7

10 2 0
                                    

Setelah buku kami menyebar ke seluruh dunia, dampaknya meluas dengan intensitas yang mengguncang. Protes meletus di berbagai kota, dan tekanan internasional membuat pemerintah terjepit. Namun, perayaan kemenangan terasa jauh dari jangkauan kami, karena ancaman yang kami hadapi semakin mendekat dan mengancam.

Di gudang tua yang kini menjadi markas sementara—suasananya memanas. Pemerintah tidak akan berhenti hingga setiap jejak kami hancur. Nara dan aku berjuang keras untuk mengelola semua dokumen dan file, tetapi ketegangan merambat seperti kanker.

Suatu malam, Nara tiba dengan wajah penuh ketegangan. “Laut, intelijen kami melaporkan bahwa pemerintah telah melacak lokasi kita. Mereka akan melancarkan serangan dalam waktu dekat.”

Kekhawatiran merayapi diriku. “Apa langkah selanjutnya? Apakah ada rencana evakuasi?”

Nara mengangguk, wajahnya pucat namun tegas. “Rute evakuasi sudah siap. Tapi kita harus segera bergerak. Serangan akan dimulai dalam beberapa jam.”

Kami buru-buru mengemas dokumen dan file penting, mengisi kendaraan yang telah dipersiapkan dengan terburu-buru. Setiap suara dan gerakan mencurigakan membuat kami waspada, setiap detik terasa seperti kami berada di tepi jurang.

Di luar, langit malam gelap pekat dan diwarnai oleh awan storm. Ketika kami bersiap untuk berangkat, lampu sorot kendaraan pemerintah mulai mendekat. Kami tahu waktu kami hampir habis, setiap detik berharga.

Perjalanan menuju lokasi evakuasi dipenuhi ketegangan yang mencekik. Kami menembus jalan-jalan gelap, melewati rute berbahaya penuh jebakan dan pemeriksaan. Setiap menit terasa seperti seabad, ketidakpastian melingkupi kami seperti selimut berat.

Akhirnya, kami tiba di lokasi evakuasi, merasa sedikit lega. Namun, kabar buruk terus berdatangan. “Beberapa orang yang tersisa di gudang telah ditangkap. Mereka tahu segalanya,” lapor Nara dengan nada dingin.

Risiko kami semakin memuncak. Hidup kami terancam, dan pekerjaan yang kami lakukan mungkin akan rawan hancur. Akan tetapi, tidak ada pilihan lain selain melanjutkan perjuangan.

Dalam minggu-minggu berikutnya, kami bekerja tanpa henti, memindahkan informasi ke tempat yang lebih aman dan memastikan salinan buku kami tidak jatuh ke tangan pemerintah. Ancaman terus membayangi kami, tapi semangat kami tetap menyala. Kebenaran yang kami ungkapkan telah mengguncang sistem.

Di tengah malam yang menyesakkan, aku menulis di buku harian kecilku, “Kami hidup di bawah ancaman dan ketakutan, tapi kebenaran yang kami perjuangkan tak akan pernah mati. Selama ada keberanian, selama ada harapan, kebenaran akan terus hidup. Meski kami harus terus berlari, kami tidak akan pernah berhenti melawan.”

Dengan hasrat membara, kami melanjutkan perjuangan dari tempat persembunyian baru. Kebenaran yang kami ungkap akan terus bergema, dan meskipun ancaman dan ketidakpastian mengelilingi kami, kami akan terus berjuang hingga suara kami tak pernah terdiam.

NAMAKU LAUT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang