4. Dikenalkan?

181 20 2
                                    

**disclaimer!! Harusnya Amarish kelas 1 SMA

Di dermaga pantai ada sepasang ayah dan anak perempuan semata wayangnya sedang menghabiskan waktu bersama di malam hari. Mereka dikelilingi 2 chef yang memiliki 3 asisten. Hamish dan Amarish duduk tidak terlalu rapat dengan tubuh menyamping agar bisa saling menatap. Di depan mereka ada api unggun dengan ukuran yang pas bagi keduanya.

Mereka berdua duduk di kursi pantai yang pendek dan tidak panjang, nyaris lesehan.

Amarish menelisik ayahnya yang sibuk memutar tusukan jagung agar jagung mereka matang merata di atas pembakaran. Entah kenapa Amarish kasian pada ayahnya. Ayahnya terpaksa menjadi ayah di usia 21 tahun, tanpa seorang istri hanya karena keteledoran di masa muda.

"Kenapa daddy ga kasih Ammy ke granny aja?" tanya Amarish membuka percakapan serius. Suaranya lembut sekali.

"Daddy kemudaan buat jadi ayah. Pasti daddy belum puas sama masa muda daddy."

Hamish membeku mendengar itu. Ia merasa anaknya menganggap jiwanya sebagai ayah masih kurang.

"You're my daughter. Why should i gave you to your granny?"

"Your friends .... mereka pada baru nikah di usia dua puluh tujuh ke atas. Cuma daddy aja yang punya anak di umur dua puluh satu." Ammy salah tingkat mendapat tatapan sang ayah.

Hamish tampak tenang. Namun, tak bisa dipungkiri, ia tersinggung. Sebegitu jeleknya, kah, figur ia sebagai seorang ayah? Ia merasa sangat bersalah pada anaknya.

Hamish menggeser duduk sekaligus kursi yang ia duduki. Ia merapat, lalu ia rangkul bahu anak gadisnya, anak semata wayangnya. Ia ucapkan kalau anaknya sangat cantik, seperti sosok yang melahirkan.

"Diandra, your mom, kami sepupuan yang sangat akrab. Kami emang ceroboh banget. Sampein dalam doa kamu permintaan maaf daddy ke mamih kamu karena jadi sepupu yang jahat dan ga tanggung jawab." Hamish menunduk tuk bisa menatap mata sang anak. Mata itu serupa dengan mata sepupunya yang telah tiada.

"Almarumah mamih pasti maafin. Lagi pula, mamih lakuin itu karena granny. Granny gila harta. Mamih juga terpaksa."

Ammy menitikan airmata. Ia mencengkeram baju di pinggang ayahnya dengan kuat. Ia terlahir dari sepasang sepupu yang tidak saling cinta.

Dengan sedih Hamish bertanya kenapa anaknya menangis. Isakan itu membuatnya semakin merasa bersalah. Tapi anaknya tak menjawab.

Para chef yang ada di sana berusaha fokus pada kerjaan mereka. Jelas sekali mereka bisa mendengar percakapan ayah dan anak itu. Tapi, harus dengan usaha yang lebih, karena suara ombak dan angin sangatlah kencang.

"Jujur, daddy dulu ga siap jadi ayah di usia muda. Daddy masih kuliah, baru semester tiga. Huft ..." ucap Hamis menatap langit yang gelap tanpa bulan dan bintang. Ia usap bahu anaknya dengan hangat.

"Maafin daddy sempet paksa mamih kamu buat gugurin kamu." Hamis menitikkan airmata.

Ammy menahan isakannya sekuat tenaga. Fakta itu sudah ia ketahui sejak dulu. Ia pandai menguping.

Hamish perlahan terkekeh. Ia menunduk agar bertatap mata dengan anak gadisnya. Ia cubit pipi itu dan ia ucapkan kalau ternyata kini anaknya sudah berusia 13 tahun dan tumbuh menjadi gadis cantik. Tidak hanya itu, ia ungkapkan rasa bangganya terhadap sang anak yang sangat dewasa memahami dan menerima takdir.

Hamish tiba-tiba bicara sendiri menatap langit dengan tatapan kosong. Ia panggil nama Diandra, sepupunya. Ia ucapkan bahwa anak mereka sangat cantik. Dengan tegas ia berkata kalau sepupunya harus bangga surga. Anak mereka mengagumkan.

"Thank you, daddy." Ammy terkekeh manja bersama isakan yang tak bisa ditahan.

Cuup

Bibir mungil Amarish mencebik kala ia menerima kecupan di pucuk kepala. Ia menangis kembali.

Asmara PrincessaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang