2. Meminta maaf

185 18 0
                                    

**disclaimer!! Harusnya Amarish kelas 1 SMA

Asmara sangat menikmati pekerjaannya sebagai guru, sekaligus wali kelas di kelas unggulan. Ayolah, ini sekolah internasional. Lalu, dirinya guru kelas unggulan.

Yang membedakan kelas unggulan dengan kelas lain adalah hanya siswa-siswi tertentu yang bisa menembus. Diwajibkan siswa-siswi unggulan untuk lancar minimal 4 bahasa, lalu akan diadakan test setiap semesternya dan akan ada yang menembus, atau keluar dari kelas itu dan pindah ke kelas reguler.

Asmara duduk di kursi kerjanya di ruang guru. Ia raih catatan kecil yang ia tempel di dinding. Ada 15 nama siswa-siswi dengan nama Amarish teratas. Itu adalah 15 siswa-siswi yang tidak pernah keluar dari kelas unggulan. Mereka konstan bertahan dari persaingan yang ketat.

"Bu, Amarish ini jenius kayaknya ya." Asmara mengajak guru samping meja kerjanya bicara. Ia ikat rambut pirangnya sembari fokus bicara.

"Kalo ada kosa kata yang lebih jenius, itu lebih cocok buat Ammy!" sahut guru berwajah bule dengan rambut pirang cenderung putih.

"Wow." Asmara terkagum.

"Di angkatan kelas sembilan sekarang, dua puluh persen medali sama piala itu hasil dari Amarish. Semua lomba dia ikutin. Lombanya juga bukan lomba biasa. Matematika dia ahlinya. Biologi sama kimia dia udah setara dokter. Jagonya olahraga golf. Piano jago! Gitar, ukulele, sampe biola harmonika dia jago!"

Asmara mendengus kala mendengar penegasan kalau Amarish bukan sekedar bisa, tapi jago. Hanya sekali diajari, Amarish langsung bisa.

Sesaat Asmara menggeleng. Guru itu bicara bahwa jika ada lomba yang bentrok, Amarish dipersilahkan untuk memilih, lalu sisanya untuk orang lain.

"Hati-hati. Anak itu problematik, psycho. Di di sini, anak-anak saling ngejek aja harus langsung dikeluarin." Satu pria yang kentara seorang guru olahraga berdiri di seberang meja Asmara. Setengah tubuhnya tertutup dinding 125 cm.

Sontak Asmara bertanya kenapa. Melihat guru wanita yang tadi bicara dan kini hening membuatnya semakin penasaran.

"Tapi Amarish, dia pernah ketahuan dan kebukti nampar sama nendang murid, terus mengolok-olok guru, dia tetep dibela."

"Lho? Kok ga adil?" sontak Amarish berdiri. Tensi diantara mereka mulai tinggi. Ini sangat serius.

"Karena itu tadi, prestasi dia. Sejak dia sekolah di sini, sekolah ini makin terkenal, makin banyak investor dan galang dana."

"Belum lagi backingan dia, bapaknya yang jadi investor paling besar, plus paling rutin galang dana." Guru olahraga itu mencebik dengan raut yang tenang. Ia tampak sudah biasa. Berbeda dengan Asmara yang menggeleng dengan ungkapan tak setuju.

Berperang dengan isi pikirannya sendiri, Asmara berubah pasrah. Ia jadi ingat masa lagunya yang menjadi korban perundungan. Tidak ada yang berani membela. Yang merundungnya adalah kakak kelas yang sudah SMA, sedangkan dia SMP. Tak jarang ia dicolek dengan usil, lalu diikuti sampai toilet, dikunci dari dalam, disuruh membawa masakan enak dengan bukti video ia yang memasaknya.

Wanita cantik berambut pirang menjatuhkan bokong pada kursi kerja yang sangat nyaman ini. Ia jadi ingat dahulu asa sosok bernama Hamish, penguasa di sekolah. Entah apakah itu cinta atau bukan, Hamish merundungnya dan melakukan pelecehan. Tak sekali dua kali ia dibaringkan di atas kasur yang ada di markas pria itu, lalu kedua tangannya diikat da. Hamish tidur di sampingnya. Ini gila.

"Miss Ama! Hei!" tegur guru olahraga itu membuat Asmara terperanjat.

"Aku ga membenarkan sikap kak Hamish dulu. Tapi, kenapa aku ngerasa kak Hamish emang cinta sama aku," Batin Asmara gundah.

Asmara PrincessaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang