Chapter 12: Our Vow

69 18 0
                                    

"Sebulan lebih itu sepertinya udah cukup untuk aku mikir, Xel. Makasih udah kasih aku space yang aku butuhin kemarin." Raya berjeda, "What do you think about forever?"

Dari semua kemungkinan jawaban sang puan, Axel Williams tidak pernah sekalipun membayangkan kata-kata itu keluar dari mulut kekasihnya itu. Forever? 

"For...ever..?" Axel terbata-bata, "Raya aku siap meninggalkan semuanya buat kamu, tapi apa iya kamu udah siap?" 

"Maksudku, aku yakin sama komitmenku ke kamu Ray. Tapi, how about you?" Axel melanjutkan, dirinya masih dalam keadaan terkejut. 

"You know, Xel. Aku udah hampir melewati limit aku. Batas aku untuk bisa nahan. Suddenly you are here. Kayak, lucu ya hidup tuh. Selama ini aku dihadapkan dengan situasi berat yang aku ngga kira akan sanggup lewatin sendirian dan eh ternyata aku bisa. Baru beberapa bulan ini aku beneran capek Xel, aku kira aku sudah selesai. But oh well, you are here."

"Jadi kalau ditanya, aku siap. Aku siap untuk mempercayakan orang lain dengan semua masalah ku ini Xel. Kalau bukan kamu aku ngga akan sanggup dan percaya untuk lanjut." Raya menghindari tatapan Axel. 

Axel menatap lekat wajah mungil Raya yang bercahaya dibawah sinar matahari sore itu. Mata bulat kecoklatan Raya terlihat sangat dalam. Forever with this woman? Yes. 

Tangan besar Axel membelai dagu Raya dan menariknya mendekati wajah Axel. Kini, mau tidak mau Raya harus menatap mata Axel yang berkaca-kaca. Ketika Axel menyadari air muka Raya melembut, dirinya mencium bibir tebal Raya.

Dibanding dengan kecupan yang biasa mereka lakukan dengan penuh nafsu itu, kecupan ini terasa sangat sakral, seperti kecupan yang dilakukan setelah sepasang kekasih melontarkan janjinya kepada satu sama lain untuk saling mencintai hingga maut memisahkan. 

"I love you more than life itself, Soraya." Axel berbisik di sela kecupan mereka sebelum dirinya tersenyum lembut dan mencium kembali bibir Raya yang membengkak itu. 

╠.╣╠.╣╠.╣

Axel mematikan mesin mobilnya ketika sampai di depan rumah megah Raya. Baru ini Axel mengantar Raya sampai rumahnya. 

"Wow. You are rich." Axel tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya. 

Raya tertawa pelan, "Kata si pewaris Rumah Sakit Medika Premier."

Axel menahan senyumnya. Titel sebagai pewaris Rumah Sakit Medika Premier bukanlah hal yang mudah untuk dipikulnya, tetapi dengan Raya disampingnya Axel tahu bahwa hidup datar dan penuh tekanan itu akan menjadi lebih ringan. 

"Raya, kita sehabis ini mau ngapain?" 

"Aku egois ngga kalau aku minta kita diam-diam dulu? I mean, masalah Papaku belum selesai, aku gamau keluarga kamu kena imbasnya karena keseret nama Papaku. Keep us a secret from the public, will you?"

Axel berpikir sebentar sebelum menjalin tangan besarnya dengan tangan kecil dan ringkih Raya, "Setuju. Apapun keinginan kamu selama kamu ngga mendorong aku dari hidup kamu, aku setuju. Can't wait to love you forever, loudly." 

"I can't wait to love you forever loudly, too." 

Malam itu, sebuah janji sederhana antara Soraya Putri Anindya dan Axel Williams. Tidak perlu ratusan tamu dengan dresscode Beige dan Muted Colors sebagai saksi, tidak perlu dilakukan di venue by the beach di resor yang berbintang lima, tidak perlu dikelilingi oleh dekor bunga dengan total ratusan juta yang menyapa indra pencium dengan bau semerbaknya. Malam ini cukup satu sama lain menjadi saksi mengenai janji sederhana tersebut. Perasaan mereka sudah lebih dari cukup untuk bertahan. 

╠.╣╠.╣╠.╣

"Ma, Axel mau menikah." Axel berkata memecah keheningan meja sarapan pagi itu. 

"HAH?" Ava berdiri terkejut, "Married by Accidence, lo kak?"

"BANG? Tiba-tiba banget?" Anya menjatuhkan garpunya. 

"HUH? Aku baru tau kamu punya pacar bang?!" lanjut kembaran Anya, Asha. 

"AVA. Duduk. Axel, jelaskan ke papa, siapa orangnya? Mentari?" Papa Axel, Robert, menaruh pelan peralatan makannya. 

"Namanya Soraya Pa, Ma." 

Ava membelalakkan matanya. Sebelum mulutnya terbuka, Axel menyerobot dan menjelaskan situasi. 

"And no, bukan MBA. I love her so much and think this is the most proper way to love her, menikahi Raya." 

Mama Axel, Alice, menautkan alisnya khawatir, "Xel, apa menurutmu ini ngga kecepetan? Kamu aja baru 22 tahun. Mama tahu, temenmu si Jesse sudah menikah tapi ini kan bukan berarti harus secepet ini."

"Tapi kenapa Mama kemarin ngenalin aku sama Mentari? Tujuannya sama, bukan?"

"Ngga gitu Xel, Mama pun ngga berniat bolehin kamu nikah cepet sama Mentari, cukup kenalkan saja." Alice menaruh croissant nya rapih, "you are still young, sayang. Mama harap kamu mikirin ini hati-hati. Kenalin kita sama Soraya dulu ya bang?"

Robert menyesap sedikit kopi hitamnya, "Mamamu benar, Xel. Kamu aja belum berkembang sempurna frontal lobe-nya. Kamu harus siapin banyak untuk jadi kepala rumah tangga. Dan tambah lagi, Papa ngga kenal sama Soraya-Soraya ini.  Papa ngga akan kasih restu sebelum kamu lulus S2. Itu perintah, Axel." 

Tensi meja makan pagi itu semakin tegang sebelum pada akhirnya Robert berdiri untuk meninggalkan mereka berlima. 

"How, kak? Kenapa lo ngga cerita apa-apa, tiba-tiba aja gitu, nikah?" Ava menggelengkan kepalanya kecewa. Ava sebagai adik Axel yang terdekat tentu merasa tidak dianggap ketika abang satu-satunya membuat keputusan besar di hidup tanpa sedikitpun melibatkannya. 

"Bang, pikirin ucapan Papa ya. Mama juga berharap untuk melihat kamu lulus S2 sebelum menikah Xel. Kemarin Mama sudah diskusi sama Mentari dan saat itu dia juga punya komitmen untuk nemenin kamu selama S2, makanya Mama mau jodohin kamu sama dia. Tapi apa kata Soraya kalo kamu minta pengertian gini?" Alice mengelus pelan punggung tangan Axel.

Asha dan Anya tidak banyak berkomentar karena merekapun masih sekolah dan tidak memiliki pendapat mengenai berita tiba-tiba abang mereka itu. 

Ava disisi lain, memainkan jarinya dengan pandangan penuh pertanyaan. 

"Kenapa, Va?" 

"Lo aja baru ditinggal dia sebulan lebih kak. Dan dengan gampangnya lo balikan lagi sama dia, dan nikah?" Ava melanjutkan, "Rasio lo ngga jalan kak. Sekarang gue setuju sama Mama Papa, you should at least finish your masters first. Kemaren gue liat papa nyimpen brosur NYU sama Harvard, you can't run away from that, Kak."

Ava meninggalkan meja makan dengan piringnya yang masih setengah penuh, sedangkan Anya dan Asha masih melanjutkan sarapan mereka itu dengan santai. 

"Bang, tumben banget buat keputusan yang tiba-tiba kayak gini." Asha bertanya. 

"Iya, biasanya lo mau ngedate aja mikirnya dua minggu sebelum iyain ajakan mba-mbanya. Two weeks notice. Itu panggilan lo pas SMA dulu, kan?" Anya menimpali. 

Axel tersenyum, "Well, kalau bukan karena Raya sih gue juga ngga akan begini."

Anya dan Asha mencibir jawaban kakaknya bersamaan. Oh well, for Raya, Axel akan melakukan apapun. This time he will not let Raya go. 


Author's Note:  

YEY akhirnya bisa upload dengan cepat sesuai jadwal, kemarin lupa, kemarinnya lagi lupa jadi ke post poned semua heheheheheh. 

TYSM ALL SUDAH BACA, AKU SENENG YANG INI UDAH DILIRIK JUGA

XOXO





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

To: My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang