Chapter 9: Happy Home?

117 17 2
                                    

Dua Minggu yang Lalu

"SORAYA! Gila ya kamu! Mau gimana kedepannya kalau kamu gini terus hah?" Suara bentakan Papanya menggelegar seisi rumah.

Salah satu ajudan Papanya ternyata mengirimkan foto dirinya tertidur di lantai club sabtu lalu.

throwback 

Sabtu malam biasanya ia habiskan dengan Gigi. Entah itu mengikuti kegiatan Gigi yang membosankan atau menarik Gigi untuk menghabiskan waktu di club favoritnya milik suami Gigi. Tapi, oh well, karena keadaan Gigi sekarang ia memahami Gigi yang harus pergi terlebih dahulu.

ck this is not my thing. Why am I emotional.

Sejujurnya, Raya sangat memikirkan perkataan Gigi. Benar. Dirinya tidak akan kemana-mana. Tapi, benarkah dirinya benar-benar tidak akan kemana-mana?

huft.

Dirinya seperti diguyur rasa bersalah dan sedih, ia dahulu memiliki mimpi tetapi sekarang semuanya raib. Raya menegak alkohol didepan hadapannya itu. Masalahnya seperti luntur tiap kali ia menegak minuman keras.

throwback off

"Soraya, kamu sadar ngga sih, temen mu udah kemana-mana. Genevieve aja udah nikah, Ray!" Mama Raya berkacak pinggang sembari memijat keningnya, "ngga bisa gini. Kamu mama nikahin sama anak teman mama, ya."

"Ngga! Raya ogah dijodohin. I have my life, Ma, Pa. Jangan matiin Raya lagi." Raya berdecit dan mencoba sebisanya untuk menahan amarah.

"Ini kan juga buat kebaikan kamu, emang kamu mau hidup sendirian terus?" Mamanya melanjutkan.

"Oh. Maksudnya untuk kebaikan nama papa ya? Don't you two know? Raya gaakan mau nikah karena kalian berdua! Kalian pikir Raya masih terlalu kecil untuk paham kalau kalian berdua selingkuh? Papa juga punya anak selain Raya, kan?" Raya merasa pertahanannya sudah runtuh, "setelah ngelewatin masa kecil kayak gitu kalian pikir Raya masih bisa hidup normal? Fuck. You both ruined me."

"RAYA!" Papa Raya terlihat kaget.

"Gausah berharap banyak sama Raya, dan JANGAN pernah paksa Raya nikah lagi. You both fucking ruined me. You had lost me since I was 9. I am leaving."

Raya berdiri dan meninggalkan kedua orang tua nya tanpa melihat kembali wajah mereka. 

╠.╣╠.╣╠.╣ 

Raya's POV

And oh well. I am back. 

Rumah yang ngga pernah terasa hangat ini tidak pernah terasa begitu mencekam. Desain modern yang acapkali menjadi perhatian Jurnal Arsitektur ini sungguh berbeda dari yang dikatakan oleh Papa dan Mama. 

Tempat keluarga bersantai katanya? Bullshit. Aku ngga pernah ketemu mereka berdua kecuali Mama udah ngga ada jadwal sama teman-temannya dan Papa lagi butuh tempat berlindung dari para Jurnalis yang sudah mengendus perselingkuhan Papa. 

"Non Raya? Yaampun, kemana aja Non?" Mba Ani menyapa dari dapur. Hari ini aku memutuskan untuk kembali dan meluruskan masalah ku dan Papa serta Mama. 

"hehehe, kemarin-kemarin tidur di Apart mba. Mama sama Papa kemana ya?" Aku menyadari mobil yang menghilang dari carport. 

Mba Ani membersihkan tangannya sebelum memelukku dengan erat, "Mba kangen sama Non. Rumahnya sepi banget kemarin-kemarin. Bapak sama Ibu lagi ke kondangan Non, paling sebentar lagi balik."

Panjang umur. Suara mobil parkir terdengar sampai dalam. Damn it. 

"Ani, malam ini ngga usah masak ya, saya makan di luar." Ucap Mama dingin. 

To: My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang