8

8 1 0
                                    

Ketika kami melanjutkan evakuasi dokumen ke lokasi yang lebih aman, ancaman pemerintah semakin mengerikan. Keberanian kami diuji dengan setiap langkah, dan meski kami memiliki tempat baru untuk bersembunyi, ketidaktenangan menghantui kami. Setiap gerakan kami dipantau, dan ancaman semakin mendekat.

Suatu malam, ledakan keras mengguncang ruangan. Langit yang gelap tiba-tiba terbakar oleh cahaya api, dan kami tahu serangan pemerintah sudah di depan mata.

Nara menatapku dengan ekspresi penuh ketegangan. “Mereka sudah menemukan kita. Waktu kita hampir habis.”

Kami segera mengumpulkan dokumen-dokumen terakhir dan mempersiapkan evakuasi darurat. Dalam kebisingan dan kekacauan, kepanikan melanda, tetapi tidak ada waktu untuk ragu. Dengan barang-barang penting di tangan, kami melarikan diri dari tempat persembunyian.

Kami bergegas menuju rute evakuasi terakhir yang telah disiapkan—sebuah rumah tua di luar kota yang sudah lama ditinggalkan. Selama perjalanan, kami harus melewati pos pemeriksaan dan menyusuri jalan-jalan gelap dan berliku. Nara memimpin kami melalui lorong-lorong sempit dan terowongan yang jarang digunakan.

Akhirnya, kami sampai di lokasi aman—rumah tua yang berfungsi sebagai tempat perlindungan terakhir. Meskipun kelelahan melanda, kami harus memastikan bahwa semua bukti dan dokumen diatur dengan baik. Namun, berita buruk terus mengalir. Pemerintah memperketat pencarian, dan beberapa kontak kami ditangkap atau hilang tanpa jejak. Tekanan semakin berat, dan ketakutan hampir tak tertahan.

Di tengah kesibukan yang mencekam, Nara mengusulkan langkah terakhir. “Kita harus mengirimkan semua informasi ini ke jurnalis internasional dan organisasi hak asasi manusia. Ini satu-satunya cara untuk memastikan kebenaran mendapat perhatian yang layak.”

Kami bekerja tanpa henti, menghubungi jurnalis dan organisasi hak asasi manusia. Meski terancam, kami tahu bahwa kebenaran harus sampai ke luar negeri. Kami menyiapkan dan mengirimkan dokumen-dokumen yang mengungkapkan kekejaman pemerintah, berharap bahwa informasi ini akan memicu perubahan yang signifikan.

Di malam terakhir sebelum pengiriman, aku duduk sendirian di sudut ruangan, merenung. Buku kami telah memicu kemarahan dan inspirasi di seluruh dunia, tetapi setiap pencapaian datang dengan harga yang sangat mahal.

Aku menulis di buku harian kecilku: “Kami telah berjuang melawan gelombang kegelapan dengan segala yang kami miliki. Setiap pengorbanan, setiap risiko, adalah untuk memastikan suara kebenaran terus bergema. Meski kami hidup dalam bayang-bayang ancaman dan kekerasan, harapan kami tidak akan pernah pudar.”

Ketika kami akhirnya mengirimkan informasi ke luar negeri, kami tahu kami mungkin tidak akan melihat hasilnya secara langsung. Namun, kami yakin kebenaran yang telah kami ungkapkan akan terus hidup dan memicu perubahan. Ancaman dan ketidakpastian mengelilingi kami, tetapi kami tetap berkomitmen pada perjuangan ini.

Kami hidup tersembunyi, berharap informasi yang kami sebarkan akan membawa perubahan nyata. Kebenaran yang kami perjuangkan mungkin telah mengguncang dunia, dan meski harus bersembunyi di balik fatamorgana, kami percaya suara kami—suara Larasati, suara Nara, dan suara semua korban—akan terus bergema, tak pernah mati.

NAMAKU LAUT (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang