prolog

108 21 0
                                    

Azerel terbelalak kaget, melihat dengan sangat jelas. Bagaimana tubuh Xaeran bersimbah darah. Azerel baru saja kembali setelah diberikan cuti oleh Xaeran.

Tapi, ketika dia kembali. Tuannya itu terluka parah, dan terlihat kesakitan. Seseorang yang berjongkok untuk menatap Xaeran dengan jelas tersenyum miring. Di tangannya terdapat sebilah belati.

Dia adalah pelakunya, Azerel yakin sekali. Selama ini Xaeran selalu menceritakan banyak hal padanya. Bahwa adik tirinya membencinya. Karena dia tidak menjadi penerus berikutnya, dia rela melakukan apa saja.

Azerel tahu bahwa Xaeran itu lemah, maka dia di tugaskan untuk menjadi kesatria pribadinya. Yang bersedia mati untuk tuannya. Tapi apa yang terjadi, Azerel justru gagal untuk melakukannya.

Dia berlari mendekat dengan air mata yang berlinang, mengeluarkan pedangnya. Dan langsung menghunuskan nya pada Taran. Hanya saja, Taran bisa menghindar dan tersenyum sinis. Kemudian dia keluar dari kamar Xaeran melalui jendela. Sementara Azerel menatap Xaeran yang kini berusaha untuk mempertahankan kesadarannya.

Azerel pun jatuh bertumpu, dia menangis sesenggukan sambil memapah Xaeran.

"Apa liburannya menyenangkan? Aku senang bisa melihatmu kembali lagi," ucap Xaeran yang menyentuh pipi Azerel. Tangannya bergetar hebat, dia juga terlihat sangat kesakitan.

"Jangan bicara lagi, darahnya tidak mau berhenti."

"Sudah terlambat, Taran memberitahuku jika belati yang digunakannya untuk menusukku. Dilumuri racun ular putih yang sangat mematikan. Ah jadi ini akhir ku, seorang putra Baron yang lemah," katanya lagi walaupun dengan nada yang gemetar.

Azerel menangis sejadi-jadinya, dia menggenggam tangan Xaeran yang berlumuran dengan darah. Berusaha menekan darah yang terus keluar dari perut tuannya, dan berharap bahwa masih ada kesempatan untuk menyelamatkannya.

Kemudian Zaerel datang, dia adalah kakak kandung Azerel yang merupakan seorang ahli sihir. Zaerel datang karena keributan terjadi di mansion. Padahal waktu itu, Zaerel ada di ruangannya, untuk belajar ilmu sihir lagi.

Saat dia datang, betapa terkejutnya Zaerel mendapati Xaeran yang tidak berdaya.

"Ap-apa yang terjadi?"

"Kak, tolong selamatkan Xaeran. Gunakan sihir penyembuh mu. Kau bisa kan kak? Kakak pasti bisa melakukannya."

Tanpa pikir panjang, Zaerel menggunakan sihir penyembuhnya untuk Xaeran. Tapi, betapa terkejutnya Zaerel bahwa sihirnya tidak berpengaruh pada Xaeran sama sekali. Tubuh itu justru semakin melemah, darahnya juga semakin menerobos keluar lebih deras dari sebelumnya.

Zaerel tidak tahu penyebab yang pasti, dia juga tidak menyangka bahwa sihirnya tidak berguna sama sekali.

"Jangan lakukan apapun lagi, Zaerel. Jangan buang-buang tenagamu untuk menggunakan sihir, yang bahkan tidak berpengaruh padaku," kata Xaeran yang meraih tangan Zaerel.

Betapa menyakitkan keadaan ini, karena harus menyaksikan seseorang yang berharga. Tidak bisa diselamatkan sama sekali, Xaeran yang terlihat sangat kesakitan itu. Bahkan tidak bisa mengatakan banyak hal, karena luka tusukan di perutnya semakin menyakitkan.

"Terimakasih karena sudah datang, Azerel. Karena seseorang yang ingin aku lihat, untuk terakhir kalinya adalah dirimu."

Setelah mengatakan hal tersebut, perlahan-lahan mata itu terpejam. Azerel semakin menangis sesenggukan sambil memeluk tubuh tak bernyawa itu. Zaerel pun menyesal, karena mengetahui fakta. Dia tidak bisa melakukan banyak hal.

Di tengah-tengah kesedihannya, Azerel mengumpati dirinya sendiri. Seharusnya dia tidak pergi, dia harus berada di dekat Xaeran untuk melindunginya. Namun, tiba-tiba saja dia teringat akan sihir yang diceritakan oleh kakaknya. Walaupun sihir itu terlarang, Azerel justru tertarik

"Kak, gunakan sihir yang kakak ceritakan beberapa minggu yang lalu."

"Itu sihir terlarang, bayarannya juga nyawamu. Bagaimana bisa kakak melakukannya," ucap Zaerel yang menolak dengan tegas keinginan adiknya.

Tapi, Azerel menggenggam tangannya. Dia menatap penuh permohonan, dan benar-benar berkeinginan untuk melakukannya. Dia terlihat tidak takut sama sekali, karena bagaimanapun. Azerel sudah berjanji, bahwa dia tidak akan membiarkan Xaeran terluka.

"Kak, jika memang aku harus mati. Aku tidak masalah, karena jika aku akan mati. Aku ingin mati sebagai seorang kesatria."

Dengan perasaannya yang bercampur aduk, Zaerel pun memenuhi keinginan dari adiknya. Dia tidak bisa berbuat banyak, maka jika itu merupakan keputusan dari adiknya. Tidak apa-apa, bagaimanapun adiknya pasti akan baik-baik saja.

Hari itu Zaerel menggunakan sihir terlarang, dia membuat adiknya mengulang waktu untuk menyelamatkan Xaeran. Agar di masa depan Xaeran tidak akan mati, dan dia bisa menjalani kehidupannya dengan baik.

Walaupun bayarannya adalah nyawa, Azerel tidak sekalipun merasa ragu bahkan menyesal. Karena jika dia harus mati, maka dia harus mati sebagai seorang kesatria.

"Kakak akan menemani setiap langkahmu, Azerel."

TBC Cerita ini, aku persembahkan untuk diriku sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TBC
Cerita ini, aku persembahkan untuk diriku sendiri. Semua alurnya murni dari pemikiran ku sendiri 🥀.

Mengulang Waktu Demi Tuanku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang