apakah ini selamanya atau hanya sementara

38 10 0
                                    

Jam menunjukkan pukul 3 sore.

Zeyu tampak gelisah, matanya terus-menerus melirik sekeliling kelas. Sejak memasuki ruangan ini, ia merasa seolah ada seseorang yang sedang mengawasinya. Insting alphan-nya, yang tak pernah meleset, memberi sinyal adanya sesuatu yang tak beres.

Kekhawatiran ini terus mengganggunya hingga kelas berakhir. Ketika akhirnya dia keluar dari ruang kelas, Zeyu melihat seorang pemuda yang tampak mencurigakan—terus-menerus mencuri pandang padanya. Rasa penasaran membuat Zeyu memutuskan untuk mendekati orang tersebut, berdiri tidak jauh dari tempat duduknya.

"Shuyang..."

Pemuda itu tampak terkejut, segera membereskan barang-barangnya dengan cepat dan berniat pergi. Namun, Zeyu lebih cepat. Tangannya sudah menangkap lengan Shuyang.

"Perlu bicara denganku?" tanya Zeyu dengan nada yang tegas. Shuyang, yang tampaknya merasa tertekan oleh aura dominasi Zeyu, hanya bisa menjawab dengan gugup, "Y-ya..."

Zeyu melanjutkan dengan nada tidak sabar, "Jadi, apa yang ingin kau bicarakan denganku? Atau mungkin kau punya pertanyaan atau butuh bantuan? Apakah Xinlong membuat masalah? Apakah dia menyakitimu? Atau..."

Shuyang menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. Omega di hadapannya ini adalah Ren Shuyang, mate dari sahabat Zeyu, He Xinlong, yang baru ia kenal beberapa bulan lalu.

Shuyang mengangkat tangannya dan menutup mulut Zeyu, mengisyaratkan agar dia diam. Shuyang berpikir dalam hati, betapa mengganggunya suara Zeyu. Dengan suara berat, Shuyang berkata, "Semoga Moon Goddess melindungiku setelah ini," sebelum menatap Zeyu dengan tatapan serius.

Zeyu menelan ludah dengan susah payah, menunggu apa yang akan diungkapkan oleh Shuyang. Mereka tidak dekat, hanya beberapa kali bertemu karena berada dalam kelas yang sama.

"Kau percaya pada fated-mate?" tanya Shuyang akhirnya.

"Ya, kenapa?" Zeyu menjawab dengan bingung, memandangi Shuyang.

"Begini... Jika kau merasa tertarik pada seseorang dan percaya bahwa orang itu adalah fated-mate-mu, bagaimana jika ternyata orang tersebut bukan fated-mate-mu?" Shuyang menghela napas lagi, tampak kelelahan.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Zeyu merasa tidak nyaman dengan arah percakapan ini.

"Jujur... Aku mencium aroma tubuhmu pada sahabatku," kata Shuyang dengan nada dingin.

Mata Zeyu membelalak. Ia menatap Shuyang dengan serius, merasakan aura berbahaya di sekitar mereka.

"Karena kau percaya pada fated-mate dan bersikeras mencari pasangan seperti itu..." Shuyang melanjutkan dengan nada tajam, "Jika kau memutuskan untuk mendekati sahabatku dan berpikir bahwa dia adalah mate-mu, tapi ternyata bukan, dan kemudian kau meninggalkannya dengan perasaan yang kau tinggalkan..."

Zeyu merasa ketakutan. "Apa maksudmu?"

Shuyang menatap tajam ke mata Zeyu, dengan aura dingin yang semakin intens. "Jika kau memilih untuk meninggalkan dia setelah semuanya, maka aku adalah orang pertama yang akan mencarimu dan menendangmu dari dunia ini menuju kematian."

Dengan kata-kata yang menghantui, Shuyang pergi meninggalkan Zeyu yang membeku di tempat, terpengaruh oleh pernyataan dan aura dingin yang menyertainya.










Zeyu kemudian berdiri di depan dua botol susu rasa cokelat kesukaannya, pikirannya kacau memikirkan apa yang baru saja dikatakan oleh Shuyang. Dia merasa bimbang dan tidak yakin.

Bagaimana jika apa yang dikatakan Shuyang memang benar? Bagaimana jika perasaannya hanya ilusi seperti yang sering dialami teman-temannya? Bagaimana jika Mingrui bukan fated-mate-nya? Dan jika suatu saat ia bertemu dengan takdirnya, bagaimana dengan Mingrui?

Pertanyaan-pertanyaan ini berkecamuk dalam benaknya, seolah akan meledak dan menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya. Zeyu menghela napas dalam-dalam dan pergi dari taman dekat gedung fakultasnya, melangkah tanpa tujuan dengan perasaan yang membebani.

Tak lama kemudian, Zeyu sampai di gedung fakultas seni, tempat yang sama seperti kemarin. Ia kembali mengagumi lukisan-lukisan yang terpajang di depan matanya. Saat itulah seseorang menepuk pundaknya.

"Kau kesini lagi," suara itu terdengar akrab. Zeyu menoleh dan tersenyum melihat Mingrui yang menghampirinya.

"Hai," sapa Zeyu dengan senyuman ramah dan hangat.

Mingrui berdiri di sampingnya, seperti kemarin, menemani Zeyu memandang lukisan itu. Zeyu memperhatikan bagaimana Mingrui melihatnya, wajahnya nyaris sempurna dalam pandangan Zeyu.

"Kenapa kau selalu mengunjunginya?" tanya Mingrui.

Zeyu tersadar dan tersenyum melihat nama pelukis di bawah lukisan. "Entahlah, sudah kukatakan kemarin bukan?"

Mingrui mengerutkan dahi, lalu mengangguk. "Tapi sepertinya sekarang bertambah," lanjut Zeyu sambil tersenyum menatap Mingrui.

"Apa maksudmu?" tanya Mingrui penasaran.

"Ingin bertemu dengan pelukisnya tentunya," jawab Zeyu dengan senyuman manis.

Mingrui memalingkan wajahnya, tampak malu. Zeyu tertawa melihat reaksi tersebut. "Jamet," kata Mingrui dengan nada ketus, tapi itu hanya cara Mingrui menutupi rasa malunya.

Zeyu tidak mempermasalahkan hal itu dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya. "Kau suka olahan susu?" tanyanya sambil menunjukkan botol susu.

Mingrui menatap botol susu yang ada di tangan Zeyu, lalu menatap Zeyu dengan tatapan teduh.

"Ambil ini," kata Zeyu sambil menarik tangan Mingrui dan menyerahkan botol susu tersebut.

Mingrui melihat botol susu di tangannya dengan ekspresi bingung. Zeyu tersenyum dan melanjutkan, "Apakah kau sibuk? Mungkin kita bisa bertemu lagi di tempat lain."

"E-eh?" Mingrui tampak terkejut.

"Suatu hari nanti, ketika kau punya waktu luang, temui aku di danau fakultas jam 3 sore..." ucap Zeyu dengan lembut. "... Mungkin kita bisa berbagi cerita?"

a different Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang