya sangat menyilaukan dan- -ini sangat memuakkan...CEPAT S...