episode 7: senja dan kita

2 0 0
                                    

Sore itu, langit mulai berubah menjadi oranye keemasan, cahayanya memantul lembut di atas kedai kecilku yang sepi. Aku sedang duduk di kursi depan, menikmati angin yang berhembus pelan, sambil membayangkan Jungkook, yang sudah beberapa hari ini tak kunjung datang. Sejak kami terakhir kali bertemu, aku merasa ada kekosongan yang sulit diisi.

Tiba-tiba, dari kejauhan, aku melihat sosok Jungkook berjalan mendekat dengan senyum hangat yang sudah sangat kurindukan. Tangannya membawa beberapa kantong belanjaan yang tampak penuh, dan dia melambaikan tangan ke arahku saat mata kami bertemu. Jantungku seketika berdebar lebih kencang, namun aku berusaha menenangkan diri.

"Hai, Issa! Lihat siapa yang kembali membawa banyak oleh-oleh!" serunya begitu ia sampai di hadapanku, sambil mengangkat kantong belanjaannya.

Aku tertawa, merasa lega dan senang melihatnya. "Jungkook! Kamu datang juga akhirnya. Apa aja yang kamu bawa kali ini?"

Dia menaruh kantong-kantong itu di meja, kemudian mulai mengeluarkan isinya satu per satu. "Aku bawa beberapa kue dari toko favoritmu, dan ini… beberapa pernak-pernik lucu yang aku pikir bakal kamu suka." Tangannya dengan cekatan mengeluarkan boneka kecil dan beberapa gantungan kunci berbentuk hewan, sambil memperlihatkannya padaku dengan penuh antusias.

Aku tersenyum lebar, merasa hatiku hangat. "Kamu tahu aku selalu suka hal-hal seperti ini. Terima kasih, Jungkook."

Jungkook tersenyum, lalu menatapku dalam-dalam. "Aku senang bisa membuatmu tersenyum, Issa. Apalagi setelah beberapa hari nggak ketemu, rasanya rindu banget."

Kami pun duduk bersama di depan kedai, menikmati kue-kue yang dibawanya sambil berbicara tentang hari-hari yang telah kami lewati. Jungkook mulai menceritakan beberapa pengalamannya di pekerjaan. Dia mengaku kerja kantoran, meskipun seringkali pekerjaannya terdengar lebih menarik dari sekadar pekerjaan biasa.

"Ada kejadian menarik minggu ini," katanya, dengan nada setengah bercanda. "Atasan ku tiba-tiba meminta aku memimpin presentasi yang sebenarnya bukan bagian dari tanggung jawabku. Lumayan bikin tegang, tapi akhirnya berjalan lancar."

Aku mendengarkan dengan penuh perhatian, sambil sekali-kali tertawa kecil mendengar ceritanya. "Kamu selalu berhasil melewati tantangan, Jungkook. Aku nggak heran kalau kamu berhasil."

"Tapi rasanya tetap berbeda kalau kamu nggak ada di sana untuk mendengar cerita-ceritaku ini. Aku bahkan sempat merasa sedikit kesepian di kantor," lanjutnya, matanya tetap tertuju padaku.

"Aku juga merasa sepi tanpa kamu," jawabku dengan jujur. "Kedai ini rasanya hampa kalau kamu nggak datang. Aku sering merasa bosan, meskipun tempat ini selalu ramai."

Jungkook tersenyum, kali ini dengan ekspresi yang lebih serius. "Mungkin kita perlu menghabiskan lebih banyak waktu bersama, ya?"

Aku menatapnya, merasakan debaran jantungku semakin kuat. Ada sesuatu dalam cara dia mengatakannya yang membuatku merasa berbeda. "Aku setuju," jawabku pelan.

Kami pun terus berbincang sampai matahari mulai terbenam, perlahan-lahan menghilang di balik cakrawala. Aku memutuskan untuk menutup kedai lebih awal hari itu, ingin menikmati momen ini lebih lama lagi dengan Jungkook. Kami duduk berdua di kursi kayu depan kedai, memandangi langit yang mulai berubah warna menjadi jingga kemerahan.

Jungkook tiba-tiba menghela napas panjang, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang dalam. Dia menoleh ke arahku, matanya menatapku dengan penuh perasaan. "Issa, aku ingin bilang sesuatu."

Aku menoleh, jantungku berdebar semakin kencang. "Apa itu, Jungkook?"

Jungkook tersenyum lembut, lalu berkata dengan suara yang penuh makna, "Sejak pertama kali kita bertemu, hidupku terasa berubah. Kamu membawa warna dalam setiap hariku, membuatku merasa hidup lebih berarti. Aku nggak pernah merasa seperti ini sebelumnya, Issa. Kamu sangat spesial buatku."

Kata-katanya membuatku terdiam sejenak, merasakan gelombang perasaan yang sulit diungkapkan. Jantungku semakin berdebar, tapi bersamaan dengan itu ada sedikit rasa gelisah yang mencoba merayap masuk. Namun, aku segera menepisnya jauh-jauh. Saat ini, hanya ada Jungkook dan aku, serta perasaan yang tumbuh di antara kami.

"Aku juga merasa hal yang sama, Jungkook," jawabku akhirnya, suaraku hampir berbisik. "Kamu membawa kebahagiaan dalam hidupku yang sebelumnya terasa sepi. Aku bersyukur kita bertemu."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Jungkook mendekat, dan sebelum aku menyadarinya, bibir kami bertemu dalam ciuman yang lembut dan hangat. Ciuman itu seolah-olah menandai awal dari sesuatu yang baru di antara kami, mengikat kami dalam perasaan yang lebih dalam. Langit yang mulai gelap menjadi saksi dari momen intim ini, sementara aku menutup mata, membiarkan diri larut dalam perasaan ini.

Meski jantungku berdebar kencang dan ada sedikit kegelisahan di sudut hatiku, aku mencoba mengabaikannya. Aku ingin percaya bahwa saat ini adalah awal dari sesuatu yang indah, bahwa apa yang kurasakan untuk Jungkook adalah nyata dan tulus.

Ketika kami akhirnya berpisah dari ciuman itu, Jungkook menatapku dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin kita lebih dari sekadar teman, Issa. Aku ingin kita bersama, dalam arti yang sesungguhnya."

Aku mengangguk pelan, merasa seolah-olah dunia berhenti sejenak untuk mengizinkan momen ini menjadi milik kami sepenuhnya. "Aku juga ingin itu, Jungkook. Aku ingin kita bersama."

Dan di saat itulah, di bawah langit senja yang semakin gelap, hubungan kami resmi dimulai. Sebuah awal yang terasa penuh harapan, meskipun di dalam diriku masih ada rasa gelisah yang samar. Tapi untuk saat ini, aku memilih untuk menikmati momen ini, membiarkan diriku percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja.






bersambung...

issaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang