6. Kejahatan terbongkar.

204 24 8
                                    

Piala besar disimpan secara kasar oleh pemiliknya setelah membuka pintu utama kamar hotel. Amarish berlari membiarkan piala itu jatuh dan tergeletak. Tujuannya sekarang adalah melihat kondisi Asamara yang jatuh pingsan.

Dua teman kelompok Amarish berteriak karena kuatir. Mereka amankan piala itu, lalu mengikuti Amarish. Di belakang ada kepala sekolah dan dua wali kelas lainnya.

Di dalam kamar, Asmara telentang dengan mata menutup. Jihan yang duduk si kursi dekat ranjang sedang memeras handuk kecil di baskom, lalu didaratkan di kening Asmara.

"What is wrong?" Tanya Amarish mematung di depan pintu kamar Asmara. Wajahnya pucat pasi, suaranya seolah habis.

"Daddy bilang, miss pingsan. Jihan, miss kenapa?"

"Non, Jihan juga ga tahu. Jihan tiba-tiba dapet call dari Bapak Hamish."

Airmata menetes dari pelupuk mata Amarish. Amarish yang terkenal tegar, ceria, anggun, dan bermental baja, kini dengan mudahnya berubah. Gadis itu berlari menuju sisi ranjang dan memeluk tubuh Asmara dengan kedua lutut menyentuh lantai.

Dua teman kelompok Amarish segera ikut bersimpuh dan memberi usapan. Isakan Amarish yang kecil terdengar sangat menyedihkan.

Butuh waktu lama untuk menghentikan tangisan Amarish. Ia terus menyembunyikan wajah di dada wali kelasnya yang tak sadarkan diri. Ia sedih wali kelasnya sakit seperti ini. Tubuh Asmara sangat panas.

"Kalo non tanya Jihan, Jihan ga tahu apa-apa, non. Justru tuan yang selamatin Miss Ama. Kalo ga ada tuan, Jihan ga tahu deh Miss Ama bakal gimana kondisinya sekarang." Jihan berdiri dengan pad kekinian untuk ditempel di kening Asmara yang baru ia dapat dari ajudan.

"Terus ... daddy mana?" Tanya Amarish mengusap airmata.

"Bapak katanya langsung pulang. Tadi ada boneka sama buket buat non."

"Sini, biar i aja. Makasih Jihan udah jagain Miss." Amarish meminta pad dari asisten pribadinya.

Amarish sangat lembut memperlakukan Asmara kala memasang pad di kening itu. Ia berterima kasih pada dua temannya yang sudah menenangkan.

Cuup

Satu kecupan Amarish daratkan pada pucuk kepala Asmara. Untuk pertamakalinya ia bisa merasakan kedekatan batin yang seolah lebih dari sekedar teman. Ia belai kepala itu, ia bisikan kata-kata manis bahwa gurunya pasti akan cepat sadar.

"Untung ada daddy bantu Miss. Miss pasti berterima kasih sama daddy," ucap Amarish mengikat jari-jarinya pada jari tangan Asmara.

"Iya. Untung ada your dad. Kasian, Miss Ama sendirian." Teman pria itu menepuk bahu Amarish sesaat.

"I sayaang banget sama Miss."

Dua teman Amarish sempat kebingungan. Sebagai anak paling terkenal di sekolah, tidak ada yang tidak tahu bahwa ibu Amarish telah meninggal. Tak jarang juga ada rumor Amarish tidak disayang oleh ayahnya. Amarish serba sendiri, atau bersama pelayan. Pantas jikalau Amarish sangat sayang pada Asmara. Kedekatan keduanya seolah sudah bersama-sama lebih dari 5 tahun.

ASMARA PRINCESSA

Malam hari

Amarish sangat telaten menemani Asmara yang banyak diam di kamar, bahkan sampai sekarang wanita dewasa itu tidak pernah meninggalkan kasur. Ia menyandar pada dua bantal di belakang. Amarish menawarkan buah potong, jus, bubur, hingga sup daging. Amarish tahu Asmara terpaksa menerima itu.

Lama tidak ada perubahan dari Asmara yang banyak diam, Amarish memutuskan untuk menyuruh Jihan agar keluar. Ya, sejak tadi Jihan menolongnya memotong buah, dan lain sebagainya.

Asmara PrincessaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang