Chapter 8: Sweet Coincidence

114 19 0
                                    

"Kenapa kak?" Ava bertanya heran sambil memasuki apartemen Axel, "tumben-tumbenan lo minta tolong gue."

Sebagai anak pertama laki-laki, bisa dibilang hanya beberapa kali Axel meminta bantuan dari adik-adik dan orang tua nya. Terakhir kali Ava diminta bantuan untuk mengantarkan berkas yang tertinggal di rumah. Kejadian itu pun sudah berlalu dua tahun lalu. 

"Temen gue." Jawab Axel pendek, mukanya pucat pasi membayangkan Raya yang terkapar lemas. 

Ava mengangguk paham dan berjalan menuju ruang keluarga apartemen Axel. Ava terkesiap melihat wajah yang familiar. 

"Ibu Soraya?" tanyanya heran. 

"Ibu?" Axel diam, "lo kenal?"

"Iya, tadi pagi gue yang rawat di UGD." Ava menjawab seraya mendatangi Raya.

"Ray, kamu ke UGD tadi pagi? And my hospital too? Kamu bisa bilang ke aku Ray." Ucap Axel tegas kepada Raya yang masih diam memproses seluruh informasi. 

"Williams." Raya menyebutkan nama belakang Ava, "kamu, Williams. Adik perempuan Axel..."

Ava tidak memedulikan pertanyaan Raya karena ia mengalihkan perhatiannya pada kondisi Raya, "obatnya sudah diminum kan, bu?" 

Raya mengangguk. 

"Okay. Ini masih normal ya bu, ini salah satu reaksi badan ibu jadi aku mohon istirahat yang cukup dulu ya bu." Ava melanjutkan. 

"Please, don't call me bu. You make me feel old."

"Okay. Kak?" Ava menguji nama panggilan baru orang di depannya, "but wait. Kakak tinggal disini? Sama kak Axel?"

Ava kemudian memfokuskan netranya pada kakak laki-lakinya yang sekarang berdiri dengan canggung. Kondisi Raya yang lemah tadi membuat dirinya lupa kalau ia belum  menjelaskan situasi Raya kepada siapapun dalam keluarganya. 

"Talk outside?" 

╠.╣╠.╣╠.╣

"Kak...what is this situation?" Ava bertanya pelan, "dia yang buat kakak nolak kak Mentari, ya?"

Axel mengalihkan pandangannya ke lampu kota yang menyinari gelapnya malam, "yes."

"Dari semua orang, gue harap lo jadi orang yang dukung gue dan Raya. Well, technically gue sama Raya belum ada hubungan apa-apa. Tapi gue sayang dia, Va."

Ketegasan dari kakaknya membuat Ava tertegun. Seumur-umur Ava mengenal kakaknya, belum satu kalipun kakak nya itu menyatakan cintanya kepada siapapun kecuali keluarganya. 

"Wow. Gue gatau lo yang dingin banget sama cewek itu bisa suka sama cewek. I don't hate her, Kak. Tapi, gue ngga suka status kalian yang kayak gini. Dan juga kalian tinggal bareng?"

"You don't hate her. But do you like her? Because I really do." Axel menatap lekat mata adiknya. 

Ava menghela napasnya. Ia tahu kalau ia mendukung kakaknya dan Raya, ia harus turut membantu Axel untuk menyembunyikan hubungannya terlebih dahulu. "She's lovely. Tapi gue harap lo jujur sama papa mama kak."

Ava meninggalkan Axel sendiri di balkon untuk mendatangi Raya yang masih terkapar lemas. 

"Kak, aku tinggal dulu ya. No worry, aku ngga akan cerita mama papa kalau kakak tinggal disini. Just so you know kak, Kak Axel itu spesial banget untuk aku, Asha, dan Anya. Rasanya aku ngga tega kalau dia ada di hubungan yang gaada status nya kayak gini." Ava berkata pelan, "Kak Axel suka banget sama Kak Raya. Banget. Aku harap Kak Raya bisa nentuin perasaan Kak Raya sendiri."

Raya terdiam, "Okay, noted. Terima kasih banyak Ava."

╠.╣╠.╣╠.╣

"Ava bilang apa sama kamu Ray?" Tanya Axel ketika Ava sudah tidak terlihat lagi. 

"Ngga bilang apa-apa kok. Katanya gue sehat-sehat aja." 

"beneran? Kayaknya muka dia serius banget tadi." Axel melanjutkan.

Raya tidak menjawab. Pikirannya kalut dengan berbagai hal. Ucapan Ava membuatnya sadar bahwa Axel adalah orang yang sangat spesial di keluarganya. Tidak tega rasanya kalau ia terus-menerus memperlakukan Axel seperti sekarang. 

credit to Pinterest

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

credit to Pinterest

"Ray?" Axel bertanya sekali lagi. 

Raya mendongak, "yeah?"

Entah kenapa, apapun yang Ava ucap ke Raya membuat perilaku Raya sedikit berubah. Dan Axel menyadari hal tersebut. Raya yang sedikit apatis menjadi lebih hangat. This isn't her. 

"Are you thinking about leaving me?" Axel menanyakan ketakutan terbesarnya. 

"Axel, lo orang yang spesial banget. Gue baru menyadari hal tersebut. Gosh. I've been so blind. Gue boleh minta waktu untuk sendiri dulu ngga Xel? My whole life is a mess. Gue tahu lo menerima gue apa adanya, tapi gue rasa gue butuh untuk tata hidup gue dulu."

Axel terdiam memroses seluruh perkataan Raya. Tidak salah jika dikatakan bahwa Axel tidak mengenal Raya sedalam itu tapi memikirkan fakta bahwa Raya ingin sedikit menjauh sungguh sulit diterima. 

Sang tuan menatap netra puannya dengan dalam. Bibir Axel bergetar, lidahnya kelu, Axel tidak sanggup mengatakan apapun kepada Raya. 

"Axel. Percaya sama aku. I don't want love if it isn't you. Axel, aku ngga mau jatuh cinta kalau bukan kamu orangnya." 

Hening. 

Sudut bibir Axel terangkat, "Okay, then. Kemanapun kamu berada, I will be there for you, Ray. Walaupun dari jauh, aku akan ada untuk kamu." Axel mendekati Raya dan mendekapnya erat ke dalam pelukannya "I will wait for you, no matter how long I must wait. Aku akan berada di sini, Soraya."



Author's Note

JREEEENG ini reality check yang sangat sangat diperlukan Raya sih ya...Next Chapter aku ingin jauh lebih fokus ke Raya as a person. Axel sendiri kan masalahnya ngga banyak ye, tapi Raya ini jauh lebih kompleks, She's way more than that one girl in the club, she has her reasons. Mungkin semoga dengan POV Raya yang jauh lebih dalam kalian dapat mengerti Raya dan masalahnya <333


To: My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang