Ruangan rumah sakit terasa sunyi, hanya ditemani oleh suara mesin-mesin medis yang berdengung lembut, mengiringi detak jantung yang stabil di layar monitor. Arunika masih terbaring di ranjang, sudah dua hari berlalu sejak insiden yang hampir merenggut nyawanya. Di sekitar ranjang, tiga sahabatnya-Yuni, David, dan Dava-berkumpul dengan wajah penuh kecemasan.
Yuni, yang duduk di kursi paling dekat dengan ranjang, tidak bisa mengalihkan pandangannya dari wajah Arunika yang tampak pucat. "Dava," suaranya hampir berbisik, "kenapa ini bisa terjadi? Apa yang sebenarnya terjadi di hari itu?"
David, yang berdiri di sisi lain ranjang, ikut mendesak. "Iya, Dava. Kamu bilang kamu keluar dari geng, tapi kenapa sampai Arunika yang jadi korban?"
Dava menunduk, menggigit bibirnya seolah menahan sesuatu yang sangat berat. Matanya terlihat lelah, seolah bayangan kejadian beberapa hari lalu terus menghantuinya. "Aku... Aku nggak pernah mau ini terjadi. Aku meninggalkan geng karena muak dengan semua kekerasan dan perundungan yang mereka lakukan. Tapi, mereka nggak terima. Mereka anggap aku pengkhianat, dan Arunika..." suaranya terhenti, ada rasa sakit yang jelas terlihat di matanya, "dia hanya ada di tempat yang salah pada waktu yang salah."
Yuni menghela napas panjang, mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Dava. "Jadi semua ini karena kamu? Karena kamu meninggalkan geng?" Suaranya penuh dengan campuran kemarahan dan kekecewaan.
Dava mengangguk pelan, wajahnya penuh dengan rasa bersalah yang mendalam. "Iya. Mereka menyerang aku, dan saat Arunika berusaha membantuku, mereka malah memukulnya. Aku seharusnya bisa melindunginya... Tapi aku gagal."
David memandang Dava dengan tajam, tetapi ada juga rasa simpati yang tersirat. "Dava, kami tahu kamu tidak pernah berniat untuk melibatkan Arunika. Tapi sekarang, yang terpenting adalah bagaimana kita bisa membantu dia pulih dan merasa aman kembali."
Yuni, yang masih menatap Dava dengan intens, mengangguk setuju. "Kami semua ingin membantu. Tapi kamu harus cerita semuanya, Dava. Kalau ada hal yang kamu sembunyikan, kami nggak akan bisa bantu sepenuhnya."
Dava mengangguk lagi, kali ini dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Dia berjuang untuk menahan air mata, tetapi akhirnya menyerah. "Arunika... dia nggak tahu betapa rumitnya situasi ini. Aku keluar dari geng karena nggak tahan lagi lihat teman-temanku sendiri menyakiti orang lain. Aku pikir, kalau aku keluar, aku bisa menjaga jarak dari semua itu... Tapi aku salah. Geng itu nggak cuma menghukumku, mereka juga menyeret Arunika ke dalam masalah ini."
Yuni mendekat, meletakkan tangannya di bahu Dava. "Dava, kita semua pernah buat kesalahan. Tapi yang penting sekarang adalah bagaimana kita melangkah ke depan. Arunika butuh kita, dan kamu juga harus kuat untuk dia."
Dava akhirnya menangis pelan, merasa semua beban di pundaknya begitu berat. "Aku cuma pengen semuanya berhenti. Aku cuma pengen Arunika baik-baik saja."
David dan Yuni saling bertukar pandang, mereka tahu betapa pentingnya dukungan mereka saat ini. Mereka memutuskan untuk tidak menekan Dava lebih jauh, memberikan waktu untuknya untuk tenang sebelum cerita lebih lanjut.
Di luar ruangan, suasana terasa hening, namun di dalam benak mereka masing-masing, ingatan-ingatan tentang masa lalu Arunika mulai muncul. Dava mengingat kembali hari-hari ketika mereka masih di bangku SMP, ketika Arunika pertama kali menjadi sasaran perundungan. Saat itu, mereka baru saja masuk kelas 7 di SMP Negeri Logistrata Pemuda.
***
4 Tahun yang Lalu, SMP Negeri Logistrata Pemuda
Setiap pagi, langkah Arunika terasa berat ketika memasuki gerbang SMP Negeri Logistrata Pemuda. Bangunan sekolah yang tampak megah dari luar, dengan dinding-dinding yang kokoh dan halaman yang luas, justru menjadi saksi bisu dari hari-harinya yang penuh tekanan. Bukan karena pelajaran yang sulit, melainkan karena suasana yang tidak pernah benar-benar membuatnya merasa nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUNIKA - Bolehkah Aku Melihat Dari Sudut Pandang Coretan?
Romance⚠️Kenapa Kamu Harus Baca? Temukan rahasia yang tersembunyi dalam setiap bab dan saksikan bagaimana garis antara kenyataan dan fiksi menjadi kabur. Bergabunglah dengan Arunika dalam perjalanan yang penuh kejutan dan emosi. *** 📝 Sinopsis: Arunika, s...