11. Amarish kriminal

137 18 4
                                    

Asmara mendengus mendapati dua koper besar diinjak-injak oleh Amarish yang berdiri di atasnya. Amarish penasaran dengan koper yang dijamin tidak akan rusak, hasilnya membeli secara random dari internet.

Amarish asik melangkah dan sengaja menikmati penolakan mulus dari dinding koper. Satu tangannya menggenggam tangan ajudan yang mengikuti pergerakannya.

"Kata Jihan harganya murah, Miss. Cuma lima juta. Padahal selucu ini." Amarish meloncat dan mendarat pada lantai dengan mulus.

"Itu standar koper yang Miss pake, sih. Miss aja liat koper kamu pas ke Taiwan itu harganya puluhan juta."

"Really? Koper harganya segitu?" Kejut Amarish duduk sila dan memeriksa koper tersebut.

"Emangnya kamu kalo beli ga liat harga?"

"Ga pernah beli koper. Selalu minta ke Jihan. Tahu-tahu ada deh." Amarish tersenyum, lalu mengedik.

Jihan bercerita bahwa koper itu ia beli saat menonton live di salah satu aplikasi. Saat ia memperlihatkannya pada Amarish, ternyata Amarish mau.

Asmara duduk mendekap Amarish yang duduk sila di depannya. Ia memberikan amanat dengan sangat lembut. Ia ungkapkan bahwa Amarish harus menjadi anak yang semakin baik lagi, apalagi sekarang ayahnya mulai lebih baik dari sebelumnya. Asmara dengan gamblang bicara bahwa Amarish harus memanfaatkan itu.

"Hihi. Aku seneeng banget Daddy semakin berubah. Maybe ... jiwa bapaknya baru muncul." Amarish mendongak dan menempelkan pipi mereka.

Cuup

Asmara memberikan kecupan bertubi pada pipi remaja cantik itu. Kini ia semakin sayang dan ada rasa posesif. Ia bahkan merasa sedih akan berjauhan selama lima hari.

"Meskipun Miss bukan istri Daddy aku ... Miss adalah ibu aku yaaa!" Cicit Amarish saling menatap mata. Ucapannya manja, namun tegas dan posesif.

"Hmm?"

"Iih! Jawab iyaa. Jangan hmm hmm!" Rengek Amarish berontak manja sekali.

Asmara tertawa manis akan sikap Amarish yang manja. Ia dekap erat tubuh itu agar tak bisa berontak, lalu ia menggeram kala mengiyakan permintaan remaja tersebut.

Asmara menutup mata menikmati pelukannya. Dengan Amarish ia menemukan kebahagiaan baru. Kesedihannya akan perbuatan sang ibu teralihkan.

Mendapati pelukan hangat nan erat membuat Amarish sedikit risau. Entah, ia merasa ada hal mengganjal pada Asmara. Asmara tiba-tiba saja mandi dan keramas, lalu memberitahu bahwa ponselnya sedikit retak karena jatuh.

"Bunda sayaang ...." Amarish membelai lengan yang mencekal di depan kedua bahu.

"Aku panggil bunda yaa. Harus mau!"

Asmara terenyuh tanpa bisa berkata-kata. Ia tak percaya mendengar apa yang Amarish ucap. Amarish tidak bertanya, melainkan langsung menginformasikan keputusannya. Panggilan itu membuat hatinya terketuk sedemikian hebat. Ia pun menangis.

"Eeh ... ga mau ah. Mau Momochi aja!" Tukas Amarish menggeleng keras kepala.

Asmara terkekeh di tengah tangis. Amarish yang melihatnya hanya mendengus saja, lalu memberi usapan di pipi.

Asmara terisak dengan bibir mencebik seperti bocah SD. Cubitan di kedua pipi membuatnya semakin menangis saja. Tidak cukup di sana, sekeliling wajahnya diberi kecupan, lalu ia dipeluk erat.

"Ini Momochi-nya atuu. Kecayangan atuu," ucap Ammy mencebik manja. Tubuhnya bangkit tuk mendekat Ama yang duduk sila.

"Momochi jangan nangiis. Hihihi. Amachi ga suka," bisik Amarish mengusap punggung yang gemetar hebat.

Asmara PrincessaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang